Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Dikejar Oleh Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Jangan Main-Main Dengan Dia
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Pole dance atau tari tiang semakin digandrungi oleh wanita-wanita urban atau yang hidup diperkotaan. Penggemarnya sudah berambah ke berbagai latar belakang, mulai dari artis, pilot, hingga ibu rumah tangga. Tari tiang ini adalah bagian dari sebuah olahraga senam yang mengandalkan kekuatan otot dalam menopang tubuh di sebuah tiang. Tapi kali ini Emily telah menggabungnya menjadi sebuah olahraga yang menarik banyak perhatian mereka semua.
Emily sedang melakukannya. Ya, tarian yang ia berikan terkesan sangat vulgar dan juga seksi, tapi ia masih tetap menggunakan pakaiannya itu. Walaupun hanya sebatas crop top dan juga rok mini saja.
"Lihatlah, ia sangat seksi sekali. Siapa namanya?" tanya seseorang yang saat ini sedang mengisi sebuah kursi VVIP yang tepat berada di hadapan Emily. Tapi, wanita itu tak mendengarnya karena masih sibuk dengan pekerjaannya itu.
Pria berkepala plontos itu menoleh ke arah Emily dan tersenyum, "Oh, dia adalah Emily. Ya, aku akui bahwa wanita itu sangatlah seksi sekali. Ia bahkan memiliki banyak penggemar di club malam ini."
Pria itu tersenyum saat mendengar jawabannya, "Emily.. nama yang indah untuknya."
"Kau benar sekali, Tuan," jawab pria berkepala plontos itu kembali.
Pria matang berusia 30 tahun dan memiliki paras wajah bak dewa Yunani itu kerap kali membuat pengunjung club malam itu merasa iri karena semua hal yang ia miliki. Kedua sorot matanya pun tajam dan berwarna hazel. Rambut cokelatnya itu juga berhasil membuat ketampanannya meningkat. Ia masih menonton Emily hingga semuanya terselesaikan. Bahkan, kedua rekannya itu masih saja mengomentari Emily yang terkesan sangat seksi itu. Ia hanya tersenyum sambil terus menikmati semuanya malam itu.
Setelah penampilannya selesai, wanita itu pun tersenyum kepada para pengunjung dan setelah itu pergi berlalu dari atas panggung. Ia bahkan tak sempat untuk melihat ke semua pengunjung itu, selain gelap, tentu saja karena ia merasa cukup lelah untuk malam ini.
"Kau sangat luar biasa," goda Sandra, managernya itu. Bahkan ia selalu hadir ketika Emily tampil. Penampilannya memang selalu di tunggu-tunggu oleh mereka semua.
Emily tersenyum dan menerima air mineral pemberian dari Sandra, "Terima kasih, kau sangat tahu jika aku sedang merasa haus."
"Kau ini, aku adalah managermu, jadi wajar sekali aku mengetahuinya," ujar Sandra seraya terkekeh.
Satu hal lainnya adalah, ketika Emily tampil di atas panggung perdananya itu, ia tentu saja selalu menggunakan topeng hitam untuk menutupi setengah wajahnya saja. Itu karena ia tak ingin jika semua orang yang datang mengetahui siapa dirinya sebenarnya.
"Ini, kau memang luar biasa," ujar Sandra yang memberikan sebuah amplop putih yang sangat tebal.
Emily tersenyum saat mendapatkannya. Tentu saja, satu kali tampil ia telah berhasil mendapatkan $2000 dan itu sangatlah banyak untuknya.
"Senang bekerja sama denganmu. Kalau begitu aku permisi dulu," ujar Sandra dan setelah itu pergi berlalu dengan perasaan yang sangat senang. Tentu saja karena komisi yang ia dapatkan sangatlah banyak sekali.
Emily tersenyum dan setelah itu mengganti pakaiannya. Bagaimana pun juga ia harus kembali pulang sebelum pukul 1 dini hari. Apalagi kali ini ia merasa cukup lelah akibat tak banyak beristirahat belakangan ini.
Ia melirik ke arah arlojinya itu, ternyata saat ini waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Masih ada waktu untuk mengganti semua pakaiannya saat ini sebelum kembali pulang.
***
Emily membuka kedua matanya secara perlahan saat ia mendengar teriakan dari Rose, saudara perempuannya itu.
Rose sudah menikah sejak satu tahun yang lalu, tapi sampai saat ini mereka masih belum dikarunia seorang anak. Entah kenapa, mungkin menurutnya karena di antara mereka berdua tak memiliki banyak waktu untuk 'membuatnya' sehingga pikir-pikir ada benarnya juga. Apalagi Rose adalah salah satu wanita sosialita yang sangat gemar menghabiskan uang setiap waktu.
Tak munafik, Emily juga seperti itu, tapi perbedaannya adalah ia yang sangat suka bekerja terlebih dahulu sebelum berbelanja atau pun sebagainya. Tapi tidak dengan Rose, ia masih bergantung pada kedua orang tuanya dan juga suaminya yang sangat kaya raya itu.