/0/23359/coverorgin.jpg?v=6cc1c8db761967eeaa4c45bc90ba2de5&imageMogr2/format/webp)
Alunan musik DJ memekakkan telinga Meira yang tengah duduk sembari menikmati vodka yang ia pesan. Duduk di bartender dengan suasana hati yang sedang kacau.
“Raffael gila! Kalau emang udah gak mau sama gue, gak usah nikahi gue. Bangsat!”
“Woah!”
Meira terkejut kemudian menoleh ke samping kiri di mana seorang lelaki yang jauh lebih muda darinya duduk.
“Boleh duduk di sini?” tanya Daniel, pria berusia dua puluh empat tahun.
Meira mengangguk canggung. “Kamu sudah duduk.”
“Kenapa dengan Raffael?” tanyanya sembari meneguk vodka milik Meira. “Daniel. What’s your name?”
Meira menaikan kedua alisnya. “Kamu … ingin kenalan denganku? Tampangnya masih muda, tapi malah menggodaku.”
Daniel terkekeh pelan. “Gak masalah, kan? Gak ada yang larang pun. Dulu juga pernah heboh. Anak remaja menikahi nenek-nenek tua.”
Meira tertawa kemudian menyurai rambut panjang nan lebat miliknya itu. “Lucu juga,” ucapnya dengan pelan.
“Namanya siapa, Mbak?” tanyanya lagi sembari menerbitkan senyumnya.
Meira menoleh dan menatap lelaki itu. “Bisa temani aku malam ini?”
“Sure! Sampai pagi pun aku siap, Mbak cantik. Asalkan beri tahu dulu, nama kamu siapa.”
“Meira. Meira Maurent.”
“Nama yang indah, Mbak Meira.”
Meira mendehem pelan. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Daniel?”
Pria itu mengedikkan bahunya. “Mumet, dengar orang tua berantem terus tiap hari. Tapi, gak pernah mau pisah. Dengan alasan anak. Padahal aku sendiri masa bodoh, mau mereka pisah pun itu bukan urusanku.”
Meira manggut-manggut dengan pelan. “Butuh penghiburan, dong?”
“Bisa jadi. Thanks for your drink. Aku ambilkan yang baru.” Daniel lalu memanggil sang barista untuk mengambilkan satu botol vodka dan satu gelas untuknya.
“So! Siapa Raffael?” tanyanya ingin tahu.
Meira menuangkan minuman itu ke dalam gelas miliknya. “We are will married, but … dia menghamili wanita lain. Yang ternyata akulah, selingkuhannya.”
“Oh my God. It’s so hurt.”
“Ya. Aku harus menghadapi orang tuaku dan mengatakan yang sebenarnya. Pernikahan itu batal dan aku, jadi single lagi.”
Daniel menatap wajah Meira dengan lekat. “Tapi, raut wajahmu tidak memperlihatkan jika kamu menyesal, telah berpisah dengannya. Why?”
Meira mengusapi ceruk lehernya kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Bisa pesan kamar sekarang juga?” pintanya kemudian.
Daniel menaikan alisnya sebelah. Tampak dari raut wajahnya jika perempuan itu sudah terpengaruh oleh minuman.
“Okay!” ucapnya kemudian menyunggingkan senyum dan memesan kamar untuk membawa perempuan ini ke sana.
‘So funny. Maybe, dengan cara ini, dia bisa melupakan lelaki itu,’ ucapnya dalam hati.
“Di mana, Bro?” Ezra—sahabat dengan Daniel menghubunginya.
“Bar, dekat dance floor. Ada yang lagi butuh pelampiasan. Cantik, dan menggemaskan.”
“Hah? Gila lo! Mentang-mentang baru putus, udah dapat mangsa lagi aja. Gak usah ngadi-ngadi kalau cuma buat pelampiasan nafsu doang, Daniel.”
“No, no, no! Tentu saja bukan. Kali ini gue serius. She is so cute, and … beautiful. Dan umurnya kayaknya lebih tau dia. And i like a old women.”
Ezra tertawa di seberang sana. “Okay, okay. Dari dulu juga lo gak pernah pacaran sama yang lebih muda dari elo. Have fun. Jangan lupa besok main basket.”
Daniel menutup panggilan tersebut kemudian menatap Meira kembali. “Mei?” panggilnya kemudian.
Meira menoleh kemudian tersenyum miring. “I wanna play tonight. Kepalaku, ough! Pening sekali.” Meira memegang kepalanya kemudian menggembungkan pipinya.
“Aku ambil kunci kamarnya dulu,” bisik Daniel tepat di telinga Meira.
Ia kemudian beranjak dari duduknya dan pergi menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar yang sudah ia pesan.
Tak lama setelahnya, ia menarik tangan Meira dan membawanya ke dalam lift menuju lantai dua.
Di dalam club yang cukup gelap tak bisa melihat dengan jelas, wajah cantik wanita itu. Namun, akhirnya Daniel bisa melihat wajah Meira setelah masuk ke dalam lift.
“You look so beautiful, Meira. Kamu harus jadi milikku,” gumam Daniel sembari mengusap bibir merah Meira.
Perempuan itu menoleh pelan. Wajah Daniel sudah berbayang ia lihat. Kepalanya sudah benar-benar pusing akibat alkohol yang ia minum tadi.
Sesampainya di dalam kamar. Daniel langsung meraup bibir perempuan itu dan menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
“Eumph! Slow down,” pinta Meira kepada Daniel.
/0/12594/coverorgin.jpg?v=f8b750192ac445b9d9c4e3d44ed27a7c&imageMogr2/format/webp)
/0/18348/coverorgin.jpg?v=1729054788651b817a74fd99fd5a9ea1&imageMogr2/format/webp)
/0/2418/coverorgin.jpg?v=20250120162413&imageMogr2/format/webp)
/0/29987/coverorgin.jpg?v=ae31e45a1e39dad40e590c256c3a2bf9&imageMogr2/format/webp)
/0/22074/coverorgin.jpg?v=e6b46ac5ab16233aaabafa2e85524ace&imageMogr2/format/webp)
/0/17239/coverorgin.jpg?v=fb9051abfe928fe97b10451bd3259ec7&imageMogr2/format/webp)
/0/27008/coverorgin.jpg?v=20251106164844&imageMogr2/format/webp)
/0/5626/coverorgin.jpg?v=79f5e94995c9ef2e0230aa95e6050667&imageMogr2/format/webp)
/0/15994/coverorgin.jpg?v=20240327141414&imageMogr2/format/webp)
/0/5983/coverorgin.jpg?v=6f6e63590595f6e14b3827c458936f00&imageMogr2/format/webp)
/0/27041/coverorgin.jpg?v=7b74931a9c037a360dd277c6141a658b&imageMogr2/format/webp)
/0/27352/coverorgin.jpg?v=20251106165039&imageMogr2/format/webp)