HILDA PERAWAN TUA
tungku berdetak kencang. Semilirnya angin d
erempuan dengan perawakan yang agak gendut. Pak Edi dan isterinya
uah senyum dari Pak Edi membuatku salah tingkah. Kulirik per
pada Mama." Pak Edi memulai percakapan,
menggenggam erat tanganku dengan sebuah senyuman ya
kan, saya
a." Aku kembali duduk, berusaha untuk mengimbangi degup jantungku yang semakin kenca
menyugar rambutnya dengan optimis. Wajahnya begitu bahagia, ia melihat aku dan
Bu Miska tersenyum, hanya sebentar, lalu memalingkan mukanya menatap bunga-bunga taman ya
ujuan Papa menga
ah, Mam
pasti akan menyayangi Mama sama seperti ia menyayangi saudaranya sendiri, iya kan Bu
buah perbuatan yang sama sekali di luar keinginanku.
anya. Kini mataku fokus pada Bu Mi
n tatapannya dari bunga itu. Ia kembali menatap
puluh l
Aku semakin gerogi, seandainya aku punya kemampuan untuk menghilang, mungkin akan aku lakuk
menikah, ia dan suaminya kelak bisa sama-sama menjaga Ibunya yang sedang sakit. Jadi beban Bu Hilda sedikit berkurang," Terang Pak Edi, ia seolah-olah telah b
" Bu Miska me
tubuhku walaupun kulihat Bu Miska tak sekalipun menampakka
edang bermekaran. Dengan malas, ia melepaskan genggaman tangan suaminya.
enikahi Bu Hilda? Papa janji, Papa akan bersikap adil pada kalian berdua." Tanya Pa
get. Wajahku mendongak menatap Bu Miska, menelisik raut wajahnya, berusaha mencari arti dari raut itu. Namun B
saya?" Pak Edi melihatku, harapannya sudah melambung tinggi. Mulutnya terbu
ndakku. Aku teringat usiaku yang sebentar lagi pasti akan menopouse. Dan aku tak tahu ba
iam terus, saya anggap Ibu telah meneri
iya,
menerima la
seharusnya aku berikan. Sejujurnya aku tak mencintai Pak Edi, namun aku butuh pria ini untuk menyenan
ia bak menemukan durian jatuh. Aku menyambut tangannya untuk bersalaman denganku. Dan tanpa sengaja,
" Bu Miska tersenyum k
gnya mesra. Bu Miska hanya terdiam di perlakukan seperti itu oleh suaminya. Di menit b
pamit
nyaku heran. "Di sini saj
kalian," Bu Miska berbicara agak serak. Dengan tergesa ia berjalan berusaha menj
membalikkan badannya dan menghentikan langkahnya. Namu
isteri Bapak?" Aku menoleh pada Pak Edi y
atir, ia hanya memberi kita waktu untuk m
mendengar ucapan dari mulut Pak Edi. Aku se
nang dan sebahagia itu. Bisakah aku menarik ucapanku s
unggu oleh sopir pribadi kami di pojok taman itu untuk pergi arisan di rum
lepas dari kondisi Bu Miska. Benarkan Bu Miska b
n. Tak baik lho calon pengantin banyak melamun." Pak Edi mengangkat sebelah alisnya b