/0/15094/coverorgin.jpg?v=e47e40b3c69070a2e7c84429b1b2df6d&imageMogr2/format/webp)
Hart mulai sadar perlahan membuka mata, tapi pandangannya terhalang selembar kain hitam yang menutup wajahnya.
Hart mencoba menggerakkan tangan kiri guna melepaskan kain yang menghalangi, tetapi tak bisa. Pergelangan tangan kirinya terikat pada sebatang tiang kecil, begitu juga dengan tangan kanan pria kidal itu.
Bukan hanya tangan, ujung kedua kakinya yang mengangkang juga terikat. Hart yang mulai sadar dengan keadaan dirinya mencoba berteriak. Namun, tindakan itu sia-sia, ada lakban hitam yang melekat erat pada mulutnya mencegah ia melontarkan teriakan.
Hart meronta, berusaha melepaskan tubuhnya yang terikat.
"Huuustt, tenanglah anak muda," pinta seseorang pria yang menjaganya di ruangan itu.
"Hmmm ... hmmm." Hart ingin mengatakan sesuatu.
"Tenangkan dulu dirimu! Percayalah kami tidak akan menyakitimu," kata pria penjaga seraya mendekati tubuh Hart yang diikat diatas ranjang mewah.
Melihat keadaan tawanannya mulai tenang, pria penjaga itu melepaskan kain yang menutupi wajah Hart dan menarik paksa lakban yang melekat di mulutnya.
Kini Hart dapat melihat pria umur 40-an dengan setelan rapi mengenakan jas hitam berdiri di samping ranjang tempat ia terbaring.
"Namaku Ali, Kau pasti haus." Pria itu menyuguhkan segelas air putih pada Hart untuk diteguknya.
"Saya sarankan agar kau menghemat suaramu, tidak akan ada yang mendengar teriakanmu di tempat ini, permisi." pamitnya setelah memberikan peringatan halus pada tawanannya.
Ribuan pertanyaan melayang di dalam kepala Hart, mencoba mengingat kembali setiap kejadian sebelum ia berada di tempat itu.
"Dia sudah bangun," bisik Ali pada seseorang yang sedang menikmati segelas anggur di ruangan tengah. Wanita muda itu adalah Veronica Diarliana-atasannya.
"Beri aku privasi untuk malam pertamaku," ungkap Liana.
"Permisi." Ali pamit dengan sopan.
Hart menoleh, ia mendengar suara langkah kaki perlahan mendekat. Pintu terbuka diikuti wanita dengan mantel tebal melangkah masuk.
"Kau?" lirih Hart.
Liana tersenyum tipis, menutup pintu tanpa berpaling. Melangkah pelan mendekati ranjang sambil melepaskan mantel tebalnya, lekuk indah tubuhnya tampak samar dari balik gaun tipis yang ia kenakan. Hart langsung memalingkan pandangannya.
Liana merangkak anggun di atas ranjang mendekati tubuh Hart lalu duduk di atas perut yang berbalut otot.
Jemari Liana mulai melepaskan satu per satu kancing kemeja Hart hingga tampak gumpalan otot dada lelaki itu. Jemari Liana semakin nakal, meraba permukaan kulit Hart dan sesekali meremasnya.
Hart masih diam, belum berani menatap ke arah Liana yang menindihnya. Kini dia paham tujuan tali yang melilit bagian tubuhnya.
Setelah puas bermain di area atas, Liana berbalik 90 derajat mengubah arah posisi duduknya. Hart diam-diam melirik punggung molek Liana yang sibuk melepaskan tali pinggangnya.
Libido Hart mulai meningkat saat Liana memainkan bagian tubuhnya yang paling istimewa. Seharusnya host profesional itu masih bisa menahan birahi, tapi kali ini hasratnya begitu kuat hingga tak dapat dibendung lagi.
Tubuhnya terasa panas, aliran darah berpacu dengan detak jantung yang semakin kencang, seluruh indra semakin peka. Hart merasakan sensasi kenikmatan yang berlebihan pada salah satu bagian tubuhnya.
"Lepaskan ikatannya," pinta Hart.
Liana tersenyum mendengar permintaan Hart, ia tahu jika tawanannya itu mulai hanyut dalam permainan nakalnya. Liana yakin jika cairan yang di tambahkan Ali ke dalam minuman Hart mulai bekerja.
Liana hanya melepaskan pengikat pada salah satu tangan Hart lalu berbaring dan membiarkan Hart melepaskan sisanya.
