Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Sekarang sudah larut malam, tidurlah."
Suara pria yang dalam dan memesona itu tiba-tiba bergema sehingga menyadarkan Megan Axelle dari lamunannya. Ketika mendongak, matanya bertemu dengan mata suaminya yang dalam dan penuh emosi yang tidak bisa dibacanya.
Megan menarik ujung gaunnya dengan gugup, jantungnya berdetak semakin cepat.
Sejak memasuki ruangan ini, dia duduk di tepi tempat tidur dan tidak banyak bergerak. Karena mempertahankan postur ini untuk waktu yang lama, punggungnya menjadi kaku. Dia bahkan belum melepas gaun pengantinnya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan atau harapkan.
Baru setelah pria itu keluar dari kamar mandi, dia sadar bahwa mereka akan menghabiskan malam pertama mereka sebagai pasangan suami istri. Malam ini tidak ditakdirkan untuk menjadi malam yang biasa.
Ketika memikirkan hal ini, seluruh tubuhnya gemetar. Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengenal suaminya dengan baik. Bagaimanapun, dia hanyalah seorang pengganti wanita lain.
Sebagai anak haram dari keluarga kaya, dia dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan pria miskin ini demi menyelesaikan pertunangan yang telah diatur oleh para tetua dari kedua keluarga.
Dia akan memperoleh mahar yang cukup besar dari pernikahan ini. Dengan uang itu, dia bisa melunasi biaya pengobatan ibunya dan adiknya bisa melanjutkan sekolah, sehingga seluruh keluarganya bisa hidup sejahtera. Seluruh beban ini diletakkan di pundaknya.
Karena menyadari bahwa hidupnya kini telah berubah, Megan menarik napas dalam-dalam dan berjalan menuju kamar mandi dengan tubuh gemetar sambil berkata, "Aku ... aku juga akan mandi ...."
Mendengar kata-kata ini, mata pria itu sedikit melebar.
Megan buru-buru masuk ke kamar mandi. Saat hendak mengunci pintu, dia baru menemukan bahwa pintu kayu yang lusuh tersebut tidak memiliki kunci. Dia pun menelan ludah. Meskipun kehidupannya sebelumnya tidak mudah, itu tidak seburuk ini.
Tidak lama kemudian, air mata menggenang di matanya. Dia ingin menangis dan menumpahkan kekesalannya, tetapi, dia hanya bisa berdiri di kamar mandi untuk sejenak dan tidak berani melepas bajunya.
Pria di luar sepertinya mengerti apa yang sedang dipikirkannya, jadi dia berkata dengan suara yang dalam, "Aku akan keluar untuk merokok, tenang saja."