Pelangi Di Atas Singasari
erbuatan Kuda Sempana benar-benar telah membangkitkan kemarahannya. Meskipun baru kemarin ia dilumpuhkan oleh Kuda Sempana itu. Kini Wiraprana ingin mendahuluinya. Ia ingin mencoba mengurangi kekua
alam yang hanya mampu melayani keperluan akuwu itu sehari-hari. Tetapi ia pun tidak kalah tangkasnya dengan para prajurit yang bebera
ka berdua berkela
geramnya Kuda Sempana menyerang anak muda yang tinggi besar itu de
namun Kuda Sempana telah menyusulnya dengan sebuah pukulan di perutnya. Wiraprana itu pun men
ggu oleh anak mula itu lagi. Sehingga dengan demikian ia benar-benar berhasrat untuk meniadakan anak muda itu.
rai tawa Akuwu Tunggul Ametung. Dengan bangga Akuwu itu berkata, "He, Kuda Sempana. Kau tak ubahny
melihat Ken Dedes menjatuhkan diri sambil menangis di
kemudian dilihatnya pula Ken Dedes mengangkat wajahnya, menatap kepadanya, kepada Akuwu Tumapel yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas i
menjadi bertambah sipit. Ia adalah Akuwu yang dapat berbuat apa saja. Na
apakah kau tidak melihat kebenaran diinjak-injak di h
iba-tiba Akuwu itu pun berteriak tak kalah kera
loncat menangkap Ken Dedes. Namun gadis itu sama sekali tidak membiarkan
ika Witantra mengangkat wajahnya, dilihatnya dalam lembaran langit yang biru, burung beterbangan dengan lincah
ergolakan yang hampir meledak. Namun ia tidak akan dapat mencegah perbuatan ya
rut melakukan
masih melihat beberapa orang prajurit berada di sekitarnya. Bahkan ia melihat seorang prajurit yang hampir seluruh wajahnya ditumbuhi rambut yang lebat bertubuh tegap kekar dengan sebatang tom
u?" bertan
nya seorang
dan mengeluh. Prajurit itu pun tersinggung rasa keadilannya seperti
situ, sehingga kemudian dengan hati yang kosong ia menarik k
erhenti. Seorang perempuan tua
nya Witantra de
at membantu kami?" tan
harus ak
skan Ken
lah Akuwu Tunggul Ametung. Karena itu mata dengan berat hati
jata seperti orang-orang ya
itu di antaranya a
g akuwu boleh berbu
n itu. Tetapi, ia juga tidak dapat berbuat apa-apa. Karena itu
, aku, perempuan tua ini, akan menjadi saksi, bahwa di sini telah terjadi perkosaan atas kemanusiaan
Kau benar Bibi tua. Di sini telah terjadi perkosaan atas sendi-sendi peradaba
rena itu, maka kemudian ia menggerakkan kudanya dan berlari menjauhi tempat yang telah
Kuda Sempana, Tunggul Ametung dan beberapa orang pengiring. Mereka adalah orang-orang yang telah kehi
a-tiba menjadi suram. Setelah dilihatnya gadis yang bernama Ken Dedes itu, tiba-tiba timbullah sesuatu di dalam benaknya. Gadis itu hanya seorang gadis yang hidup di dalam sebuah padukuhan kecil. Namun terasa di dalam tatapan matanya, sesuatu yang tidak ada pada gadis kebanyakan. Akuw
ah menggerakkan Akuwu Tunggal Ametung. Ada yang
wu, ia mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar dari orang-orang lain sebayanya. Tetapi Tunggul Ametung itu sama sekali belum berhasrat untuk kawin. Tiba-tiba k
muak melihat keangkuhan sikap Kuda Sempana. Baru beberapa saat ia berusaha memenuhi permintaan pelayannya itu, namun kini
yang biru bersih. Matahari yang cerah memancarkan sinarnya membakar kulit, sehingga peluh yang hangat membasahi seluruh t
tika ia mengangkat wajahnya, tiba ia terkejut. Di hada
enanya. Tetapi kemudian ia menarik nafas. "Itu pas
ada pengiringnya maka Akuwu itu pun terkeju
