Alana, perempuan yang pernah memiliki rasa trauma dengan seseorang di masalalunya, kini kembali menjalin hubungan dengan seorang laki laki bernama Alfiyan, yang tak lain adalah teman baiknya. Awalnya hubungan keduanya baik baik saja, hingga kedatangan mantan Alfiyan kembali menganggu kehidupanya. Ara mencoba masuk ke dalam hubungan mereka, membuat kerentanan di antara Alfiya dan Alana. Apakah keduanya bisa mempertahankan hubungannya atau malah sebaliknya?
Sebentar lagi senja akan pergi dari tempat singgahnya, berganti malam dengan meninggalkan sejuta kenangan di dalamnya. Bintang di ujung sana sudah menampakkan dirinya dengan cahayanya yang remang, namun Alana masih terlihat duduk di antara terumbu karang sembari menikmati semilir angin yang menerjang rambut panjangnya.
Alana terlihat enggan berdiri untuk sekedar menepikan dirinya dari kerasnya ombak yang menerjangnya. Dari kejauhan seorang laki laki berjalan ke arah Alana, dengan senyumnya yang manis ia menepuk pelan pundak Alana. Merasakan kehadiran seseorang, Alana lantas menoleh ke belakang lalu tersenyum ketika mengetahui laki laki itu adalah Alfiyan.
"Ayo pulang, Na," ucap Afiyan dengan nada pelan, namun masih bisa di dengar oleh Alana.
"Gue masih mau di sini," jawab Alana dengan menatap mata Alfiyan.
Alfiyan menghela napas, tapi mengiyakan kemauan Alana, kemudian ia mendudukkan dirinya di samping Alana.
"Al," panggil Alana dengan pelan.
"Kenapa, Na?" jawab Alfian sembari menoleh ke arah Alana.
"Lihat deh!!" teriak Alana, salah satu tangannya menunjuk bintang di atas langit, "Bintangnya cantik."
"Iya, cantik kayak lo." Alfiyan menjawab sembari mengusap lembut kepala Alana. Alana yang mendengar jawaban dari Alfiyan hanya tertawa kecil, lalu ia menyahut dengan suara pelan.
" Iya, gue tau gue cantik, Haha."
"Nggak jadi cantik dehh," ujar Alfiyan.
"Ihh, Al kok jahat sih," kesal Alana, lalu ia kembali menatap bintang bintang itu. Tangannya menunjuk salah satu bintang di ujung sana.
"Lo tau itu nggak? Bintang di ujung sana namanya apa?" tanyanya kepada Alfiyan yang berada di sampingnya. Alfiyan mengikuti arah telunjuk Alana, lalu melihat bintang yang di maksud olehnya.
"Enggak, emangnya namanya apa?" jawabnya dengan pandangan yang masih menatap bintang itu.
"Namanya atakoraka. Gue suka bintang itu." Alana menurunkan tangannya, pandanganya fokus pada bintang di atas langit ujung sana, "Meski bintang itu menjadi bintang paling redup di antara bintang lainnya, tapi setidaknya bintang itu tetap bertahan di naungan bumantara."
Alfiyan yang mendengar perkataan Alana, lantas bertanya kepadanya.
"Karna apa? Lo itu aneh, masih banyak bintang yang lebih bagus dari itu. Ada bintang paling terang seperti sirius atau capella, tapi kenapa lo malah suka sama atakoraka?"
Alana menatap Alfiyan, keduanya kini saling berhadapan. Tatapan mata Alana begitu lirih, ia kemudian mengalihkan tatapanya ke laut lepas.
"Karna bintang itu kayak gue. Gue layaknya bintang itu, Al. Gue hidup di bumi, gue ada di naunganya. Tapi, sebagai seorang manusia yang tinggal di semesta ini, gue ngerasa nggak ada apa apanya. Nggak ada satupun yang melihat ke arah gue, nggak ada orang yang mengakui keberadaan gue di sini. Gue itu kayak ada tapi tiada."
Alana berhenti berbicara sejenak, lalu mengusap air matanya yang tiba tiba saja mengalir di pipinya. "Gue itu perempuan yang selalu ngerasa kesepian, tapi gue berusaha tetap ada di bumi ini. Gue bertahan untuk tetap hidup di dunia ini, meski pada akhirnya nanti gue akan nyerah sendiri kalau gue udah capek sama keadaan."
Tanpa di sadari air matanya kembali mengalir di pipinya, namun kali ini lebih deras dari sebelumnya. Alfiyan masih setia mendengarkannya berbicara, lalu dengan cepat ia membantu mengusap air mata di pipi Alana. Dengan kedua tangannya Alfiyan menggenggam salah satu tangan Alana.
"Jangan ngomong kayak gitu, Na. Gue nggak suka. Kalau lo ngerasa nggak ada yang mengakui keberadaan lo, lo salah besar. Gue selalu ada buat lo, jadi tolong jangan pernah ngerasa kesepian," ujar Alfiyan.
Alana melepas tangannya dari gengaman Alfiyan, ia menatap lekat mata laki laki di depannya itu.
"Tapi itu faktanya, Al. Selama ini nggak ada orang yang bener bener ada buat gue."
"Gue ada di sini buat lo, Na. Kalau lo lagi ada masalah cerita aja ke gue. Gue siap jadi pendengar lo, Na."
Alana tidak menanggapi perkataan Alfiyan, pandangannya lurus ke depan.
"Udah ya, Na. Jangan sedih sedih lagi," ucap Alfiyan sembari mengusap pelan pundak Alana.
Kini keduanya saling diam, menikmati sunyinya suasana di laut itu yang hanya ada mereka berdua dan beberapa pengujung saja. Senja sudah tenggelam dan langit sudah terlihat gelap, bintang remang remang itu semakin banyak bertaburan di hamparan cakrawala memberi kesan sempurna di laut itu. Beberapa menit kemudian Alfiyan berdiri, lalu mengajak Alana untuk pulang. Keduanya lantas pergi meninggalkan laut bersama kesunyiannya.
Alfiyan mulai menaiki motor sportnya, ia melajukan motornya dengan Alana yang berada di belakangnya. Sekitar 30 menit, motor Alfiyan berhenti di sebuah rumah split level dengan desain mezzanine. Alana turun dari motor Alfiyan, ia melepas helm yang di kenakannya lalu memberikanya kepada Alfiyan.
"Makasih, Al. Udah nganterin gue pulang," ucap Alana sembari tersenyum.
"Iya sama sama, Na," jawab Alfiyan, lalu menyuruh Alana untuk segera masuk ke dalam rumahnya.
"Buruan masuk rumah gih, ntar lo masuk angin," ucapnya di sertai tawa kecil. Alana ikut tertawa, lalu ia melambaikan tangannya kepada Alfiyan dan berjalan pelan meninggalkan Alfiyan yang masih setia memperhatikanya. Di rasa Alana sudah benar benar masuk ke dalam rumahnya, Alfiyan bergegas pergi dari sana.
"Udah pulang Kak, dari mana?" tanya mama Alana ketika mendengar suara pintu terbuka.
"Umm, dari laut Ma," jawabnya lalu menutup pintu itu.
"Sama Alfiyan lagi?"
"Iya, Ma." Alana menjawabnya singkat.
Mama Alana hanya mengangguk pelan, lalu ia menyuruh Alana ntuk makan malam, "Makan dulu sana, udah Mama siapin nasi goreng ikan asin kesukaanmu. Habis ini langsung tidur, jangan bergadang terus!"
Alana tidak menjawab, namun langkahnya menuju ke arah meja makan dan langsung makan nasi goreng buatan mamanya itu. Setelah menyelesaikan makan malamnya, Alana bergegas menuju kamarnya lalu mematikan lampu dan segera berbaring di kasur untuk mengistirahatkan tubuhnya.