Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
All About Safira

All About Safira

Yaya_Chomel

5.0
Komentar
48
Penayangan
4
Bab

Safira seorang gadis yatim piatu di hadapkan pada pilihan, harus menggugurkan kandungnya dan terus melanjutkan studinya atau membesarkan janin yang dia kandung dan berhenti mengejar impiannya. Sedang Arfan, pria yang membuatnya hamil tidak mau bertanggung jawab, pria itu meminta Safira menggugurkannya, bagi pria itu masa depan adalah yang terpenting. Dan di pernikahannya selama dua tahun belum di karuniai anak. Apakah yang akan terjadi saat Arfan bertemu dengan anak kecil dan memanggilnya Mama?

Bab 1 Bertemu Alfiandra

"Maaf aku belum bisa ngasih kamu keturunan, Fan," ucap seorang wanita yang saat ini sedang berada di pelukan Arfan Maulana sang suami dengan berurai air mata.

"Ssttt, sudahlah Mayang jangan bersedih seperti ini," Arfan mencoba menghibur Mayang sang istri.

"Tapi mama sangat ingin, Fan!" sentak Mayang frustasi, menarik tubuhnya dari dekapan Arfan.

"Apa kau tahu? Mama sering memandang anak-anak kecil yang lewat di depan rumah dengan sayang. Mama begitu bahagia saat melihat mereka, tapi langsung sedih saat ada ibu-ibu yang seumuran mama mengendong anak kecil," Mayang bercerita sambil menatap sang suami.

Arfan hanya menghembuskan nafas pelan, "lalu kita harus apa? Bukankah kita sudah periksa dan kita semua normal," Arfan masih mencoba menghibur Mayang, di tariknya kembali istri tersayangnya kedalam dekapannya.

Pikiran Arfan melayang pada beberapa tahun lalu, "Arfan, aku hamil," ucap seorang gadis berseragam putih abu-abu, mata gadis itu sembab.

"Bagaimana kalau kita gugurkan saja, kita sebentar lagi lulus sekolah dan aku belum siap menjadi ayah," jawab Arfan pada gadis itu.

"Aku juga masih harus kuliah dan meneruskan cita-citaku," sambung Arfan seraya memegang kedua bahu gadis itu.

"Kamu jahat, ternyata kamu hanya ingin menikmati tubuhku saja. Aku menyesal pernah mencintaimu!!" pekik gadis itu lalu menepis tangan Arfan yang memegang kedua bahunya, kemudian gadis itu berlari dan menangis meninggalkan Arfan yang merasa bimbang.

Tok tok tok, suara pintu di ketuk dari luar. Membuyarkan lamunan Arfan dari gadis masa lalunya. Gegas Mayang menghapus airmatanya dan mengurai pelukan itu, dan berjalan kearah pintu lalu membukanya. Nampak sosok gadis belia di depan Mayang, gadis itu terlihat menunduk.

"Ya?" tanyanya pada asisten rumah tangganya, "itu ada telepon dari teman non Mayang, tadi telepon keponsel non katanya ngga aktif," jawab art yang bernama Nia, Mayang mengangguk lalu berjalan kearah tempat tidur dan mengambil ponselnya.

Mayang mengeceknya lalu menepuk keningnya pelan, dia lupa punya kebiasaan saat mengecas ponsel pasti dia matikan. Mayang menoleh kearah Nia yang sedang memperhatikan suaminya.

Mayang tahu dan sering memergoki gadis itu selalu mencuri pandang pada suaminya, Mayang akui, Arfan sosok pria yang tampan memiliki mata hitam tubuh yang atletis, wanita mana yang tidak tergoda, pikir Mayang.

"Eheemm," Mayang berdehem membuat Nia salah tingkah, kemudian berjalan mendekat, tangannya sibuk menyalakan ponselnya, sementara matanya sesekali melirik kearah pria yang berstatus suaminya sedang memegang ponsel.

"Bilang ke temen saya kalau saya akan telepon dia lewat ponsel," kata Mayang pelan mencoba menetralkan desir rasa cemburu dan kesal saat art-nya menatap suaminya. Nia adalah anak mbok Sum salah satu art di rumah ini, Nia datang ke kota setelah lulus sekolah dan berniat mencari kerja.

Oleh ibunya, mbok Sum, Nia di minta tinggal sementara di rumah ini sampai anaknya mendapatkan pekerjaan. Tapi sudah izin terlebih dahulu pada majikan mbok Sum, beruntung mereka baik jadi Nia di izinkan tinggal sementara di rumah ini.

Nia gegas turun dan setengah berlari menuruni tangga, karena letak kamar mereka berada di lantai dua. Jemari lentik Mayang menari dengan lincah di layar ponselnya, mencari nama seseorang yang ingin dia hubungi.

Kakinya melangkah menuju tempat tidur, bibirnya tersenyum saat mendapati sang suami yang sedang menatap dirinya.

"Aku mau keluar sebentar, jemput mama," pamit Arfan yang kemudian berdiri dan mengecup kening Mayang, langkah Arfan terhenti kala istrinya menyebut nama seseorang.