teriak Tung
" sahut Ku
ali bukan Kuda Mahendra. Dan anak muda yang duduk d
itu?" kembali Tung
mudian jawabnya, "Anak muda
iak. Namun kemudian ia berkata "
anak gila," jaw
m sambil mengangguk. Meskipun akuwu itu belum berkata apapun juga, namun prajurit
. "Bagus. Percepat kuda
ia mendului Tunggul Ametung dan Kuda Sempana. Ia berpaling ketika ia
keras dan menjawab, "Apakah a
wab Kuda
sti hanya mampu memanggul cangkul dan bertanam ubi. Karena
eberapa orang berkuda berlari kencang. Kemudian di lihatnya seseorang yang berkuda paling depan membawa gadis bersamanya. Cepat M
dah tidak dapat lagi mempertimbangkan, siapakah yang akan dihadapinya. Apakah ia ak
a Sempana itu, hatinya semakin menyala. Pasti orang inilah yang akan m
at melihat, bahwa Prajurit itu tertawa- tawa, seakan-akan seorang anak sedang menyongsong permainan yang lucu, oleh-oleh bapanya dar
dekat. Prajurit berkumis tebal itu menghent
rhenti, bahkan ia berteriak, "Minggi
Sekali tidak menyangka bahwa ia akan mendapat jawaban yang sangat mewakil
gni sudah sedemikian dekatnya. Karena itu, maka sege
. Untunglah bahwa Mahisa Agni tidak terlempar karenanya. Namun hal itu telah menjadikannya semakin marah. Mahisa Agni sama sekali tidak berkata apapun lagi. Segera ia me
demikian cepatnya, sehingga hampir-hampir ia terlambat. Meskipun demikian, masih juga tera
mengumpat terus. Mahisa Agni telah mengulangi serangan
gni. Namun Mahisa Agni yang marah itu sama sekali tidak memberinya kesempatan. Berkali-kali ia menyambar dari atas kudanya seperti seek
Wajah akuwu itu pun kemudian menjadi cemas. Ternyata Akuwu Tumapel segera dapat mengeta
ang. Meskipun Tunggul Ametung sendiri tidak akan takut menghadapi siapa pun. Namun harga dirinya masih mencegahnya. Seorang akuwu yang berkuasa, apakah harus menangani sendiri seorang lawan yang tidak lebih dari anak pedesaan? Sedang ia tidak
aku sendiri dan prajurit yang bert
Arok memandangi perkelahian itu dengan tegang. Dan tiba-tib
jut. Namun ia
mu. Tetapi aku belum pernah melihat kau b
dengan Mahisa Agni itu. Dahulu ia pernah juga berkelahi melawannya, namun selagi otaknya masih gelap. Kini ia telah berusaha untuk berbuat
mikian ia tidak segera menjawab. Akuwu Tumapel itu pun mengerutkan kenin
," jawab Ken
berdiri. Namun Mahisa Agni yang marah datang menyerangnya dengan garang. Sebuah pukulan bersarang di wajahnya, dan prajurit yang berkumis tebal itu sekali lagi terlempar dan jatuh berguling ke dalam parit. Oleh karena itu, maka jiwanya telah tertolo
gul Ametung berteriak, "Ken A
terulang kembali. Perampasan dan perkelahian. Ken Arok pernah melihat seekor harimau merampas anak seekor kijang yang lemah. Dan kijang itu tidak dapat berbuat apa-apa selain melarikan diri. Ia sendiri pernah mencegat dan merampas
maju beberapa langkah. Dengan hati yang berdebar-debar
kejut bukan kepalang. Bahkan dengan serta-merta ia berte
ya terguncang mendengar pertanyaan itu, s
a-tiba ia berhadapan dengan seorang yang pernah dikenalnya. Karena Ken Arok tidak segera menjawab
harus tahu, siapakah aku dan siapakah yang melakukan perampasan itu
yang sempit yang akan sampai ke gerbang kedamaian abadi? Apakah kau telah menghindar
ut ketika ia mendengar Akuwu Tumapel berteriak, "Ken Aro
jahnya. Desahnya, "Agni ak