Hart kemudian berbaring menyamping di sebelah tubuh Liana, menatap wajah Liana sambil mengelus rambutnya lalu mulai mencumbu lembut batang leher Liana.
Tangan kiri Hart perlahan menarik turun tali gaun Liana, lalu meremas lembut gumpalan daging kenyal yang tergantung bebas, berlanjut meraba turun dan berhenti pada area yang mulai basah di antara kedua paha Liana.
Suhu terasa semakin panas, Hart melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh indah Liana hingga tak tersisa sehelai pun.
Dengan celana sedikit melorot, Hart melancarkan serangan pamungkasnya dengan dorongan yang sangat lembut.
"Pelan-pelah, akh ...." Liana mendesah saat benda keras menyentuh permukaan kulitnya yang paling sensitif.
"Akhhh ... aaakh," desah panjang Liana, tubuhnya menggeliat, jemarinya meremas seprai.
Sebuah sensasi kenikmatan dirasakan Liana untuk pertama kalinya, rasa nikmat bercampur rasa nyeri dan ngilu.
Hart terus melakukan gerakan yang sama, bibirnya tak bisa berhenti beraksi, mencium, melumat, dan menghisap bagian tubuh Liana.
Lelaki yang semula terkesan terpaksa, kini justru menjadi penguasa yang mengendalikan permainan birahi di atas ranjang. Sentuhannya lembut, tapi tepat sasaran, gerakan pinggulnya pelan dan satai dengan irama tetap.
Tidak ada tindakan kasar atau beringas seperti singa kelaparan yang menerkam mangsa. Semuanya dilakukan sangat lembut dalam diam, tapi hal itu justru mempercepat perjalanan Liana untuk sampai ke puncak.
"Aaakkhhhh, sesuatu ... keluar, aakhhh." Liana mendekap tubuh kekar Hart, pelukan yang begitu erat diikuti cairan kenikmatan yang meluncur deras, bagaikan mata air mengalir membasahi sungai yang kering.
Liana mencapai puncak lebih awal. Sensasi itu kembali terulang hingga tiga kali.
Kini giliran Hart, seluruh kenikmatan berkumpul pada satu titik, dorongan gairah semakin kuat menuju klimaks. Hart bisa merasakan carian kental mengalir deras pada saluran kecil. Akhirnya, dengan otot yang mengeras dan urat yang tertarik, pemuda itu menembakkan peluru kejantanan beberapa kali di atas perut liana.
Hart langsung menjatuhkan tubuhnya di samping Liana, wanita itu juga terkapar lemas setelah proses pendakian yang cukup panjang.
"Apa yang telah kulakukan?" gumam Hart seakan menyesali perbuatannya.
"Heii, tolong jelaskan maksud semua ini!"
Hart menatap benci pada wanita di sampingnya. Setelah bertahun-tahun dia bekerja sebagai host profesional, baru kali ini ada wanita yang berani memperlakukannya sampai sejauh itu.
Meski pekerjaan Hart memang untuk menyenangkan hati para pelanggan wanita, tapi bukan berarti dia bisa seenaknya dijadikan pemuas nafsu bagi tamu-tamunya.
"Surat perjanjiannya akan menjelaskan semuanya padamu, jadi diam dan tidurlah," lirih Liana yang terbaring lemas dengan mata terpejam.
"Huh! Perjanjian?" Jawaban Liana justru mengundang pertanyaan baru di dalam kepala Hart.
"Kau berisik sekali! Diamlah atau keluar dari kamar ini, tapi jangan berpikir kalau kau bisa kabur dariku."
/0/8442/coverorgin.jpg?v=67c43030a924acfd093bc5b5eaff6630&imageMogr2/format/webp)
/0/3162/coverorgin.jpg?v=f8eaf9aefdfac947cf8917763edefae1&imageMogr2/format/webp)
/0/4690/coverorgin.jpg?v=2fae2cc3e37acb4056733c88185c4d51&imageMogr2/format/webp)
/0/27627/coverorgin.jpg?v=cceed6c9095742d7fde0699b0a5f3796&imageMogr2/format/webp)
/0/6219/coverorgin.jpg?v=25d7b7bc72f275a510b245e01d1a69b1&imageMogr2/format/webp)
/0/27566/coverorgin.jpg?v=019b554df9721f5834e9576d6f181d4a&imageMogr2/format/webp)
/0/16564/coverorgin.jpg?v=1fea2c047e0199e457c5dfea4689e55f&imageMogr2/format/webp)