Rahasia Cinta Aileen
ana keadaan
u kabar baik darinya. "Saat ini pasien sudah melewati masa kritis. Untuk beberapa hari ke depan kami akan m
kurl
sien yang terdiri dari sepasang suami ist
kita bicara
U. Sedangkan wanita muda tak bergeming. Matanya berkaca-kaca menatap laki-laki yang terbarin
ng "Kamu harus sembuh, Bagas,"
a dengan tatapan penuh amarah. Dia mengepalkan buku-buku jem
*
kh
ekan pinggang kirinya untuk m
n kantong es. Setelah itu ia tidak mengingat apapun lagi. Matanya berat, begitu m
uk apa aku bangun sepagi ini? Toh, ti
enganggu dan membuatnya memutuskan untuk bangun. "Sepertinya aku harus ke ru
n terkejut dengan wajahnya sendiri. Pelipisnya membiru dengan be
r di malam Halloween," guma
*
u timbul perasaan mual dan muntah," tanya dokter t
k ragu. 'Kenapa
merah seperti dar
untuk memeriksa langsung apa warna kotoran yang
mperbaiki sikapnya begitu melihat k
tikan sedetil itu," sahutnya sa
n medical check up?" Lanjut sang d
aan dokter. Ia mencoba mengingat-ingat kapan t
gitu bermurah hati untuk melakukan medical check up karyawan setiap tahun dan Aileen
un yang l
a lagi tak percaya. Seolah pengakuan Aileen meru
akinkan sang dokter. "Iya.
da melakukan pemeriksa
bah dua kali lipat. "Kenapa? Ap
ini adalah kanker perut." Dokter menarik nafas panjang, matanya menatap pasie
ali ini? Mengapa dalam dua hari, ma
asien mendaftarkan d
, bergerak cepat menggiring Aileen keluar ruangan
*
anya bahkan dia juga tidak mengukur berapa jarak yang telah ditempuhnya semenjak keluar dari rumah sakit. Pikiran
u buruk tapi juga tidak baik. Stadium berapapun akan berbahaya bila
ua matanya, bagaimana Ayah bertarung melawan ganasnya kanker perut yang menggerogoti tubuhnya. Hari demi hari
akukan sekarang? Aileen tak
*
nya kamu p
uami istri yang menyambut
in kamu ke kantor tapi mereka
aki-laki yang berdiri
u mengajak ka
Aileen dengan
i teman Bapa
A .
kaget karena Aileen tiba
menganggu hidupku?" Sentak Aileen. Kali ini ia benar-benar tidak sang
bu akan berhenti
ini, semarah apapun gadis itu, dia hanya akan bersikap dingin dan ketus tapi ti
amu k
berlari ke dalam rumah dan kemba
no. Ia takut melihat wajah mengerikan
main dengan benda
njang dan melengk
galkan Ayah untuk ku, gajiku setiap bulan, pesangon dan
au itu, kita bicara baik-
icarakan. Semuanya sudah selesai, k
pergelangan tangannya. Darah memercik
n takdir dan nasib hidupnya yang berak
*