Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Yahh kasian! Kamu enggak punya orang tua kan? Makanya ngambil raport sendiri," ujar salah seorang anak sambil menatap remeh gadis kecil yang menunduk di hadapannya.
"Dia itu punya mama-papa tapi, mama-papanya sibuk sama adik-adiknya," sahut teman di sampingnya. Sedangkan, 'dia' yang disebut tetap diam menunduk.
"Iya, makanya kamu jangan nakal. Jadinya mama kamu lebih sayang sama adik kamu."
"Mama kamu enggak sayang kamu, ya? Kasian!"
"Ayo, jangan main sama anak nakal."
Mendengar kata 'nakal' gadis kecil ini itu tak terima dan mulai menangis. "Hiks, mama aku sayang aku! Aku enggak nakal hiks," balasnya dengan sesenggukan. Dia benci dihina, dia sangat benci dicaci tapi, dia nggak tahu harus apa. Bahkan mamanya saja lebih sayang adiknya dari pada dia.
"Mama bohong hiks, mama bilang mama bakal datang hari ini tapi, mama malah nggak dateng. Aku benci dibohongi! Aku benci!" lirihnya dengan emosi.
Akhirnya, gadis kecil itu pulang ke rumahnya. Ia membawa rapotnya dan sertifikatnya yang tertera tulisan 'peringkat dua' di sana. Harusnya, dia senang karna bisa membuat mama-papanya bangga. Namun kini, dia sedih karena mamanya tidak datang mengambil rapotnya.
"Assalamualaikum, Lai pulang!" teriak gadis itu. Biasanya mamanya akan menghampirinya, tapi ini tidak ada tanda-tanda mamanya ada di rumah.
"Mama!" teriaknya lagi.
"Sini dek di dapur ada kakak, kakak lagi masak," ucap seseorang dari arah dapur kala mendengar Lai berteriak.
Lai celingak-celinguk, ia datang menghampiri kakaknya dan bertanya, "Mama mana, Kak?"
Sang kakak menghampiri Lai, melihat mata sembab Adiknya. "Kamu nangis? Kenapa?" Ia mengusap rambut adiknya dengan lembut. Lai yang ditanya malah semakin menangis.
"Mama mana?!"sentaknya.
"Astaghfirullah! Kamu kenapa? Mama sama papa pergi ke rumah Tante Dina, Tante Dina lahiran dek."
"Mama tadi bohong dan sekarang mama ninggali Lai. Mama jahat! Mama lebih sayang adek, mama lebih sayang tante. Mama jahat kak, mama jahat!" Lai menghentakkan kakinya, lalu meninggalkannya kakaknya menuju kamarnya.
"Mama bohong! Mama nggak ambil rapot Lai. Papa juga bohong, pergi nggak ajak Lai. Tante juga, katanya mau ajak Lai kalo lahiran, tapi mana? Semua bohong! Lai benci bohong! Lai benci semuanya! Lai benci!"
Gadis itu menangis, tak mengeluarkan suara lagi. Mungkin sudah lelah, karena dari tadi dia sudah menangis lama, dia beranjak ke kasur motif angsanya dan mulai tertidur. Gadis itu meringkuk di bawah selimutnya. Perlahan kelopak matanya mulai terpejam.
"Kamu enggak boleh dihina, kamu anak pintar. Kamu harus kuat, kamu enggak akan bisa lagi dibohongi. Kamu pasti bisa semangat." Suara itu, suara bisikan yang terdengar asing di telinga Lai. Lai tidak tau itu bisikan dari siapa. Yang pasti, bisikan itu membangkitkan sesuatu di dalam diri Lai.
***
Dua anak kecil sekitar umur sembilan tahun sedang mengobrol di taman main.
"Aku kemarin dengerin mama baca koran, katanya ada psikopat," ucap salah satu anak berambut panjang digerai, dengan bando sebagai aksesorisnya.
"Hush, kamu diam!" sarkas kasar salah satu anak lain yang berambut pendek. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga anak berambut panjang tadi. "Kamu tau nggak kenapa aku selalu ikut Eja ke mana-mana? Eja nyuru apa pun aku turutin?"
"Enggak tau, emang kenapa?" tanya anak itu penasaran, sambil memperbaiki bandonya yang miring karna ulah temannya.
"Dia itu psikopat. Jadi kalo kamu mau selamat, kamu harus nurutin semua kemauan dia, kalo engga dia bakal bunuh kamu!"
"Aku nggak mau dibunuh," gumam anak itu.
Tiba-tiba seorang anak laki-laki datang dengan kacamata hitam melekat di matanya. "Heh kalian! Lagi ngapain aku mau jajan kalian ikut nggak?"
"Ayo kita ikut! takut dia marah," ucap anak berambut pendek.
"Iya ayo." Mereka berlari menuju laki-laki berkacamata itu. "Kamu kalo butuh aku bilang aku nggak akan nolak."