manapun kau berada, dalam kesempatan apapun, maka kau akan kembali ke jalan yang kotor itu. Kalau kau telah pernah mencoba mencuci tanganmu yang
u berteriak keras-k
Wajah yang dipenuhi oleh kotoran duniawi. Huh. Apakah seorang pendeta yang kau katakan bernama
pur di padang rumput Karautan itu. Namun sebenarnya Ken Arok itu pun bukan Ken Arok yang berada di padang itu pula. Dengan bekal kekuatan yang tersimpan di dalam tubuhnya sejak ia
inya akan dirinya. Bahkan dikenangnya, waktu Mahisa Agni menjadi seperti orang gila berteriak di padang rumpu
ini kita bertempur, maka bertanyalah kepada hati nuranimu. Siapak
. Aku harus melawanmu. Tetapi percayalah, aku tidak akan bertempur sungguh-sungguh. Aku harus menghalangimu, meskipun tidak demikian
ak ribut, ak
Aku sudah menyerah, mesk
ng akan dilakukan oleh Ken Arok, namun ia harus menyin
empana, maka nyala di dalam hatinya seakan-akan tersira
nyentuh tubuh Agni yang terdorong oleh kekuatan tangannya dan kemarahan yang meluap-luap, serta kecepatan bergerak Ken Arok yang seperti tatit, maka sentuhan itu benar-benar tidak berarti. Ken Arok menahan sekuat-kuatnya, untuk tidak melukai lawannya. Namun Mahisa Agni merasakan sentuhan itu seperti pernah dirasakannya. Sentuhan hantu padang rumput Karautan. Namun kini, gerak Ken Arok benar-benar men
n-kemungkinan lain daripada bertempur mati-matian. Bahkan dengan penu
sama sekali tidak menyerang tubuhnya, namun tiba-tiba anak muda itu langsung meloncat dari kudanya, dan menghantamkan tubuhnya kepadanya. Sehingga dengan demikian maka Ken Arok pun kehilan
in perjalanannya tidak terganggu. Namun anak muda itu menjadi iri melihat kelincahan Ken Arok. Sebab apabila Akuwu Tumapel itu benar-benar tertarik melihat keterampilan anak muda itu, maka kedudukan pelayan baru itu akan menjadi semakin baik di sampingnya. Bahkan Kuda Sem
pun juga, ia berhasil mengenainya dengan segenap kekuatan, dan bahkan sekali ia berhasil melemparkan anak muda itu, namun kembali Ken Arok meloncat bangkit dan bertempur selincah burung sriti yang menyambar di udara. Tetapi karena kemarahan yang telah memuncak sampai ke ubun-ubunnya, Mahisa Agni sama sekali tidak melihat, bahwa Ken Arok telah melewatkan berpulu
ada alasan yang dapat menahan dirinya, mempergunakan ilmunya yang tertinggi Gundala Sasra. Ilmu simpanan yang seharusnya tidak dipancarkan apabila keadaan tidak memaksa. Tetapi kini
silangkannya tangannya di muka dadanya dan dipusatkannya segenap kekuatan lahir da
a pun mengerti, bahwa Mahisa Agni sedang memusatkan segenap kekuatannya. Karena itu, maka
u. Ia sudah bertempur dan ia sudah melakukan kewajibannya. Kalau kemudian ia dikalahkan oleh lawannya adalah kemungkinan yang wajar, sewajar kalau ia memenangkan pertempuran itu, ata
petunjuk yang pernah diterimanya. Namun tenaga yang tersimpan itu terlalu banyak, sehingga tubuh Ken Arok itu tiba-tiba seakan-akan telah berubah menjadi sebuah patun
yai beberapa keanehan yang tidak dimiliki ora
a di dalam tubuhnya, dan selagi kekuatan itu masih belum sempurna, tiba-tiba Mahisa Agni itu mengeluh pendek. Selangk
jut bukan buatan. Ketika ia memandang punggung Mahisa Agni, maka dilihatnya dara
Ia melihat suatu yang sama sekali tidak adil. Karena itu dengan serta-merta Ken Arok itu meloncat ke arah prajurit yang berdiri di tepi
a Ken Arok itu tiba-tiba meloncat ke a
ra yang lazim, namun ternyata anak muda itu telah berhasil pula. Karena itu, maka kekuatannya seakan-akan menjadi berlipat-lipat. Daya l
ihat apa yang kemudian terjadi. Akuwu Tunggul Ametung, Kuda Sempana dan bahkan Mahisa Agni sendiri. Denga
rajurit berkumis tebal itu berteriak, dan disusul dengan derak tulang-tulang patah. Tulang tangannya dan beberapa tulang iganya. Tangan Ken Arok yang marah itu seakan-akan berubah menja
dilakukan oleh Ken Arok itu. Apakah ia sedang membela kepentingannya melawan Mahisa Agni, atau apa? Ternyata anak muda itu menjadi s
l Ametung telah menyimpan beberapa keraguan ketika ia melihat cara Ken Arok bertempur. Apalagi kini ia melihat apa yang dilakukan oleh Ken Arok itu. Karena itu, tiba-tiba tangannya meraba pelana kudanya dan disentuhnya tangkai pusakanya. Sebuah tongkat penggada yang terbuat dari besi yang ber
tu. Bahkan ia sependapat ketika Kuda Sempana berkata, "Tu
dikejutkannya. Dan dengan satu loncatan panjang, mak
i itu. Dengan suara yang serak parau ia berteriak,
u menjadi bingung. Ketika ia mencoba untuk berlari ke kudanya, maka tubuhnya serasa menjadi semakin lema
nya untuk menolongnya, namun terdengar Mahisa Agni itu membentaknya, "Ken Aro
arnya yang sedang bergolak di dalam kepalaku. Aku menjadi sedemikian bingungnya men
rinya pilih tanding, kuat tanpa lawan, namun akhirnya harus mengakui, bahwa dirinya hanya seorang makhluk yang kecil. Yang hanya dapat berkehendak, bertekad dan berikhtiar. Tetapi akhirnya harus diakuinya, bahwa kekuatan dan kekuasaan yang ada di dalam dirinya
sentuh ujung panah itu, maka segera kekuatan-kekuatan yang berada di dalam tubuhnya melawannya. Tetapi Mahisa Agni bukanlah seorang yang kebal, sehingga karena itulah maka kulitnya
Agni tidak mau ditolongnya. Dengan susah payah anak muda itu berusaha bangkit dan durok, "kau terluka. Kau harus
kau tidak mau melihat prajurit itu melukai aku. Nah, sekarang terserah kepadamu. Apakah kau akan me
tidak ingin berbuat demikian. Aku be
kau benar melihat bahwa kebenaran telah dilanggar oleh Akuwu Tunggul A
tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Namun aku sebenarnya telah berusaha untuk setida
lemah, "Kenapa kau tidak berkelahi dengan sekuat tenagamu? Apakah kau ingin mengata
akhir, yang akan kau lepaskan dengan ilmu yang tersimpan rapat-rapat di dalam diriku. Aku hanya
mun kesempatan-kesempatan itu dibiarkannya atau dipergunakannya dengan ragu-ragu. Apalagi, ketika kemudian Mahisa Agni menatap wajah Ken Arok yang tunduk. Tampaklah bahwa kejujuran memancar dari wajah itu. Wajah yang suram, seakan-aka
i berdesis. Perlahan-l
terdengar Ken A
jawa
pasi. Tetapi di wajah itu tidak lagi terbayang kemarahan yang meluap-lua
ng dapat k
kan cara-cara untuk memberi pertolongan kepada orang-orang y
t. Ketika mereka mengangkat wajah mereka, maka mereka melihat be
iba-tiba Ken
mendengar peristiwa yang terjadi ini
kudanya. Demikian ia sampai di hadapan Mahisa Agni yang terluka itu, maka segera Witantra
yang mel
mati keberaniannya untuk tidak menuruti saja perintah akuwu seperti dirinya. Namun ia bukan seorang yang wajar untuk m
ya Mahisa Agni. Tetapi hal itu belum merupakan persoalan bagi Witantra. Dan jawaban pelayan dalam itu
a Agni berkata, "Bukan, Witantra. Bukan olehnya. Tetapi oleh prajurit yang terb
