Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Betty POV
Aku tahu dia akan segera kembali, jadi mendesak Ethan untuk mengenakan kembali pakaiannya. Aku merapikan rumah secepat mungkin agar tidak meninggalkan jejak apa pun, kemudian mendorong Ethan pergi melalui jendela.
"Cepat keluar." Aku mendesak Ethan agar bergegas.
Ethan menyampirkan jaket di bahunya, mengambil sebagian dari barang bawaanku dan melompat keluar jendela. "Sampai jumpa malam ini! Sayang!" Dia melambaikan tangannya padaku.
Aku lega saat melihat Ethan berada jauh dari rumah suamiku. Dalam batinku, aman!
Ethan adalah kekasihku. Dia berusia 24 tahun, memiliki paras yang tinggi, tampan dan seorang yang memiliki pekerjaan mengabadikan tubuh manusia. Yah, sebenarnya dia adalah seorang fotografer yang mengkhususkan diri pada foto telanjang wanita di atas 40 tahun. Begitulah bagaimana aku mengenalnya, yaitu dengan pergi ke studionya untuk foto telanjang.
Usiaku 17 tahun lebih tua darinya. Ya, usiaku 41 tahun, tapi aku masih memiliki paras yang cantik dan terlihat masih seperti gadis berusia 25 tahun. Aku tidak tahu di mana hubunganku dan Ethan akan berakhir nantinya. Aku hanya tahu jika dia bisa membawaku meninggalkan lubang neraka ini, rumah di mana aku tidak bisa mendapatkan respons emosional yang positif. Mungkin aku bisa kembali dan tinggal bersama dengan orang tuaku, tapi kemudian aku ingat jika mereka sama sekali tidak menyukaiku.
Kira-kira sekitar jam 7 malam, dia seharusnya sudah pulang kerja. Mungkin dia menjemput Carl, putranya yang pulang dari pesantren setiap hari Jumat. Dia akan pulang setengah jam lagi. Sebelum pergi, aku ingin bertemu dengan anakku untuk sekali lagi.
"Oh sial, siapa yang meletakkannya di sini" Aku mendengar suara yang familier mengerang. Begitu berbalik, aku melihat suamiku tersandung botol anggur yang tergeletak di ruang tamu.
Sial! Kenapa dia kembali begitu cepat kali ini. Mana Carl?
"Carl pergi ke rumah temannya malam ini." Dia melihat keraguanku, jadi menjawab tanpa aku menanyakan.
Aku berjalan mendekat, mengambil botol anggur yang tergeletak di lantai dan membuangnya ke tempat sampah di sebelahnya.
“Betty? Apa kamu minum sebanyak itu lagi?” kata suamiku ketika dia melihatku. Dia menyipitkan matanya dan mengamati seluruh tubuhku.
Aku benar-benar tidak ingin berada di bawah atap yang sama dengannya.
“Mau kemana?” Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari jika aku akan pergi jauh. Dia mulai berjalan ke arahku, memperebutkan tas ransel yang sudah aku kemas sebelumnya. Dompetku terjatuh dan aku belum sempat mengambilnya. Aku mendorongnya menjauh, melangkahkan kakiku keluar tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
Aku berjalan lebih cepat dan lebih cepat lagi, berbelok di tikungan, menoleh ke belakang untuk memeriksa apakah suamiku mengejarku, tapi aku menabrak papan reklame yang keras.
Tanpa dilebih-lebihkan, aku merasa seperti akan mengalami gegar otak.
Aku mengusap sisi kepalaku, meringis kesakitan, mundur selangkah ke belakang dan melihat ada sedikit noda darah di papan reklame.
“Apa kamu baik-baik saja? Aku baru saja melihat jika kamu menabrak papan reklame itu.” Sebuah suara datang dari belakangku. Aku dikejutkan oleh kehadiran seseorang di belakangku. Tumitku berputar sangat cepat, yang membuatku kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Pada saat ini, sepasang lengan besar dan kuat melingkari tubuhku dan menstabilkanku.
Saat mendongakkan kepalaku, aku melihat pria tampan yang pernah aku lihat sebelumnya. Rambutnya berwarna coklat tua dan sedikit keriting. Dia memiliki dagu yang tegas dengan sentuhan janggut dan bibir penuh. Dia tampak seperti berusia 30 tahunan dan memiliki tinggi lima sentimeter di atasku. Ototnya besar dan kuat. Sosoknya terlihat sangat tampan.
Dia menatapku, menjulurkan lidahnya dan menjilat bibirnya. Melihat itu, bibirku juga sedikit terbuka.
“Apa kamu baik-baik saja?” Melihatnya, suasana hatiku tiba-tiba membaik dan aku mengangguk cepat.