12 Wasiat Dari Ayah
sepatah kata pun. Ia menatapku dengan tatapan sendu lalu tersenyum. "Kamu
rah paman, aku tidak tahu dirinya memu
t ayah cintai, tetapi cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Ibu memilih pria lain untuk
eminang ibu menjadi istrinya dalam keadaan hamil sembilan bulan. Semua keluarga merestui pinangan itu, tet
u hanyalah sia-sia. Akhirnya keluarga ibu dapat menikahkan ayah pada ibu
terus saja ibu meracau memanggil nama mantan pacarnya. Hampir di setiap hari ibu mencaci
isteris sebab wajahku sangat mirip oleh mantan pacarnya. Ibu tidak ing
gnya, ia tetap memanggilku putri kesayangannya. Ayah merawatku sepenuh hati samp
tiga hari ditampar keras oleh ibunya sendiri, akhirnya dengan berat hati ayah memasukkan ibu ke rumah sakit jiwa da
n demi keamanan dan kenyamanan diriku. Padahal aku bukanlah anak biologis ayah yang bisa saja dia mengabaikank
a sedetik pun pandangannya lalai dariku. Ayah benar-
lang sudah dinyatakan oleh pihak rumah sakit ibu sembuh,
u, berharap ibu akan balik mencintainya setelah
kali tidak menganggap ayah sebagai seorang suami. Dirinya hanya lebih s
n ibu untuk lepas dari ikatan pernikahan itu. Ayah sadar ... ibu
adiahkan untuk kedua wanita tercintanya. Berharap percerai
tetaplah tinggi, dia tidak mengizinkan
, tetapi dia tetaplah kalah seb
ga tidak percaya. Hatiku sangat begitu sakit mendengarnya, kasihan ayahku ia
engan kerinduan yang
n untuk paman?" Paman menatapku sendu bibirnya mengatup ke dalam dan melanjutkan perkataannya kembali. "Ia menyuruhku untuk meme
in tahu, akhirnya bibir i
. ibu masih sakit
n anggukkan. "Seperti paman bilang tadi, kamu anak hebat
a ibu? Apakah dendam? Sedangkan dia adalah seorang wanita yang memilih mempertaha
apnya? Sedangkan dalang dari semua k
eski tidak terlihat darah yang mengalir. Ketika di setiap harinya hanya mendengar ca
hkan kekuatan hidup darinya. Tetapi tidak dengan ombaknya yan
semua kenangan indah bersama ibu ... agar aku tidak terlalu membencinya
a sampai detik ini hanya sekedar meng
kurasa tidak
n marah pada ibu kandungmu sendiri. Sebab ... tiga hal i
tidak pernah t
a beri. "Ra, hidupmu akan baik-baik saja! Paman yakin! Secara ... ayahmu sudah menuliskan dua belas wasi
lu memikirkan hidupmu, dia tau apa yang terbaik untukmu ke depannya nanti. Dia mempersiapkan se
membuka buku saku berwarna merah itu dan ingin cepat
lah halaman demi halaman, satu halaman berisi satu wasiat. Lalu kamu lakukan