icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Pelangi Di Atas Singasari

Bab 3 Bagian 3 Menculik Bunga Mekar Di Lereng Gunung Kawi

Jumlah Kata:6917    |    Dirilis Pada: 13/02/2024

erbuatan Kuda Sempana benar-benar telah membangkitkan kemarahannya. Meskipun baru kemarin ia dilumpuhkan oleh Kuda Sempana itu. Kini Wiraprana ingin mendahuluinya. Ia ingin mencoba mengurangi kekua

alam yang hanya mampu melayani keperluan akuwu itu sehari-hari. Tetapi ia pun tidak kalah tangkasnya dengan para prajurit yang bebera

ka berdua berkela

geramnya Kuda Sempana menyerang anak muda yang tinggi besar itu de

namun Kuda Sempana telah menyusulnya dengan sebuah pukulan di perutnya. Wiraprana itu pun men

ggu oleh anak mula itu lagi. Sehingga dengan demikian ia benar-benar berhasrat untuk meniadakan anak muda itu.

rai tawa Akuwu Tunggul Ametung. Dengan bangga Akuwu itu berkata, "He, Kuda Sempana. Kau tak ubahny

melihat Ken Dedes menjatuhkan diri sambil menangis di

kemudian dilihatnya pula Ken Dedes mengangkat wajahnya, menatap kepadanya, kepada Akuwu Tumapel yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas i

menjadi bertambah sipit. Ia adalah Akuwu yang dapat berbuat apa saja. Na

apakah kau tidak melihat kebenaran diinjak-injak di h

iba-tiba Akuwu itu pun berteriak tak kalah kera

loncat menangkap Ken Dedes. Namun gadis itu sama sekali tidak membiarkan

ika Witantra mengangkat wajahnya, dilihatnya dalam lembaran langit yang biru, burung beterbangan dengan lincah

ergolakan yang hampir meledak. Namun ia tidak akan dapat mencegah perbuatan ya

rut melakukan

masih melihat beberapa orang prajurit berada di sekitarnya. Bahkan ia melihat seorang prajurit yang hampir seluruh wajahnya ditumbuhi rambut yang lebat bertubuh tegap kekar dengan sebatang tom

u?" bertan

nya seorang

dan mengeluh. Prajurit itu pun tersinggung rasa keadilannya seperti

situ, sehingga kemudian dengan hati yang kosong ia menarik k

erhenti. Seorang perempuan tua

nya Witantra de

at membantu kami?" tan

harus ak

skan Ken

lah Akuwu Tunggul Ametung. Karena itu mata dengan berat hati

jata seperti orang-orang ya

itu di antaranya a

g akuwu boleh berbu

n itu. Tetapi, ia juga tidak dapat berbuat apa-apa. Karena itu

, aku, perempuan tua ini, akan menjadi saksi, bahwa di sini telah terjadi perkosaan atas kemanusiaan

Kau benar Bibi tua. Di sini telah terjadi perkosaan atas sendi-sendi peradaba

rena itu, maka kemudian ia menggerakkan kudanya dan berlari menjauhi tempat yang telah

Kuda Sempana, Tunggul Ametung dan beberapa orang pengiring. Mereka adalah orang-orang yang telah kehi

a-tiba menjadi suram. Setelah dilihatnya gadis yang bernama Ken Dedes itu, tiba-tiba timbullah sesuatu di dalam benaknya. Gadis itu hanya seorang gadis yang hidup di dalam sebuah padukuhan kecil. Namun terasa di dalam tatapan matanya, sesuatu yang tidak ada pada gadis kebanyakan. Akuw

ah menggerakkan Akuwu Tunggal Ametung. Ada yang

wu, ia mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar dari orang-orang lain sebayanya. Tetapi Tunggul Ametung itu sama sekali belum berhasrat untuk kawin. Tiba-tiba k

muak melihat keangkuhan sikap Kuda Sempana. Baru beberapa saat ia berusaha memenuhi permintaan pelayannya itu, namun kini

yang biru bersih. Matahari yang cerah memancarkan sinarnya membakar kulit, sehingga peluh yang hangat membasahi seluruh t

tika ia mengangkat wajahnya, tiba ia terkejut. Di hada

enanya. Tetapi kemudian ia menarik nafas. "Itu pas

ada pengiringnya maka Akuwu itu pun terkeju

teriak Tung

" sahut Ku

ali bukan Kuda Mahendra. Dan anak muda yang duduk d

itu?" kembali Tung

mudian jawabnya, "Anak muda

iak. Namun kemudian ia berkata "

anak gila," jaw

m sambil mengangguk. Meskipun akuwu itu belum berkata apapun juga, namun prajurit

