Nostalgia
n, Misa dan Andhika duduk berdampingan di hamparan padang bunga yan
sa, suaranya nya
anya yang cokelat be
tergagap, tak mampu me
ku yang sudah memaksamu untuk naik sepeda padahal
bersemu merah. Untuk pertama kalinya, Misa merasa
udah lama tidak ketempat ini." k
rlari ke arah hamparan bunga, dan Misa mengikutinya. Mereka berke
ih berterbangan di atas mereka. Padang bunga pun berubah warna, menjadi oranye yang indah
kali," gu
"Ya, tempat ini sang
awah naungan pohon besar yang menjulang di tepi hamparan lautan bunga, Andhika menggeng
serunya, sebuah batu kecil
palanya dengan bing
ngulang. "Ketika kita dewasa n
. Ia terkesima, jantungnya berdebar kencang.
atu di batang pohon besar. Dengan hati-hati, ia
"Ketika kita dewasa nanti, kita akan k
nak SD, Misa dan Andhika, berpegangan tang
janji antara kita berdua, Misa!"
Pohon tetaplah ada sampai kami berdua menepati janji k
na mengerti kau berbicara apa!"
Misa mengernyitk
Tawa Andhika
t kecewa. Ia tak mengerti me
'," kata Misa di dalam hatinya. "apa kata dari menikah itu adalah seb
an Andhika jauh tambah baik lagi, di
ri masalah. Ano mengejek Misa karena dia melihat dengan matanya sendiri beberapa waktu lalu saat Misa berkata tidak bisa
mun, Ano terus mengganggunya. Misa merasa tertekan deng
erjalan pulang, Ano menghadang
g menghadangya. Ia ingin berlari, tapi kakinya tersa naik sepeda?" tan
ng di matanya. "Aku... karena ak
a tertawa lepas sembari mengej
i bocah pencari masalah itu yang selalu saja mencari ma
lang seperti preman saja ya
a yang biasanya ceria kini terlihat lesu. Anisa, sang k
ri terakhir ini kulihat kau begitu tertekan?" tan
an kalau setiap hari aku selalu saja diganggu ole
g. "Ano? Memangnya apa
dan bahkan menghinaku yang tidak bisa naik
ya. "Dia keterlaluan! Kit
mengimbanginya walau kita berdua melawannya, Anisa. D
iarkan dia mengganggumu. Kita harus mencar
cari jawaban, hingga jam istirahat berak
teringat untuk tidak membiarkan masalahnya ini merugikan orang lain. Ia takut kal
ucapannya tadi. Dia tahu bahwa mengatasi Ano sendirian bukanlah pil
ang sekolah. Langit sore tampak mendung, seakan ikut merasakan kegelisahan Misa. S
sa naik sepeda ya?" ejek A
au bisa melindunginya, Anisa? H
mungkin menang melawan Ano dengan kekuatan fisik. Namun
a sekali mencar
i dengan tenang di belakang Ano. Ano berbalik
, Andhika," kata An
" jawab Andhika tegas. "Kenapa kau tidak pergi
an dia mendekatkan wajahnya ke Andhik
anggu mereka, aku akan melaporkanmu ke guru dan kepala
ladan dan dekat dengan para guru. Menghadapi kemungkinan dilaporkan
kau menang kali ini. Tapi kita belum selesai." Dia
"Terima kasih, Andhika. Tapi aku tidak
ling membantu. Jika kita bersatu, tidak ada yang bisa mengalahkan kita.
sa lebih kuat dengan dukungan teman-temannya. Hari itu, Misa belajar bahwa keberanian bukan hanya tentang m