Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Nona, Nyonya telah mengatakan bahwa Anda akan mendapatkan imbalan sebesar dua puluh milyar rupiah jika Anda bisa melahirkan seorang bayi laki-laki, dan tujuh milyar jika Anda melahirkan seorang bayi perempuan." Kata Wanita tua itu dengan nada yang lembut.
"Baiklah." Ningsih Ambarita menganggukkan kepala, sebagai tanda persetujuan atas pernyataan wanita tua itu.
Saat ini, dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain menerimanya Ia sangat membutuhkan uang untuk dapat melunasi tagihan rumah sakit ibunya, sedangkan terhadap biaya operasi ibunya yang sangat mahal, Ayahnya, Karam Ambarita, tidak memberinya sedikit pun bantuan, pria itu tidak peduli sama sekali.
Ningsih sangat emosi, tetapi dia juga tidak bersedia untuk menyerah, sehingga ia memutuskan untuk tidak akan lagi memohon bantuannya. Merasa terdesak oleh keadaan, Ningsih hanya bisa meminta bantuan kepada pacarnya, Christian Yap, akan tetapi ia malah mendapati bahwa kekasihnya itu telah berselingkuh dengan saudara tirinya, Fanny Ambarita.
Ketika seseorang sedang dalam kesialan, Itu akan menggiring seseorang untuk mengambil sebuah keputusan yang drastis, ibaratkan minum air dingin juga bisa mencekik gigi
Dengan semua kejadian itu, Ningsih hanya dapat mencibir, sepatah kata pun tidak terucap, membanting pintu dan melangkah pergi menjauh dari pria itu.
Petir menyambar dan langit bergemuruh seakan mengerti akan penderitaan yang saat ini dirasakannya. Tidak lama kemudian, disertai dengan rintik hujan yang deras, baju tipis yang saat ini dikenakannya pun mulai basah oleh air hujan.
Ketika orang lain di sekitarnya berlari untuk mencari tempat berteduh, hanya dirinya tetap berjalan di bawah hujan, seakan sebuah jiwa yang berkelana, tanpa memiliki tujuan.
"Nona!" Seseorang memanggilnya.
Ningsih berbalik, dan ia melihat seorang wanita tua yang tidak di kenal.
Ia mengangkat tangan untuk menyeka hujan dari wajahnya dan menghampiri wanita itu "Nyonya, ada apa?"
"Nona, Aku hanya ingin menanyakan, berapa umurmu?" Wanita tua itu kemudian meraih tangannya dan berjalan ke sebuah beranda kafe teh susu.
Ia mengamati Ningsih dengan teliti, di matanya muncul sebuah cahaya yang penuh kegembiraan
"Umur saya sembilan belas tahun," ucap Ningsih dengan jujur.
"Begitu!" Wanita itu berhenti sejenak. "Nona, aku tadi melihatmu berjalan sendirian di tengah hujan yang sangat lebat, dan aku merasa bahwa sepertinya kamu sedang menghadapi banyak masalah. Apakah kamu baik-baik saja?"
Ningsih akhirnya tidak bisa menahan tangisannya ketika wanita tua itu bertanya kepadanya. Beberapa saat kemudian, Ningsih menangis dengan tersedu-sedu.
"Ibuku mengalami sebuah kecelakaan mobil sepuluh tahun lalu. Saat ini, beliau dalam keadaan koma, dan beberapa organ tubuhnya mengalami kegagalan, harus segera membutuhkan operasi, sedangkan saya tidak punya uang... Saya..." Ningsih tidak mampu melanjutkan kata-katanya, ia hanya dapat menangis. Ia merasa dirinya seakan tidak memiliki harapan lagi untuk dapat menyelamatkan ibunya.
"Itu hanya masalah uang. Nona, jangan bersedih, kamu tak perlu khawatir seperti itu." Kata wanita itu sambil menepuk punggung Ningsih, berusaha menenangkannya. "Aku memiliki sebuah cara supaya kamu bisa menghasilkan uang, hanya saja, tidak tahu apakah kamu bersedia?" Wanita tua itu dengan ragu berkata.
Asalkan saya bisa menghasilkan uang itu sudah bagus, asalkan ada uang......
Ningsih meraih tangan wanita tua itu dengan penuh semangat, "Nyonya, selama saya bisa menghasilkan uang, apapun bisa saya lakukan."
Wanita itu hanya tersenyum mendengar tanggapan penuh semangat dari Ningsih. "Cara mendapatkannya sangatlah sederhana. Kamu akan mendapatkan uang yang kamu butuhkan, jika kamu melahirkan seorang anak dari tuan mudaku." Wanita itu menatap Ningsih. Nona, apakah kamu bersedia?"
Ningsih tertegun sejenak, dan mengigit bibirnya dan menganggukkan kepala.
Ia sangat jelas tahu bahwa apa artinya memiliki anak di usianya yang masih sembilan belas tahun. Jika orang mengetahui tentang hal itu, reputasinya jelas akan hancur. Namun, ia masih sangat jelas dengan situasinya saat ini, jika ia tidak setuju, maka ia akan kehilangan ibunya.
Harus memilih antara keselamatan ibunya dan reputasi dirinya, Ningsih lebih memilih kehilangan reputasinya.
Mendapatkan persetujuannya, wanita itu kemudian membawa Ningsih ke sebuah rumah mewah.
"Nona, mandilah terlebih dahulu, sebentar lagi tuan muda segera datang. Wanita tua itu menyerahkan sebuah gaun tidur sutra kepada Ningsih. "Tuan akan segera tiba."
Ningsih bergegas menenangkan pikirannya "Baiklah, Nyonya."
Wanita tua itu menepuk pundak Ningsih dengan ringan dan tersenyum. "Kamu tidak perlu khawatir. Tuan muda adalah seorang pria yang baik. Dia akan memperlakukanmu dengan baik malam ini."
"Baiklah. terima kasih." Meskipun Ningsih telah setuju, namun hatinya tetap merasa dirinya sangat gugup dan jantungnya berdetak
"Ingatlah untuk mematikan lampu kamar setelah kamu selesai mandi," perintah wanita itu kepada Ningsih, kemudian wanita tua itu pergi keluar.
"baik." Ningsih masuklah ke kamar mandi dan mandi dengan cepat.
setelah memakai baju tidur, Ia dengan gemetar berjalan keluar, dengan patuh berbaring di tempat tidur, dan memadamkan lampu.
-
Bagaimana menggambarkan suasana hati Ningsih saat ini?
Ia merasa dirinya seolah-olah seekor hewan ternak yang telah dijual, dan sedang menunggu untuk disembelih. Ia bahkan bisa mendengar jantungnya berdetak dengan cepat dan tidak beraturan.
Waktu terasa seolah berhenti. Tidak terasa beberapa jam telah berlalu, akhirnya pintu kamar itu dibuka oleh seseorang dari luar.