. "Bagus. Percepat kuda

ia mendului Tunggul Ametung dan Kuda Sempana. Ia berpaling ketika ia

keras dan menjawab, "Apakah a

wab Kuda

sti hanya mampu memanggul cangkul dan bertanam ubi. Karena

eberapa orang berkuda berlari kencang. Kemudian di lihatnya seseorang yang berkuda paling depan membawa gadis bersamanya. Cepat M

dah tidak dapat lagi mempertimbangkan, siapakah yang akan dihadapinya. Apakah ia ak

a Sempana itu, hatinya semakin menyala. Pasti orang inilah yang akan m

at melihat, bahwa Prajurit itu tertawa- tawa, seakan-akan seorang anak sedang menyongsong permainan yang lucu, oleh-oleh bapanya dar

dekat. Prajurit berkumis tebal itu menghent

rhenti, bahkan ia berteriak, "Minggi

Sekali tidak menyangka bahwa ia akan mendapat jawaban yang sangat mewakil

gni sudah sedemikian dekatnya. Karena itu, maka sege

. Untunglah bahwa Mahisa Agni tidak terlempar karenanya. Namun hal itu telah menjadikannya semakin marah. Mahisa Agni sama sekali tidak berkata apapun lagi. Segera ia me

demikian cepatnya, sehingga hampir-hampir ia terlambat. Meskipun demikian, masih juga tera

mengumpat terus. Mahisa Agni telah mengulangi serangan

gni. Namun Mahisa Agni yang marah itu sama sekali tidak memberinya kesempatan. Berkali-kali ia menyambar dari atas kudanya seperti seek

Wajah akuwu itu pun kemudian menjadi cemas. Ternyata Akuwu Tumapel segera dapat mengeta

ang. Meskipun Tunggul Ametung sendiri tidak akan takut menghadapi siapa pun. Namun harga dirinya masih mencegahnya. Seorang akuwu yang berkuasa, apakah harus menangani sendiri seorang lawan yang tidak lebih dari anak pedesaan? Sedang ia tidak

aku sendiri dan prajurit yang bert

Arok memandangi perkelahian itu dengan tegang. Dan tiba-tib

jut. Namun ia

mu. Tetapi aku belum pernah melihat kau b

dengan Mahisa Agni itu. Dahulu ia pernah juga berkelahi melawannya, namun selagi otaknya masih gelap. Kini ia telah berusaha untuk berbuat

mikian ia tidak segera menjawab. Akuwu Tumapel itu pun mengerutkan kenin

," jawab Ken

berdiri. Namun Mahisa Agni yang marah datang menyerangnya dengan garang. Sebuah pukulan bersarang di wajahnya, dan prajurit yang berkumis tebal itu sekali lagi terlempar dan jatuh berguling ke dalam parit. Oleh karena itu, maka jiwanya telah tertolo

gul Ametung berteriak, "Ken A

terulang kembali. Perampasan dan perkelahian. Ken Arok pernah melihat seekor harimau merampas anak seekor kijang yang lemah. Dan kijang itu tidak dapat berbuat apa-apa selain melarikan diri. Ia sendiri pernah mencegat dan merampas

maju beberapa langkah. Dengan hati yang berdebar-debar

kejut bukan kepalang. Bahkan dengan serta-merta ia berte

ya terguncang mendengar pertanyaan itu, s

a-tiba ia berhadapan dengan seorang yang pernah dikenalnya. Karena Ken Arok tidak segera menjawab

harus tahu, siapakah aku dan siapakah yang melakukan perampasan itu

yang sempit yang akan sampai ke gerbang kedamaian abadi? Apakah kau telah menghindar

ut ketika ia mendengar Akuwu Tumapel berteriak, "Ken Aro

jahnya. Desahnya, "Agni ak

manapun kau berada, dalam kesempatan apapun, maka kau akan kembali ke jalan yang kotor itu. Kalau kau telah pernah mencoba mencuci tanganmu yang

u berteriak keras-k

Wajah yang dipenuhi oleh kotoran duniawi. Huh. Apakah seorang pendeta yang kau katakan bernama

pur di padang rumput Karautan itu. Namun sebenarnya Ken Arok itu pun bukan Ken Arok yang berada di padang itu pula. Dengan bekal kekuatan yang tersimpan di dalam tubuhnya sejak ia

inya akan dirinya. Bahkan dikenangnya, waktu Mahisa Agni menjadi seperti orang gila berteriak di padang rumpu

ini kita bertempur, maka bertanyalah kepada hati nuranimu. Siapak

. Aku harus melawanmu. Tetapi percayalah, aku tidak akan bertempur sungguh-sungguh. Aku harus menghalangimu, meskipun tidak demikian

ak ribut, ak

Aku sudah menyerah, mesk

ng akan dilakukan oleh Ken Arok, namun ia harus menyin

empana, maka nyala di dalam hatinya seakan-akan tersira

nyentuh tubuh Agni yang terdorong oleh kekuatan tangannya dan kemarahan yang meluap-luap, serta kecepatan bergerak Ken Arok yang seperti tatit, maka sentuhan itu benar-benar tidak berarti. Ken Arok menahan sekuat-kuatnya, untuk tidak melukai lawannya. Namun Mahisa Agni merasakan sentuhan itu seperti pernah dirasakannya. Sentuhan hantu padang rumput Karautan. Namun kini, gerak Ken Arok benar-benar men

n-kemungkinan lain daripada bertempur mati-matian. Bahkan dengan penu

sama sekali tidak menyerang tubuhnya, namun tiba-tiba anak muda itu langsung meloncat dari kudanya, dan menghantamkan tubuhnya kepadanya. Sehingga dengan demikian maka Ken Arok pun kehilan

in perjalanannya tidak terganggu. Namun anak muda itu menjadi iri melihat kelincahan Ken Arok. Sebab apabila Akuwu Tumapel itu benar-benar tertarik melihat keterampilan anak muda itu, maka kedudukan pelayan baru itu akan menjadi semakin baik di sampingnya. Bahkan Kuda Sem

pun juga, ia berhasil mengenainya dengan segenap kekuatan, dan bahkan sekali ia berhasil melemparkan anak muda itu, namun kembali Ken Arok meloncat bangkit dan bertempur selincah burung sriti yang menyambar di udara. Tetapi karena kemarahan yang telah memuncak sampai ke ubun-ubunnya, Mahisa Agni sama sekali tidak melihat, bahwa Ken Arok telah melewatkan berpulu

ada alasan yang dapat menahan dirinya, mempergunakan ilmunya yang tertinggi Gundala Sasra. Ilmu simpanan yang seharusnya tidak dipancarkan apabila keadaan tidak memaksa. Tetapi kini

silangkannya tangannya di muka dadanya dan dipusatkannya segenap kekuatan lahir da

a pun mengerti, bahwa Mahisa Agni sedang memusatkan segenap kekuatannya. Karena itu, maka

u. Ia sudah bertempur dan ia sudah melakukan kewajibannya. Kalau kemudian ia dikalahkan oleh lawannya adalah kemungkinan yang wajar, sewajar kalau ia memenangkan pertempuran itu, ata

petunjuk yang pernah diterimanya. Namun tenaga yang tersimpan itu terlalu banyak, sehingga tubuh Ken Arok itu tiba-tiba seakan-akan telah berubah menjadi sebuah patun

yai beberapa keanehan yang tidak dimiliki ora

a di dalam tubuhnya, dan selagi kekuatan itu masih belum sempurna, tiba-tiba Mahisa Agni itu mengeluh pendek. Selangk

jut bukan buatan. Ketika ia memandang punggung Mahisa Agni, maka dilihatnya dara

Ia melihat suatu yang sama sekali tidak adil. Karena itu dengan serta-merta Ken Arok itu meloncat ke arah prajurit yang berdiri di tepi