"Safira!!!" pekik Mayang bahagia, "aku kangen, Saf," ocehnya. Tubuh Arfan membeku "Safira," cicit Arfan pelan. Nama itu mengingatkan dirinya pada seseorang.

"Tidak mungkin, nama Safira begitu banyak di dunia ini," ucap Arfan mencoba menepis perasaan ingin mengetahui sosok wanita yang istrinya hubungi.

Arfan melambaikan tangan pamit di sambut anggukan oleh Mayang, setelah itu Arfan berjalan menuruni tangga bibirnya sesekali menggumamkan nama Safira, Fia, Safira, Fia.

"Tuan Arfan," sapa Nia saat berpaprasan dengan sang majikan, kening Nia mengkerut bertanya dalam hati 'apa tuan tidak mendengar sapaanku?'

Arfan terus berjalan kearah mobilnya berada dan masih mengumamkan nama gadis masa lalunya, "semoga bukan dia," monolog Arfan, lalu menyugar rambutnya dengan gusar.

"Bagaimana keadaanmu? Apa kau menggugurkan calon anak kita?" ucapnya pada diri sendiri lalu memasukkan kunci kelubangnya dan menjalankan kendaraan roda empatnya menuju tempat sang mama berada.

Setelah memarkir mobilnya, Arfan berjalan menuju resto tempat sang mama menunggu. Di sana Arfan melihat sang mama memangku seorang anak kecil, di sebelahnya berdiri seorang wanita memakai pakaian pengasuh.

"Maaf, Ma Arfan lama," ujar Arfan setelah sampai di tempat sang mama duduk, lalu mengecup kening sang mama. Mata Arfan menatap intens anak kecil tersebut, "salim dulu sama om-nya," titah sang mama pada anak kecil tersebut.

Tanpa penolakan anak kecil itu berdiri dan mengambil tangan Arfan lalu menempelkan kekeningnya, "halo, Om," sapa anak kecil itu lalu tersenyum. Arfan mensejajarkan tubuhnya pada anak kecil itu.

Degg, 'senyum itu' batin Arfan berkata. "Om ini anak oma," kata sang mama yang bernama Fani seraya mengusap pundak Arfan, "namaku Alfiandra om," sahut anak kecil itu, "dan itu mbak Naya, teman Fian," anak kecil bernama Fian itu menunjuk wanita yang memakai seragam perawat atau baby sister.

Sedang mbak-mbak itu hanya tersenyum dan menunduk tanda pengenalan. Mata mbak Naya menatap Arfan tidak berkedip, lalu ganti menatap tuan mudanya. Tiba-tiba instingnya bekerja, namun apa mungkin, itu pikirnya.

Arfan mengangguk lalu tersenyum dan mengusap kepala Fian dengan sayang, "mamanya lagi sibuk, jadi Fian di suruh main kesini," imbuh mama Fani sambil membingkai wajah Fian. Dan memberikan kecupan di wajah mungil itu.

"Oma," rengek Fian manja, dia memang risih jika diperlakukan seperti itu. Tiba-tiba dering ponsel mbak Naya berbunyi, mbak Naya berjalan agak menjauh lalu menerima telepon tersebut

"Ya, Bu," si baby sister bicara melalui sambungan telepon pada seseorang. "Iya ini mas Fian ngga rewel kok," ucap nya pada si penelepon. Terlihat si baby sister itu hanya mengangguk kadang menjawab 'baik' kadang 'iya'.

"Sudah harus pergi ya?" tanya nyonya Fani dengan nada sendu, mbak Naya mengangguk lalu membereskan barang-barang milik Alfiandra.

"Kapan-kapan kita bisa bertemu lagi oma, iyakan mbak?" Fian beralih menatap mbak Naya, dan mbak Naya mengangguk sebagai jawaban. Nyonya Fani merogoh sesuatu di tas mahalnya, lalu tersenyum saat mendapatkan apa yang dia cari.

"Boleh oma minta nomernya mbak Naya? Nanti kalau oma rindu Fian biar bisa telepon," ujar nyonya Fani menatap Fian dan mbak Naya bergantian, lalu mengangguk.

Dengan senyum merekah nyonya Fani menyerahkan ponselnya agar mbak Naya mengetik nomernya di sana.

"Tapi jangan pagi ya oma, Fian kadang masih bobo," Fian berujar sambil terkikih, semua itu tidak lepas dari tatapan Arfan.

"Kamu belum sekolah?" Arfan menginterupsi, Fian menggeleng dan beralih pada Arfan.

"Kata mama tahun ini Fian sekolah, tadi di antar pak Mamat baru daftar, iyakan mbak?" Fian menoleh dan sedikit mendongak. Mbak Naya hanya tersenyum lalu mengangguk.

"Mas Fian yuk, udah di tunggu mama," mbak Naya mengulurkan tangan kanannya, sedang tangan kirinya menenteng barang-barang milik Fian. Gegas Fian menyambut tangan mbak Naya dan berjalan keluar.

"Tunggu!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku