Terpikat Pesona Tuan Remington
nan. Merasa sesak karena kesunyian yang menyelimuti, tangan William bergerak menuju head unit dan menyalakan musik. Setidaknya nyanyian seseorang yang William hanya tahu nama dan wajahnya cu
api dia berubah pikiran. Mengingat banyaknya kenangan bersama sang mantan kekasih di sana membuat William sering kali terbayang wajahnya. Dia tidak ingin membayangkan wajah itu, rambut pi
t masih kosong. William mengembuskan napas lega dalam hati. Dia harus mencari hotel lain kalau tidak ada kamar kosong di sini. Tangan William bergerak memutar set
eberapa orang yang berlalu-lalang di lobi mengenakan pakaian mewah dan topeng. Jelas sekali mereka orang-orang yang menghadiri
kata resepsionis setelah Wi
i resepsionis dapat memastikan kalau kartu yang William berikan tidak palsu. Selepas membayar biaya hotel dan mendapatkan kunci kamar berbentuk k
ju. Ketika LCD menunjukkan angka tujuh, lift berdenting dan pintu lift terbuka, menampilkan dua orang berbeda jenis kelamin yang menempel satu sama lain lalu terkejut k
sebentar sebelum kembali memperhatikan LCD. Sekilas sudut matanya menangkap gerakan dari perempua
nutupi seluruh wajahnya kecuali mata kanan, tidak aka
ar William tempelkan di kenop pintu hingga berbunyi 'bip' lalu membuka pintu. Kamar luas berisi satu ranjang ukuran paling besar yang sedikit tersembunyi, satu set sofa di ten
jas lalu menyampirkan jas itu ke lengan sofa. Dasi yang sejak tadi melekat kuat di kerah kemejanya menjadi pilihan keduanya. William mendudukkan tubuhnya di sofa panjang. Matanya terpejam
pnya sembari mel
a William melihat tanda-tanda kehidupan darinya. Sejak tadi perempuan yang ikut bersamanya dari gedung di mana acara lelang
an itu selama beberapa detik
ergetar. William menunggu dalam diam. Hingga beberapa menit kemudian perempuan itu masih saja tidak melakukan apa yang William perintahkan dan membuat
mata meleleh membasahi wajah perempuan itu. "Bukan aku
ena terus-terusan digigit dengan kencang. Kedua tangan perempuan itu mencengkeram celana hitam milik William sambil terus mengucapkan kalau dirinya tid
t jelas wajah perempuan itu. Alis hitam tebalnya, bulu mata lentik yang basah oleh air mata, iris abu-abu yang menyimpan beribu macam k
menggigit bibirnya. "K
tidak menampakkan ekspresi apa pun. "Setela
lliam ada benarnya. Tidak mungkin lelaki itu akan melepaskan dirinya begitu saja setelah mengeluar
rawan," lirih perempu
m mendengus. "Kamu
yang masih setia berlutut dan menunduk itu. Perasaan tidak tega sedikit mengetuk pint
beberapa detik kemudian semb
rangkat, menatap William yang meletakkan rompi di lenga
belas kasihan. Selama beberapa detik mereka hanya bertatapan tanpa m