Nostalgia
dan beberapa bu
h mengapa, ia merasa begitu senang tanpa alasan yang j
ku pulang
dulu nanti kamu sakit! Setidaknya minumlah
a, Mah!" j
..." desah Mamahnya s
eragam sekolahnya. Ia mengejar kupu-kupu yang sedang berterbangan di depan rumah.
belum pernah ia lalui sebelumnya. Jalan setapak yang berkelok-kelok itu dipenuhi pemandan
ukkan dan pandangan kupu-kupu yang menari-nari di udara. Gadis
dan menatap takjub. Jalan setapak itu tampak seperti kanvas yang dilukis dengan sapuan
terentang ke samping. Gerakannya membuat ribuan kupu-kupu berhamburan d
iap gerakannya menciptakan simfoni warna dan gerakan yang memikat. Dia merasa seolah
dangan yang ada di hadapannya. Awan yang dihiasi warna-warna keemasan berku
di belakang. Setelah beberapa saat, ia sampai di sebuah puncak bukit yang memukau. Hamparan
gun, membentuk sebuah mozaik berwarna-warni yang memukau. Kuning keemasan bunga matahari, merah merona bunga maw
dengan anggun pada kelopak-kelopaknya yang lembut. Sayap mereka yang berwarna cerah menar
oleh keindahan yang menyelimuti taman ini, tempat yang tak pernah dibayangkannya ada di dekat
menggema di udara saat dia melaju melalui hamparan bunga warna-warni. Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti saat m
ertiup angin sepoi. Dengan langkah penasaran, dia menghampiri
anak laki-laki itu, suaranya l
pernah melihat anak laki-laki itu sebelum
ki itu. "Bunga-bunga di
aku suka melihat mereka. Warn
agumi keindahan taman. Lalu, anak laki-laki
Misa, suaran
dan ramah, membuat Misa merasa nyaman di
ata Misa, memb
ertama Misa berte
an, mengobrol tentang hal-hal kecil dan tertawa bersama. Semakin
ung dengan Andhika. Kedekatan mereka bersemi, hingga Andhika pindah sekolah dan seketi
a. Sore harinya, mereka mampir ke taman tempat pertama kali bertemu. Di
ba turun tiada henti. Tetesan air hujan menelusuri pola sesaat di wajah mereka, menciptakan mosaik kegembiraan tanpa m
an yang terang menyinari jalan menuju rumah mereka. Dengan tiba-tiba menyadari konsekuensinya, mereka be
sing. Suara marah orang tua mereka bergema di lorong-lorong, sebuah bukti kekecewaan mereka. Namun mesk
menyelinap keluar rumah, langkah kaki mereka teredam oleh rintik hujan. Saat mereka berdiri berdam
yarakat dan ikatan yang tidak dapat dipatahkan. Mereka menolak untuk digoyahkan o
ahan orang tua mereka mulai mereda. Seolah-olah hujan telah men
eras sekalipun orang tua mereka malah memberikan payung atau jas hujan. Mereka mungkin berpikir untuk t