Gadis (Tak) Perawan
ai salah satunya menggunakan ujung jemari dengan penuh hati-hati. Namun, tiba-tiba secara tak sengaja, tangannya malah menyenggol benda itu hingga oleng dan pecah. Dapat dia saksi
membuatnya tak ingin segera mencari pengganti Furqon dan bekerja merupakan salah satu alasan untuk tetap menjaga kerawasan hati juga pikiran. "Oke, deh. Kayaknya elo bener-bener gila kerja." Mahiya beranjak dari kursi, lalu berjalan menuju ke arah luar ruangan. Saat berada di ambang pintu, dia membalikkan badan. "Entar kalo ada apa-apa atau butuh temen curhat, temen hang out, or apa aja, calling gue."Indana mengangguk pelan sambil tersenyum dan membiarkan sahabatnya berlalu. ***Musik instrumental Nocturne by F. Chopin mengalun lembut. Nada-nadanya yang terdengar menyayat hati semakin mengiris luka yang terlanjur menganga. Indana menyandarkan punggung di kursi kemudi. Tak terasa, air matanya kembali jatuh, mengingat diri yang sudah tak suci lagi sehingga berimbas pada kehidupan asmaranya yang kandas. Dalam hati tebersit tanya, apakah dia memang ditakdirkan untuk tidak berjodoh. Karena pasti semua lelaki lajang menginginkan calon istrinya dalam kondisi belum ternoda.Dalam kekalutan, dia jadi tidak stabil mengemudikan mobil. Indana dikejutkan oleh sosok bocah lelaki yang tiba-tiba akan menyeberang jalan. Perempuan itu lantas banting setir ke kiri, atau jika tidak dia akan menabrak bocah itu."Aaargh!"Kepalanya terasa berdenyut dan terbentur benda yang keras. Setelah itu, pandangannya mulai mengabur, lalu gelap.***Perlahan, Indana membuka kelopak mata yang terasa berat. Dilihatnya langit-langit ruangan bercat putih dengan lampu downlight. Suara-suara riuh dan teriakan terdengar mengusik telinga. Indana menolehkan wajah. Di sana sudah berdiri Mama Cahaya beserta Papa Surya dengan wajah cemas."Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Sayang. Terima kasih, Ya Allah. " Mama yang wajahnya tengah sembab memeluknya erat. Indana benar-benar bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya."Syukurlah," sahut Papa Surya."A-ku, kenapa, Ma? Aw!" Indana memekik sambil memegangi kepala. Dia merasakan pusing yang luar biasa saat berusaha mengangkat kepala. Dilihat tangannya yang terhubung selang infus. Terbersit tanya apa dia sedang sakit? Tapi, dia benar-benar lupa dengan kejadian sebelumnya."Kamu, kecelakaan, Inda. Nabrak pohon. Mungkin kamu kelelahan. Kalau lagi capek sepulang dari kantor, kamu, kan, bisa telepon supir untuk menjemput. Mama sangat khawatir."Indana mengangguk pelan sambil berusaha mengingat rangkaian peristiwa yang