Gadis (Tak) Perawan
melanjutkan hubu
Awalnya, sekuat tenaga dia membendung. Namun, rasa sebak di dada akhirnya meluluhlantakkan pertahanan. Akhirnya, satu
edaunan pohon mawar yang tumbuh di taman menari seirama. Indana berjalan mendekat ke sisi jendela. Dia metengadahkan
yang sangat memikat ini tak lantas membuatnya terkesan. Indana tengah diserang rasa gundah. Sebab, baru saja Furqon, lelaki yang akan men
dari Furqon. Dia mengabarkan bahwa dalam waktu beberapa menit akan tiba di sana. Indana se
menunggu dan tengah duduk di sofa. Setelah sebelumnya Ind
deret kecamuk di dalam dada. Sesaat, ruang tamu berukuran 10×10 me
arah sumber suara. Wanita paruh baya yang mengenakan hijab berwarna broken white itu
ngkin, mereka mengira akan ada kabar baik tentang kelanjutan hubungan anak semata wayangnya. Indana tidak sanggup me
hatian mereka. Mama Cahaya segera memerintahkan ART untuk menyajikan jamuan. Sementara In
yum saat melihat sepasang ayah dan anak. Indana meremas dada. Ada desir halus yang merambat di dalam ha
pa Surya dengan senyum lebar. Begitu juga papa ya
Furqon membiarkan orang tua Indana berjalan terlebih
enyuman. Kedua manik hitam lelaki itu menata
pa Surya sangat setuju. Itu tak lain karena mereka sudah lama menginginkan Indana menikah dan bisa segera menimang cucu. Dit
tersaji di meja. Mama Caha
dengan wajah semringah dan antusias saat I
ra melihat Indana duduk di pelaminan bersama lelaki yang dicintainya. Bukan begitu,
ajah. Kepala Indana mendadak terasa pening dan sangat berat saat membayangkan bagaimana
tidak ikut?" ta
ada kesibukan. Sehingga s
sibuk," kelakarnya dengan
rtunangan dan pernikahan?" tanya Mama Cahaya bersemangat. M
ebelumnya, saya meminta maaf. Om, Tante. Kedatangan saya kali
g tua Indana lantas terperanjat. Keduanya salin
a. Tak hanya dirinya yang dipaksa menelan pil pahit ini, a
gin melamar Indana? Apa yang salah?" tanya wanita paruh baya i
unnya naik-turun disertai
erjodohan itu karena permintaan orang tua." Indana melihat mimik wajah Fu
ebut. Ia terpaksa mengarang alasan yang terkesan masuk akal
ntang niat untuk melamar Inda?" Kali ini sang kepala keluarga yang me
s melirik Indana . Mungkin, untuk meminta p
ya. Apalagi jika itu keinginan dari seorang ibu. Bukankah, selamanya lelaki tetap milik ibunya?" Indana mencoba meng
apa legowo menerima keputusan Furqon. Mereka la
adir dalam benak. Keduanya pertama kali bertemu secara tidak sengaja ketika mobil perempuan itu mogok.
k meminang. Indana menyambut sukacita maksud baiknya. Hingga pada akhirnya, Ind