Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Dengan wajah penuh keceriaan, Amora berlarian dari mulai turun dari bis hingga sampai ke depan rumahnya, tiba didalam rumah terlihat Ayahnya yang bernama Pak Billi dan Ibunya yang bernama Maria tengah duduk sambil menikmati secangkir teh hangat di ruangan televisi.
"Ayah, Ibu, aku pulang!" kata Amora.
"Mora, kau sudah pulang rupanya! Maaf ayah tidak hadir di acara kelulusan sekolahmu, ayah masih sakit Mora,"
"Iya yah tidak apa-apa Ayah, Ibu sekarang Mora sudah lulus sekolah,"
"Baguslah Mora, jadi kau bisa bantu-bantu Ibu untuk kerja cari uang kau lihat sendiri kan ayahmu sakit-sakitan terus, Ibu capek kalau hanya Ibu yang kerja sendirian untuk keluarga kita!" ujar Bu Maria.
Deg..
Padahal sudah menjadi makanan sehari-hari ucapan yang keluar dari bibir Ibunya itu selalu saja membuat hati Amora tidak nyaman, tapi kenapa kali ini Amora merasa sangat sakit sekali mendengar Ibunya meminta dirinya untuk segera bekerja, sementara kakaknya Alana Nouline tidak pernah sedikitpun diminta untuk membantu keuangan keluarga mereka.
"Bu, nanti Ayah juga sehat lagi! Biarkan saja Mora kuliah mengikuti jejak Alana,"
Ckckckck..
Terlihat tawa Bu Maria seperti setengah mengejek mendengar Pak Billi mengatakan jika Amora lebih baik kuliah.
"Ayah ini kok ada-ada saja, masa Mora disamakan dengan Lana, yah kalau Mora kuliah mau bayar biayanya pakai apa? Daun? Untuk makan sehari-hari saja kita pas-pasan, lagipula ya yah, Alana itu kan sejak kecil dapat beasiswa karena otaknya jenius, kuliah juga dia pakai beasiswa jadi tidak pernah merepotkan kita, beda dengan Amora sejak kecil kita mengeluarkan banyak biaya pendidikan untuknya!"
Jleb..
Selalu kata-kata yang bersifat merendahkan dan menyakitkan yang terlontar dari bibir Ibunya yang setiap hari didengar oleh Amora, seperti dirinya hanyalah seorang anak tiri atau seorang anak pungut yang tidak memiliki arti berharga bagi sang Ibu. Mau marah juga tidak mungkin, toh semua yang diucapkan oleh Ibunya itu seratus persen benar.
Amora tidak pernah sekalipun masuk rangking sepuluh besar sejak duduk dibangku sekolah dasar hingga SMA, sementara Alana selain dia cantik dan terkenal dilingkungan sekitar rumah dan sekolah karena prestasinya yang segudang, selalu dapat beasiswa bahkan hingga saat ini.
Bukan Amora malas dan tidak mau banyak belajar, hanya saja sejak kecil Amora fokusnya terbagi untuk mengurus rumah bersih-bersih ketika pulang sekolah, orangtuanya itu bekerja sebagai buruh di pabrik dekat rumah mereka, jadi rumah tidak ada yang merapihkan dan membersihkan jika bukan Amora. Itulah sebabnya sejak dulu mau belajar pun waktu yang dimiliki Amora terbatas dan dia selalu kelelahan akibat beres-beres rumah tanpa seorangpun membantunya.
Alana sang kakak, tidak akan mungkin mau membersihkan rumah kakaknya itu memang selalu egois dan mementingkan dirinya sendiri.
"Heh Mora, dengarkan Ibu bicara tidak?"
Lamunan tentang sikap dan perlakuan tidak adil sang Ibu terhadap dirinya, tersadar karena Bu Maria berbicara kembali.
"Mora!"
"I-iya Bu,"
"Bagaimana kau akan bekerja kan?"
"Iya Bu, secepatnya Mora akan cari pekerjaan kalau begitu Mora ke kamar dulu Yah, Bu,"
"Hmm,"
"Jangan lupa nanti habis makan cuci piring sekalian ya!"
"Iya Bu,"