a Ken Arok itu tiba-tiba meloncat ke a

ra yang lazim, namun ternyata anak muda itu telah berhasil pula. Karena itu, maka kekuatannya seakan-akan menjadi berlipat-lipat. Daya l

ihat apa yang kemudian terjadi. Akuwu Tunggul Ametung, Kuda Sempana dan bahkan Mahisa Agni sendiri. Denga

rajurit berkumis tebal itu berteriak, dan disusul dengan derak tulang-tulang patah. Tulang tangannya dan beberapa tulang iganya. Tangan Ken Arok yang marah itu seakan-akan berubah menja

dilakukan oleh Ken Arok itu. Apakah ia sedang membela kepentingannya melawan Mahisa Agni, atau apa? Ternyata anak muda itu menjadi s

l Ametung telah menyimpan beberapa keraguan ketika ia melihat cara Ken Arok bertempur. Apalagi kini ia melihat apa yang dilakukan oleh Ken Arok itu. Karena itu, tiba-tiba tangannya meraba pelana kudanya dan disentuhnya tangkai pusakanya. Sebuah tongkat penggada yang terbuat dari besi yang ber

tu. Bahkan ia sependapat ketika Kuda Sempana berkata, "Tu

dikejutkannya. Dan dengan satu loncatan panjang, mak

i itu. Dengan suara yang serak parau ia berteriak,

u menjadi bingung. Ketika ia mencoba untuk berlari ke kudanya, maka tubuhnya serasa menjadi semakin lema

nya untuk menolongnya, namun terdengar Mahisa Agni itu membentaknya, "Ken Aro

arnya yang sedang bergolak di dalam kepalaku. Aku menjadi sedemikian bingungnya men

rinya pilih tanding, kuat tanpa lawan, namun akhirnya harus mengakui, bahwa dirinya hanya seorang makhluk yang kecil. Yang hanya dapat berkehendak, bertekad dan berikhtiar. Tetapi akhirnya harus diakuinya, bahwa kekuatan dan kekuasaan yang ada di dalam dirinya

sentuh ujung panah itu, maka segera kekuatan-kekuatan yang berada di dalam tubuhnya melawannya. Tetapi Mahisa Agni bukanlah seorang yang kebal, sehingga karena itulah maka kulitnya

Agni tidak mau ditolongnya. Dengan susah payah anak muda itu berusaha bangkit dan du

rok, "kau terluka. Kau harus

kau tidak mau melihat prajurit itu melukai aku. Nah, sekarang terserah kepadamu. Apakah kau akan me

tidak ingin berbuat demikian. Aku be

kau benar melihat bahwa kebenaran telah dilanggar oleh Akuwu Tunggul A

tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Namun aku sebenarnya telah berusaha untuk setida

lemah, "Kenapa kau tidak berkelahi dengan sekuat tenagamu? Apakah kau ingin mengata

akhir, yang akan kau lepaskan dengan ilmu yang tersimpan rapat-rapat di dalam diriku. Aku hanya

mun kesempatan-kesempatan itu dibiarkannya atau dipergunakannya dengan ragu-ragu. Apalagi, ketika kemudian Mahisa Agni menatap wajah Ken Arok yang tunduk. Tampaklah bahwa kejujuran memancar dari wajah itu. Wajah yang suram, seakan-aka

i berdesis. Perlahan-l

terdengar Ken A

jawa

pasi. Tetapi di wajah itu tidak lagi terbayang kemarahan yang meluap-lua

ng dapat k

kan cara-cara untuk memberi pertolongan kepada orang-orang y

t. Ketika mereka mengangkat wajah mereka, maka mereka melihat be

iba-tiba Ken

mendengar peristiwa yang terjadi ini

kudanya. Demikian ia sampai di hadapan Mahisa Agni yang terluka itu, maka segera Witantra

yang mel

mati keberaniannya untuk tidak menuruti saja perintah akuwu seperti dirinya. Namun ia bukan seorang yang wajar untuk m

ya Mahisa Agni. Tetapi hal itu belum merupakan persoalan bagi Witantra. Dan jawaban pelayan dalam itu

a Agni berkata, "Bukan, Witantra. Bukan olehnya. Tetapi oleh prajurit yang terb

tra berdesir. Prajurit itu adalah prajuritnya. Dan dilihatnya bahwa orang itu tidak terluka

hut Mahi

"Maafkan Adi. Aku terlalu berprasangka. Memang kita kini saling berpr

mereka. Seperti Kuda Sempana, Tunggul Ametung, Mahisa Agni, Ken Arok, Witantra dan para pengikut yang lain. Mereka tidak tahu pasti, apakah yang sebenarnya dilakukan oleh ka

Mahisa Agni. Tiba-tiba ia menjadi terkejut, ketika dilihatn

tra. Mahisa Agni mengangguk. Sekali lagi ia b

a. Kemudian katanya pula, "Anak

" minta Ma

erada di tempat itu. Dan tanpa ditanya, mereka tela

k-hentak punggungnya. Bahkan hampir-hampir saja ia mengeluh untuk mengurangi rasa sakit. Namun untunglah, bahwa daya tahan tubuh Mahisa Agni benar-benar mengagumkan. Sehingga

an pertolonga

Agni me

wa Wiraprana ke Panawijen. Mungkin di rumahnya akan kita

enar bahwa yang dimaksud adalah Mahisa Agni. Karena itu, maka Mahisa Agn

a ini berdua,"

lakangnya. Dengan sobekan kain Mahisa Agni maka Ken Arok mencoba untuk me

a luka Mahisa Agni tidak menjadi bertambah parah karena darah yang terlalu banyak

engejutkan penduduknya. Beberapa orang yang mendengar derap kuda,

Derap kakinya menghentak-hentak tanah yang keras, dan menimbu

takutan, dan dengan serta-merta mereka berlari-larian pula. Tetapi ketika kuda-kuda itu memasuki halaman, maka di halaman itu ma

lemahnya di hadapan Ken Arok. Segera mereka menjadi cemas. Mula-mula mereka

ikian kuda-kuda itu berhenti, demikian Ken Arok melonca

ang luka itu. Dan tiba-tiba saja ketegangan halaman itu dipecahkan oleh jer

rnya terasa seakan-akan menjadi ke

teriak kepada salah seorang

nak muda itu pada selembar tikar. Emban tua itu menjadi sedemikian cemasnya, sehingg

ni," bertanya

rsenyum, jawabnya, "Ak

ter

nkan emban tua itu Mahisa Agni berkata kepada Ken

ngguk kaku. "T

jadi semakin cepat mengalir dan bibirnya bergerak-gerak t

danya, dan dituangkannya kepada mulutnya, maka t

nal obat untuk luka ini,

Tumapel. Dan kini orang itu datang kembali membawa Mahisa Agni. Apalagi ketika ia melihat Witantra yang b

r dari mata perempuan tua yang menangisi Mahisa. Agni Karena itu ia berkata, "Bibi, semuanya nan

eorang yang dapat memberikan obat kepada beberapa jenis penyakit, namun reramuan obat untuk luka-luka ia ada menyimpannya

pa tetes air. Dan dengan obat itulah kemudian luka Mahisa Agni diobati. Ternyata obat itu pu

masih saja berdiri di halaman. Mahisa Agni yang lemah itu pun mencoba mengangkat kepalanya. Ketika terpandang olehnya

hingga ia tidak dapat berkata apapun. Baru sesaat kemudian ia berkata, "Kau terlambat datang

" sahut Ma

n yang berada d

Agni me

h yang terj

Ken Arok. Sehingga Ken Aroklah yang menjawab, "Agni terluka karen

g telah meluk

dak melukai Mahisa Agni, namun ia bertempur pula melawan anak muda itu. S

tantra. Katanya, "Seorang prajur

m. Kemudian terdengar ia bergumam "Mereka

engan serta-merta ia bertanya "Apakah telah terjadi pemb

ling ke halaman. Ditatapnya beberapa orang yang tegak di baw

"siapakah yang terbunuh?

ampas segenap perhatiannya sehingga ia tidak sempat untuk memperhatikannya, selain berdesis menahan sakit yang menghentak-h

ing itu?" tiba Mah

diri dan berjalan perlahan-lahan naik ke pendapa. Wajahnya yang say

sabar, "siapakah yang terbaring di ha

Biarlah ia terbaring di halaman.

a? Si

apra

nak muda itu. Meskipun perasaan itu telah menyentuh ha

samb

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka