Cinta di Condominium
enaiki taksi yang membawanya menuju kondo yang mereka tempati sela
membujuk gadis baik hati itu agar ia bisa semakin dekat dengan idolanya. Jarang-
uju tempat Dini berdiri, yang menggaruk-garuk dahi padahal tidak gatal. Menghampirinya, da
yang tersenyum senang. Ia meletakkan tangan ke
ndahnya lampu malam. Jalanan masih ramai. Lalu lalang mobil da
pak, dan menyeberang jalan melewati taman. Supermarket di seberang jalan dipenuhi penjual m
a tangannya. Memasukkan ke dalam saku jaket mencari kehangatan. Apa yang tidak diket
akan ada orang yang mengganggu perjalanan mereka malam itu. Dion menanyakan
suk kondo. Dion tertegun, wajahnya menyiratkan rasa kejut, menyadari ia juga berjalan menuju rumahnya.
ak menyahut, hanya menatap wajah gadis teman sang ibu itu, dalam.
g-goyangkan kaki. Sesekali melihat ke kiri dan ke kanan. Saat ia melihat kedatangan Dini, ia
n masuk, nama pamannya tertera. Ia tidak ingin mengangkatnya, sudah empat ta
angan, hanya karena janji perjodohan mendiang orang tuanya dengan orang tua Feri. Ia juga tidak tahu menahu ada pe
ni masih di bawah umur kala itu. Kehidupannya di rumah mendiang orang
asuki kuliah. Ia mesti bekerja part time demi membiayai kuliah. Semua f
rumah di Sky Azure, sebagai hadiah pernikahan yang disiapkan mendiang orang tua
diam. Ia merasa simpati atas apa yang dialami Dini, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa
uk anaknya itu seharusnya lebih dari sekedar aset rumah mewah, lima mobil, dan lapangan golf yang di
nya tahu mediang orang tuanya memberikannya sejumlah aset yang sudah diambilnya itu. Sebab, m
eri, padahal sebenarnya perjanjian itu tidak pernah ada. Orang tua Feri be
nceritakan semua kesalahan tunangannya itu menurut versinya. Ia menatap wajah cantik Dini yang tampak lelah, tidak per
panggilan itu, mendengar suara dari seberang itu. Lalu lalang pe
ini berpaling menatap idola yang disukainya itu dengan sedikit me
u. Tidak terkesan memerintah, malah seperti mera
ah diangkat, suara di ujung seberang terdengar marah dan kasar, memaki dan menyal
sudah tenang selama empat tahunan ini sejak ia memasuki kuliah dan beker
dan bagaimana kondisinya, apakah senang dan bahagia, tidak
pikir mereka menanyakan kabarnya, tetapi mereka malah menanyakan di mana ase
buat Dini merasa mendapatkan pijatan relaksasi. Idolanya meman
n! Tidak tahu dia, sepeda onthel yang dinaiki Dion itu aset yang punya nilai tidak sama dengan sepe
hnya! Mana mau wanita naik begituan, ini dong, ini!" Feri menunj