HILDA PERAWAN TUA
ersadar dari lamunanku. Cepat
akan di rumah saja) aku menyimpa
-baik saja." Tersenyum ke arah Pak
engan pikiran masing-masing hingga
an saya tadi, Bu Hilda? Mau
saya pikirk
jus mangga dan menyedo
Edi mengetuk-ngetuk meja dengan jari-jari tangannya, tak
ya harus berpikir matang-matang
u. "Usia Bu Hilda sudah m
berdiri dan mengambil tas di atas meja. Hatiku teri
rumah, bukan apa-apa, namun aku kuatir Emak se
a sedang duduk bersantai di ruang tengah. Saat meli
. Suamiku sudah di PHK dari perusahaannya, jadi aku tak tahu harus kem
kalian tinggal di sini, biar aku bisa dekat sama keponakanku. Oya, dim
ur, Mbak, mungkin ke
ya, sudah bau keringet." Aku tertawa
mbangunkan ku yang baru saja tertidur beberapa menit. Aku membuka mata, menggeliat untuk melenturkan otot-otot k
jaan dapur selalu aku yang melakukannya, aku tak tahu apa alasannya, mungkin saja Emak merasa canggung karena Risa sudah menikah, atau mungkin Emak tak
at-alat masak di dapur, akhirnya aku bisa me
atas piringnya, sementara Risa sibuk me
aku belum menyuapi Emak. Baiklah, aku akan menyuapi Emak dulu. Tangan ka
dan aku mulai menyuapinya. Beruntung, Emak ta
Setelah makan aku segera membersihkan meja makan dan ku
g, Dafa agak rewel." Ujar Risa sambil mengambil s
aku bisa sendiri kok."
buat Dafa? Aku sudah tak punya uang, ta
nak aktivitasku yang
ti aku kirim k
a berjalan menghampi
tahun itu memang sangat lucu, dan ah, seandainya saja aku sudah berkeluarga, mungkin aku pun akan di karuniai anak selucu itu. Namun sayangnya, aku masih jug
mu tadi dengan Pak Edi?" Tany
ada yang istimewa." Jawabku sa
menerima l
up udara sebanyak-banyaknya, seakan sudah
ggi, karirnya bagus dan uangnya banyak, menurut Emak, kamu pantas
rempuan yang mempunyai karir tinggi. Maksudnya, takut ia tersaingi gitu lho Mbak, laki-laki kan selalu ingin di hargai, mereka mengutamakan harga dirinya, jadi menurutku, kalau
kukan apa. Usiaku sudah sangat mapan, dan mungkin sebentar lagi aku akan menopou
iti hati perempuan lain." Aku berujar cepa
kin aku pun tak akan terima jika suaminya menikah la
kamu punya anak, maka terima saja lamaran Pak Edi sebelum kamu men
ahu segalanya tentang jodohku?" Aku berdiri meninggalkan Emak dan Ri
tak tahan dengan semua ini, ingin rasanya aku bersimpuh di
buah mimpi. Bergegas aku mengambil wudhu, menghadap pada sang maha segala
ku rebahkan tubuhku di atas ranjang dan beb
hampir seluruh bagian bumi. Di antara terangnya cahaya matahari, semburat wajah tampan menyembul dari situ, menghampiriku yang sedang dilanda g
iri, berusaha menafsirkan mimpi yang datang dalam sekejap waktu tersebut. Kata orang tua, bila seorang perempuan bermimpi melihat m
arena aku terlalu memikirkan tentang jodoh?" Aku bergumam sendiri. Sejenak aku m
*
waban tentang pertanyaanku waktu itu?" P
ah mempuny
igami, saya bisa cukup adil membagi waktu untuk kedua is
ma perempuan, saya tidak mau menya
i setuju dengan keputusan saya untuk menika
nya tak mungkin ada perempuan yang rela di
lah, nanti akan saya pertemu
ngah aku hadapi sekarang. Sepintas, aku teringat mimpiku sem
eri Bapak?" Cetusku, ingin segera tahu apakah p
Saya akan pertemukan kalian b
asih tak percaya dengan
tas ujian dan di taruhnya di atas meja kerja seorang dosen. Ia menoleh pad
ang mahasiswaku di sana. Ku tekan tombol berg
el? K
saya ke rumah
ya ada p
in saya bicar