Terima Kasih atas Luka yang Kau Berikan, Mas!
n tadi. Kini harus ditambah lagi, saat aku menerima perlakuan dari Mas Bram di mana aku har
begitu erat seperti enggan melep
ji, aku tidak akan mengulangi semua ini lagi, ini yang tera
i sepertinya benar-benar telah mati untuknya, sehingga semua kini terasa begitu hambar, tak ada lagi rasa kecewa, sed
dak kau lepas saja aku? Kenapa tidak kau ceraikan saja aku? Agar kau bis
masa depan anak-anak kita. Tolong Adek pikirkan baik-baik dan aku juga berjanji, aku tidak akan pernah mengulangi perbuatan ini lagi. Aku khilaf, Dek. Aku benar-benar khilaf, aku berjanji untuk saat ini dan seteru
aku. Namun, tak satu pun dari perkataannya yang berhasil me
minta untuk aku yang memikirkan masa depan kita, masa depan anak kita? Terus ..., selama ini apa yang kamu
ankan karena aku yakin ia pasti tidak mau jika aku benar-benar pergi meninggalkan dirinya dan membawa Karin
-satunya di keluarga Mas Bram. Ia merupakan anak tunggal, sehingga jika bukan dari dirinya, maka dari
" Hanya kata itu yang
langsung bergerak dan melangkah menuju ke dekat lemari untuk mengambil pakaian yang ak
ndi mengenakan pakaian di dalamnya. Aku tidak ingin Mas Bram bisa bebas melihatku bergant
dang duduk di pinggir tempat tidur dengan mengacak-acak rambutnya. Ia terlihat seperti
elanjutkan langkah menuju ke dapur berencana ingin
mengajak Karina jalan-jalan di luar. Anggap saja sebagai pene
jalan malam ini? Horeeee .... J
h dulu mendengar kata-katanya barusan, sehingga ia berteriak k
an bahan-bahan yang hendak kumasak ke tempatnya semula. Kemudian a
r lalu aku lanjut duduk dan melipat pakaian tersebut. Hanya memisahkan beberapa pakaia
mu. Namun, dengan segera aku mengalihkan pandanganku dengan cara menyibukk
alam lemari, tiba-tiba aku merasakan Mas Bram berjalan mendekat
seperti ini." ujarnya sembari m
anya akan sia-sia. Semua perkataanku hanya seperti kaleng rombeng yang ditendang ke sana ke
ngga kami. Apapun yang ku katakan semuanya seolah-olah tak berarti, tak pernah didengarkan, bahkan t
memelukku semakin erat. Namun kenapa, aku tak lagi bisa merasakan kehangatan hatiku sep
isa hanyalah sebatas tuntutan kewajiban semata, bukan lagi atas dasar cinta karena rasa itu telah berubah menjadi hambar dan melua
demi Karina. Demi kebahagiaan Karina. Karena aku belum sanggup untuk mel
ingga aku benar-benar siap dan meminta Karina un