Alena dan Andrio (Sekuel Dendam Anak Tiri)
ersenyum pada satu dua karyawan yang dia temui seiring dengan langkahnya menuju ruanga
etul bagaimana rasanya bekerja jadi bawahan, dipandang remeh dan direndahkan
mengecek anggaran perusahaan yang telah keluar mau pun masuk bulan ini. Tapi tiba-ti
kabar apa-apa, ya? Dia udah berangkat belum, ya
elalui chat atau telepon. Jadi, komunikasi keduanya tetap terjaga. Jika Andr
uskan mengirim
as A
udah dimkn? Ka
*
minya yang tak kunjung membalas pesannya membuatnya kepikiran. Bahkan pe
sepatu kerja Andrio di rak sepatu. Ter
ung dengan garasi itu pelan. Nam
ternyata pintu tersebut tidak dikun
ncari-cari suaminya yang ternyata duduk
nghampiri suaminya. "K
ginya sekilas. "Iya, su
akkan tas kerjanya di meja. "Kenapa ch
lantaran dia kesal karena masalah foto yang dia
ia tak menyangka perempuan yang dia kira baik ternyata sejahat itu. Kedua, Al
l Alena lagi.
ap Alena. "Aku k
nya berbicara demikian? Pasalnya selama ini Andrio tak pernah berkata seperti itu meski kadang dia merasa bersalah karena jarang memasak, k
kenapa? Aku ada salah apa
telah dia siapakan di saku celana hitamnya. Lalu
ingin dia bakar, tapi belum sempat hingga dia menaruh foto itu lebih dulu sampai lambat laun dia lupa tentang foto-fot
an lagi. Dia tahu Andrio akan marah setelah ini. Apa pun itu dia siap hadapi asal And
a maksudnya apa? Dan tulisan ini ...." Andrio mengeluarkan kertas bertu
ak melihatnya. Itu
teror di rumah keluarga ay
isa je
sedikit terkejut. Pandangan wanita itu mulai berkaca-kaca. "Aku nggak nyangka, perempuan yang aku pikir baik hati,
i seketika. Sakit sekali hatinya mendengar kalimat-kalimat i
hon dengerin penjelasan aku dulu
gat jelas cerita-cerita Alyssa dulu tentang teror itu padanya. "Dan selama itu nggak ketahuan. Sekarang baru ketahuan dan itu karena ak
diam sambi
in hal sejahat itu. Biar bagaimana pun mereka itu keluarga kamu, Alena, ayah kandung kamu, bukan orang l
pasti nggak tahu gimana kelakuan kamu sebenarnya. Dan kamu sendiri nggak pernah cerita ke aku m
ku gitu?!" Dia muak mendengar kalimat-kalimat yang suaminya lontarkan. Suami
nya ke depan. Rahangnya terlihat mengeras.
gi menatap suaminya dari samping. "Ak
lena melanjutkan ucapannya, mengel
angin gimana menderitanya hidup ibuku." Alena berbicara sambil menangis. Keberaniannya melawan suaminya membuatnya kian sedih. Dia juga tak menyangka dirinya seberani ini. "Tadi kamu bilang apa? Kamu nggak akan ngelakuin apa yang aku lakuin? Itu karena kamu nggak ngerasain jadi aku. Kamu nggak
mana maksud kamu? Kamu mau aku membenarkan tindakan balas dendam kam
rtiin aku karena kam
am seketika. Tubuh Alena gemetar melihat sikap suaminya barusan. "Bisa
itu sudah memerah dan penuh air mata. Dia pun b