Berkisah tentang perjuangan seorang pemuda bernama Astra yang masuk kemiliteran hanya untuk mencari kekasihnya yang diculik oleh tentara musuh dimasa lalu, ia berharap dari ribuan misi yang akan ia jalani kelak membawa dirinya ke hadapan sang kekasih. Tempat dimana pertumpahan darah menjadi arena pencarian cinta, ikuti kisah lengkapnya hanya disini. Cerita ini akan terhubung dengan beberapa novel yang akan segera rilis juga, jadi jangan sampai ketinggalan agar mengetahui sebab akibat dari semuanya ini.
Pada tahun 2047 sebuah perusahaan teknologi bernama Nedloop berhasil membuat sebuah jiwa buatan dengan kecerdasan buatan modern sebagai dasarnya, perusahaan ini menanamkan kecerdasan buatan yang telah mereka buat tersebut ke dalam sebuah tubuh manusia organik berjenis kelamin perempuan yang di beri nama Assic.
Perusahaan Nedloop di bawah kendali orang yang telah menciptakan Assic, memerintahkan seorang pria manusia murni bernama Sastro untuk menikahi Assic yang merupakan seorang manusia dengan jiwa buatan, dari pernikahan mereka tersebut lahirlah lima orang anak laki-laki yang akan menjadi generasi pertama dari keturunan Assic yang di juluki manusia campuran.
Namun, Assic dan para keturunan-nya tersebut memiliki suatu kekuatan yang tersembunyi, para manusia campuran ini dapat dengan mudah memanipulasi atom dan molekul di udara dengan mengeluarkan gelombang otak yang tinggi untuk menciptakan suatu wujud materi entah itu sebuah pedang atau bahkan api, para keturunan Assic semuanya memiliki kemampuan ini, tetapi hanya Assic dan kelima generasi pertamanya saja yang dapat mengendalikan semua elemen di semesta dan kekuatan itu di sebut sebagai kekuatan sihir.
Beriring berjalan-nya waktu para manusia campuran telah mengisi populasi sebanyak empat puluh tujuh persen dari total keseluruhan populasi umat manusia yang kala itu memiliki populasi sebanyak sepuluh milyar manusia, dengan peningkatan populasi tersebut para manusia murni mengalami ketakutan akan kemampuan yang di miliki para manusia campuran, karena hal tersebut membuat ketakutan akan manusia campuran timbul di hati para manusia murni, sebab rasa yang mengancam membuat para manusia murni dengan mudahnya mendiskrikinasi para manusia campuran hanya dengan alasan perbedaan.
Bertahun-tahun para manusia campuran mengalami penindasan yang menyakitkan hanya karena suatu perbedaan membuat para manusia campuran merasa geram dan melakukan perlawanan kepada para manusia murni, pemberontakan tiap pemberontakan terjadi di hampir seluruh negara di dunia, dari berawal demo biasa menjadi menguasai sebuah kota, dari sebuah kota berhasil menguasai satu kabupaten sampai, akhirnya semua negara di bumi runtuh membuat bumi terbelah menjadi dua wilayah kekuasan dengan wilayah selatan yang di huni para manusia murni di bawah pemerintahan Federasi PPB, sedangkan wilayah utara di huni para manusia campuran di bawah pemerintahan kedaulatan Aghastia sebagai negara yang di dirikan oleh para manusia campuran, sedangkan itu wilayah khatulistiwa di tetapakan dalam sebuah kesepakatan di nobatkan sebagai wilayah netral alias wilayah bebas kekuasaan.
Namun, Federasi PPB melanggar perjanjian tidak berperang yang telah di sepakati sebelumnya dengan menyerang sebuah wilayah bernama Lama yang merupakan ibukota Aghastia yang terletak di dekat perbatasan wilayah netral tepatnya di Kalimantan Tengah.
Federasi PPB melanggar perjanjian dan menguasai hampir seluruh wilayah netral termasuk ibukota Lama.
Tahun 2200 Masehi, sebelum serangan Federasi PPB di mulai.
"Tininit... tininit... tininit... " suara alarm digital berbunyi keras di sebuah kamar berukuran dua kali tiga meter dengan dinding yang bercat putih.
Terlihat di atas kasur seorang anak laki-laki berumur empat belas tahun yang terbangun dari tidurnya dengan tangan yang mencoba meraih alarm yang sudah mengganggu tidur lelapnya, setelah ia berhasil mematikan alarm tersebut anak laki-laki itu beranjak duduk di atas kasur dengan kondisi hanya mengenakan celana dalam yang berwarna merah.
Dengan tangan yang menggosok-gosok matanya ia melihat ke arah jendela, ia melihat sinar matahari yang sudah terang menerobos masuk melewati kain gorden yang menutup tak terlalu rapat.
"Bruak... " tiba-tiba pintu kamarnya terbuka secara mendadak.
Terlihat seorang wanita yang mengenakan seragam SMP masuk ke kamar anak laki-laki tersebut sembari marah-marah kepadanya, "Oi Astra! Bangun sudah siang! Apa kau ingin... Astra?... "
Seketika ocehan gadis yang berambut pirang tersebut terhenti saat melihat anak laki-laki yang bernama Astra di hadapan-nya yang tidak memakai pakaian sama sekali di tubuhnya.
"A ... apa yang kamu lakukan bodoh!" teriak gadis tersebut dengan tangan yang menutupi matanya seraya melemparkan sepatunya kepada Astra.
"A ... aduh! Apa-apaan kamu Estia? Padahal kamu yang nyelonong masuk tapi kenapa aku yang di marahi?" ucap Astra sembari menangkis barang-barang yang di lemparkan oleh gadis bernama Estia tersebut.
"Ce-pat pa-kai ba-ju-mu! Bodoh!" ucap Estia sesaat sebelum ia keluar dari kamar Astra dengan menutup pintu kamar dengan sangat keras.
Di pagi yang cerah nampak dari kejauhan Astra dan Estia yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki berduaan melewati trotoar di sebuah jalanan yang lebar serta cukup ramai oleh kendaraan.
"Dasar kamu ini! Apa tak bisa di hilangkan kebiasaan burukmu itu?" tanya Estia dengan kesal kepada Astra yang berjalan di sampingnya.
"Kebiasan apa?" tanya Astra dengan mulut yang masih mengunyah roti yang ia bawa dari rumah.
Seketika urat di pelipis wanita bermata coklat dengan rambut pirang itu mulai terlihat, dengan wajah yang menahan emosi Estia menjawab pertanyaan polos dari Astra barusan, "Ya jelas Kebiasaan burukmu tidur tak memakai pakaian!"
Dengan datar Astra langsung menjawab pertanyaan dari Estia dengan mulutnya yang masih mengunyah potongan terakhir roti yang ia bawa, "Buruk? Bukan-nya itu justru bagus untuk sirkulasi udara di tubuh?"
Mendengar jawaban Astra barusan membuat Estia sontak menghentikan langkah kakinya di ikuti dengan Astra yang ikut berhenti.
"Aaaaak!" Astra teriak dengan keras karena Estia yang tiba-tiba menginjak kaki kanan-nya dengan sepatu ber-hak yang ia kenakan.
"Sebenarnya apa yang kamu fikirkan? Kalau kamu sampai masuk angin bagaimana? Aku khawatir denganmu! Kamu saat ini hanya hidup sebatang kara dan hanya memilikiku saja!" ucap Estia dengan keras.
Perlahan mata Estia mulai berkaca-kaca menatap ke arah Astra yang menundukan pandangan-nya karena merasa bersalah kepada Estia karena telah membuat dirinya khawatir, tiba-tiba Estia menangis di pelukan Astra dengan di perhatikan orang-orang yang berada di sekitar mereka.
"Hei, dasar bajingan," "Sangat parah membuat wanita sampai seperti itu!" "Masih kecil sudah jadi sampah," terengar bisikan orang-orang yang berlalu lalang melewati mereka berdua.
"He ... hei, Estia? Em... malu di lihat banyak orang," ucap Astra yang mencoba mengangkat tubuh Estia dari atas dadanya.
"Aku pacarmu! Apa aku tidak boleh untuk khawatir akan kondisimu?" tanya Estia yang mulai mengangkat wajahnya dari dada Astra.
Nampak mata Estia yang sedikit sipit berkaca-kaca dan sedikit bengkak karena menangis, merasa tak kuat melihat kekasihnya yang bersedih membuat Astra kembali berjalan dengan tangan yang menggenggam telapak tangan kecil Estia seraya berkata, "Cukup ada dirimu di sisiku, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku tetap bernafas."
Merasa bingung dengan perkataan pacarnya membuat Estia bertanya kepada Astra, "Penyebabnya?"
Dengan tersenyum Astra menjawab pertanyaan polos dari kekasihnya tersebut, "Karena ... Kamu separuh nafasku"
Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Astra membuat wajah Estia menjadi merah merona, dengan perasaan yang campur aduk ia melepas genggaman tangan Astra seraya menginjak keras lagi kaki kanan Astra.
"Aduh! kenapa di injak lagi?" tanya Astra yang memegang kaki kanan-nya yang terasa sakit.
"Dasar buaya!" ucap Estia yang berjalan cepat meninggalkan Astra di belakangnya.
Secara tiba-tiba terihat banyak pesawat tempur yang sedang terbang rendah di langit tempat mereka berada.
"Astra? Ada apa itu?" tanya Estia kepada pacarnya itu yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Entahlah, mungkin ada pertunjukan militer" ujar Astra dengan mata menatap ke arah Estia yang tengah sibuk melihat ke arah langit hingga tiba-tiba.
"Boom ... Boom ..." suara ledakan bom yang terjadi dimana-mana.
Secara tiba-tiba pesawat-pesawat tempur itu menjatuhkan banyak sekali bom ke tempat mereka berada, yaitu ibukota kedaulatan Aghastia bernama kota Lama.
Seketika semua orang lari tunggang-langgang termasuk mereka berdua untuk mencari tempat perlindungan yang aman, terlihat gedung-gedung tinggi perkantoran di sana runtuh seketika terkena serangan bom dan rudah dari para pasukan yang tak di kenal.
Astra dan Estia berlari melewati jalanan yang sudah banyak terisi oleh mayat para warga yang dengan berbagai kondisi tubuh dengan mulut yang berusaha menahan muntah yang sedikit lagi akan keluar, Estia terus berlari mengikuti arah tujuan Astra yang menggandeng erat jemarinya.
Dari kejauhan terlihat sebuah lubang masuk ke dalam gorong-gorong bawah tanah yang terbuka lebar.
Melihat hal tersebut membuat Astra menarik tangan Estia untuk menuju ke sana sebagai tempat perlindungan mereka, saat hendak turun ke dalam lubang tersebut secara mendadak sebuah granat lontar meledak di dekat mereka yang membuat kedua pasangan itu pun terjatuh ke atas tanah di dekat lubang.
Dengan keadaan yang sudah setengah sadar, Astra melihat kekasihnya Estia yang telah bersimbah darah di bopong oleh sekumpulan tentara berpakaian taktis lengkap, dengan lemas Astra meraih tangan Estia yang menggantung lemas di angkat oleh tentara tersebut.
"Estia ... Jangan pergi ... " ucap Astra dengan suara yang sangat lirih mencoba tak melepaskan genggaman-nya dari Estia yang akan di bawa pergi oleh para tentara.
Seorang tentara lain-nya yang melihat Astra terus memegangi tangan Estia yang hendak mereka bawa, membuat tentara musuh tersebut marah dan menendang tubuh Astra yang sedang terkapar di atas tanah.
Karena perlakuan dari tentara tersebut membuat genggaman Astra ke tangan Estia pun terlepas, sehingga ia terjatuh ke dalam lubang gorong-gorong bawah tanah meninggalkan Estia yang telah bawa oleh para tentara misterius tersebut menggunakan helikopter entah kemana tujuan-nya.
Nampak tubuh Astra yang sudah tergeletak lemas tak berdaya di dasar gorong-gorong yang kotor dan bau, perlahan pandangan-nya terus memudara sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri akibat terus menerus menahan luka yang amat terasa sakit di dadanya.
Tiga tahun telah berlalu sejak pristiwa tragis tersebut, terlihat Astra yang telah lulis sekolah menengah atas tengah berdiri di depan gerbang Academy kemiliteran Aghastia seraya tersenyum puas.
Dengan mengenakan baju kemeja putih berlengan panjang dan celana bahan berwarna hitam, Astra memasuki gerbang Academy kemiliteran dengan penuh semangat yang tergambar jelas dari wajahnya yang terus menerus tersenyum sumringah.