Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Part 1
“Ananda Devandra Abiansyah saya nikahkan engkau dengan putri saya Adiba Syafira dengan mas kawin uang 100 juta rupiah dibayar tunai,” ujar Ayah Dani.
“Saya terima nikah dan kawinnya Adiba Syafira untuk saya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” Devan dengan lantang mengucapkan ijab kabul di depan penghulu dan di saksikan oleh semua tamu undangan yang hadir di acara pernikahannya.
“SAH….”
Adiba yang baru saja selesai dirias oleh mua, menoleh ke pintu kamar yang sedikit terbuka, samar-samar ia mendengar suara ayahnya yang sedang melaksanakan ijab kobul.
Bagai tersambar petir, itulah yang Adiba rasakan ketika ia mendengar suara mikrofon menggema memenuhi seluruh penjuru gedung yang megah ini menyebutkan nama Devan sebagai calon pengantin laki-laki yang akan menikah dengannya.
Terkejut, kecewa dan marah, hanya itu yang sekarang Adiba rasakan. Kini semuanya telah terjadi, ijab kabul sudah selesai dilaksanakan dan sekarang Devan sudah sah menjadi suaminya.
'Ya Allah, apa yang terjadi? Kenapa suara itu bukan suara Mas Riza dan nama laki-laki itu juga bukan ...,' gumam Adiba.
Jantung Adiba berdetak sangat kencang, setelah ia mendengar kata sah sangat jelas di telinganya. Adiba segera berlari keluar kamar dan menuruni tangga dengan sangat terburu-buru, ia ingin segera memastikan apa yang baru saja didengarnya.
Berbagai macam pertanyaan memenuhi isi kepala Adiba, air mata yang sedari tadi ia tahan agar tidak pecah, akhirnya tidak bisa di bendung lagi, ketika netranya menyaksikan sendiri kalau Devanlah yang sedang menjabat tangan ayahnya, bukan Riza orang yang sangat ia cintai.
“Berhenti!” teriak Adiba, setelah ia sampai di meja tempat Devan dan ayahnya melaksanakan ijab kobul.
Semua yang ada di sana menoleh pada Adiba, tatapan bingung dan terkejut terlihat jelas di wajah para tamu undangan yang melihat kedatangannya.
“Adiba!” Ayah Dani menghampiri putrinya.
“Kenapa bisa jadi seperti ini, Ayah? Di mana Riza? Kenapa Devan yang ada di sini?” tanya Adiba.
Rentetan pertanyaan yang sedari tadi ada di benak Adiba, akhirnya lolos dari bibirnya, bersamaan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.
“Sayang, dengerin penjelasan Ayah dulu, Nak!” Ayah Dani meraih tangan Adiba.
“Penjelasan apa, Ayah?” Adiba terisak.
Hati Adiba benar-benar hancur, ia benar-benar kecewa kepada ayahnya, bahkan ia tidak mengerti kenapa bisa Devan yang menikah dengannya.
“Kenapa kamu ada di sini Devan? Kemana Mas Riza?” Adiba menoleh pada Devan yang ada di samping ayahnya.
“Sabar, Nak! Jangan seperti ini, Adiba! Jangan merusak hari bahagiamu, Nak!” Bunda Ririn mencoba menenangkan putrinya itu. (Bundanya Adiba)
Adiba menatap Bundanya, terlihat air mata bunda juga sudah membasahi wajahnya.
“Bunda bilang Diba harus sabar, iya? Bunda tau enggak apa yang sekarang Diba rasakan? Diba kecewa pada kalian semua!” sarkas Adiba.
Dada Adiba kini terasa sangat sesak, ia juga merasakan sakit ketika mengingat betapa teganya mereka melakukan semua ini kepadanya.
“Ikut saya, kita bicara di kamar! Saya akan menjelaskan semuanya,” Devan menarik tangan Adiba menuju kamar tempat di mana tadi Adiba menunggu kedatangan calon pengantin laki-laki.
Adiba mengikuti langkah Devan tanpa penolakan sedikitpun, rasa sakit semakin terasa ketika ia mengingat kalau laki-laki yang kini ada di depannya dan sedang menarik tangannya adalah suaminya.
Di kamar, Devan masih belum juga membuka suaranya, padahal sudah hampir sepuluh menit ia dan Adiba berada di sini. Devan hanya terdiam dan menatap Adiba yang semakin terisak, ia benar-benar bingung harus mulai darimana menjelaskan semuanya pada Adiba.
“Jelaskan semuanya, Devan!” pinta Adiba.
“Baik, Mbak! Saya akan menjelaskan semuanya," ujar Devan, "tapi, saya mohon, setelah Mbak tau yang sebenarnya, kita harus tetap melanjutkan pernikahan ini,” pinta Devan memohon.
Adiba menyernyitkan dahinya, mendengar permintaan Devan barusan, membuat ia merasa bertambah kesal. Bagaimana bisa ia harus melanjutkan pernikahan ini dengan laki-laki yang tidak pernah ia cintai sama sekali, bahkan ia tidak pernah berpikir untuk menikah dengannya.