tra berdesir. Prajurit itu adalah prajuritnya. Dan dilihatnya bahwa orang itu tidak terluka
hut Mahi
"Maafkan Adi. Aku terlalu berprasangka. Memang kita kini saling berpr
mereka. Seperti Kuda Sempana, Tunggul Ametung, Mahisa Agni, Ken Arok, Witantra dan para pengikut yang lain. Mereka tidak tahu pasti, apakah yang sebenarnya dilakukan oleh ka
Mahisa Agni. Tiba-tiba ia menjadi terkejut, ketika dilihatn
tra. Mahisa Agni mengangguk. Sekali lagi ia b
a. Kemudian katanya pula, "Anak
" minta Ma
erada di tempat itu. Dan tanpa ditanya, mereka tela
k-hentak punggungnya. Bahkan hampir-hampir saja ia mengeluh untuk mengurangi rasa sakit. Namun untunglah, bahwa daya tahan tubuh Mahisa Agni benar-benar mengagumkan. Sehingga
an pertolonga
Agni me
wa Wiraprana ke Panawijen. Mungkin di rumahnya akan kita
enar bahwa yang dimaksud adalah Mahisa Agni. Karena itu, maka Mahisa Agn
a ini berdua,"
lakangnya. Dengan sobekan kain Mahisa Agni maka Ken Arok mencoba untuk me
a luka Mahisa Agni tidak menjadi bertambah parah karena darah yang terlalu banyak
engejutkan penduduknya. Beberapa orang yang mendengar derap kuda,
Derap kakinya menghentak-hentak tanah yang keras, dan menimbu
takutan, dan dengan serta-merta mereka berlari-larian pula. Tetapi ketika kuda-kuda itu memasuki halaman, maka di halaman itu ma
lemahnya di hadapan Ken Arok. Segera mereka menjadi cemas. Mula-mula mereka
ikian kuda-kuda itu berhenti, demikian Ken Arok melonca
ang luka itu. Dan tiba-tiba saja ketegangan halaman itu dipecahkan oleh jer
rnya terasa seakan-akan menjadi ke
teriak kepada salah seorang
nak muda itu pada selembar tikar. Emban tua itu menjadi sedemikian cemasnya, sehingg
ni," bertanya
rsenyum, jawabnya, "Ak
ter
nkan emban tua itu Mahisa Agni berkata kepada Ken
ngguk kaku. "T
jadi semakin cepat mengalir dan bibirnya bergerak-gerak t
danya, dan dituangkannya kepada mulutnya, maka t
nal obat untuk luka ini,
Tumapel. Dan kini orang itu datang kembali membawa Mahisa Agni. Apalagi ketika ia melihat Witantra yang b
r dari mata perempuan tua yang menangisi Mahisa. Agni Karena itu ia berkata, "Bibi, semuanya nan
eorang yang dapat memberikan obat kepada beberapa jenis penyakit, namun reramuan obat untuk luka-luka ia ada menyimpannya
pa tetes air. Dan dengan obat itulah kemudian luka Mahisa Agni diobati. Ternyata obat itu pu
masih saja berdiri di halaman. Mahisa Agni yang lemah itu pun mencoba mengangkat kepalanya. Ketika terpandang olehnya
hingga ia tidak dapat berkata apapun. Baru sesaat kemudian ia berkata, "Kau terlambat datang
" sahut Ma
n yang berada d
Agni me
h yang terj
Ken Arok. Sehingga Ken Aroklah yang menjawab, "Agni terluka karen
g telah meluk
dak melukai Mahisa Agni, namun ia bertempur pula melawan anak muda itu. S
tantra. Katanya, "Seorang prajur
m. Kemudian terdengar ia bergumam "Mereka
engan serta-merta ia bertanya "Apakah telah terjadi pemb
ling ke halaman. Ditatapnya beberapa orang yang tegak di baw
"siapakah yang terbunuh?
ampas segenap perhatiannya sehingga ia tidak sempat untuk memperhatikannya, selain berdesis menahan sakit yang menghentak-h
ing itu?" tiba Mah
diri dan berjalan perlahan-lahan naik ke pendapa. Wajahnya yang say
sabar, "siapakah yang terbaring di ha
Biarlah ia terbaring di halaman.
a? Si
apra
nak muda itu. Meskipun perasaan itu telah menyentuh ha
samb