Noura Kinsey, seorang murid beasiswa di sekolah Elite tanpa sengaja menyinggung murid laki-laki paling berpengaruh di sekolah itu. Membuat hari-hari yang biasa dia lalui dengan damai, kini kedamaian itu laksana sebuah mimpi untuknya. William Arthur, seorang pangeran mahkota di kerajaan Al-Bany yang memiliki temperamen cukup buruk, merasa tersinggung dengan sikap seorang murid cupu yang dia anggap tidak bisa ditoleransi. Setiap hari dia terus mengganggu siswi itu dan bertekad untuk membuat momen buruk yang tidak akan bisa dilupakan gadis itu. Namun, siapa sangka tekad itu malah menjadi senjata yang berbalik menyerangnya, saat tahu siapa Noura sebenarnya. William menyukai Noura, tetapi gadis itu malah lebih akrab dan dekat dengan pria lain yang tidak lain adalah kakak tirinya sendiri. Akankah William bisa mendapatkan hati Noura di saat kakak tirinya jauh terlihat lebih sempurna di mata gadis itu?
Siang ini, suasana sekolah Arthur's senior high school lebih ramai dari biasanya. Tentu saja! Karena hari ini adalah ada pertandingan persahabatan. Banyak mobil-mobil besar dari stasiun televisi ternama yang akan meliput acara pertandingan basket antar sekolah milik kerajaan Albany dengan kerajaan Lorne. Mereka tentu tidak akan melewatkan kesempatan emas ini mengingat Arthur's senior high school adalah sekolah paling elite milik kerajaan Albany.
Semua berbondong-bondong menuju lapangan, berlomba-lomba untuk cepat sampai agar tidak kehabisan tempat duduk.
Sementara di kelas sebelas B 11, ada tiga siswi yang masih duduk dan membaca buku. Ah, tidak! Hanya satu orang yang membaca buku, sementara yang lainnya sibuk membujuk teman kutu bukunya itu untuk ikut mereka ke lapangan.
"Ayolah, Noura! Apa kamu tidak pusing setiap hari melihat deretan huruf-huruf itu? Sesekali matamu harus dimanjakan."
Siswi yang dipanggil itu adalah Noura Kinsey-putri seorang petani di daerah yang cukup terpencil tak jauh dari pusat kota Manchester. Hanya dengan menggunakan sepeda motor matic-nya dia bisa sampai ke sekolah dalam waktu 20 menit saja. Noura adalah salah satu murid yang masuk ke sekolah lewat jalur beasiswa.
Mendengar gerutuan temannya, Noura hanya mengendikkan bahunya. "Bagiku, cara memanjakan mata adalah dengan membaca."
Teman Noura yang bernama Jasmine Baldwin-putri salah satu pengusaha pangan yang cukup terkenal di Manchester- menatap Noura dengan kesal, tak henti berdecak sambil berkacak pinggang. Matanya melirik ke arah teman satunya lagi, lewat tatapannya Jasmine meminta agar temannya itu membujuk Noura.
Joule Lawton-putri pekerja kantoran biasa yang masuk sekolah lewat jalur beasiswa- mengembuskan napasnya, sebelum akhirnya ikut membujuk. "Noura, kamu tahu gak, kalau novel The Return sudah liris?"
Noura langsung menutup bukunya dan menghadap ke arah Joule sepenuhnya. "Serius?" tanyanya berbinar. Novel The Return adalah novel karya penulis favoritnya, Nicholas Sparks. Sangat susah untuk mendapatkan buku-buku karya Nicholas karena selalu habis saat buku sudah dipasarkan.
Joule mengangguk, matanya melirik ke arah Jasmine. "Kamu bisa bantu dia untuk mendapatkan buku terbaru Nicholas Sparks, kan, Jassy?"
Jasmine mengangkat sebelah alisnya. Tak lama dia bertepuk tangan. "Ah, tentu saja! Kamu ingin novel itu?" tanya Jasmine sambil tersenyum ke arah Noura.
Noura mengangguk antusias. "Tolong aku, pleaseee ...!" ucapnya dengan menampilkan puppy eyesnya.
"Oke, dengan satu syarat!"
Noura langsung cemberut. "Apa?"
"Ikut aku ke lapangan, dan bantu aku meneriakkan nama pangeran William di sana!"
Noura berdecak. "Bukankah kamu yang paling pintar berteriak? Tidak mau! Mendengar kamu berteriak saja, tenggorokanku langsung terputus rasanya."
"Ck, ayolah, Nou! Itu sangat menyenangkan. Kamu bilang begitu karena belum pernah menontonnya. Coba aja, dulu!"
"Tidak mau! Aku menyayangi pita suaraku."
"Begini saja, kamu tak perlu ikut berteriak, cukup duduk manis saja di sampingku. Ayolah, Nou! Kamu sebagai murid sekolah Arthur seharusnya ikut berpartisipasi, pangeranku tengah berjuang mengharumkan nama sekolah ini."
Noura memutar bola matanya. "Apa hubungannya dengan duduk di sana?"
"Tentu saja! Dengan adanya kamu di sana, kamu membuktikan jika kamu ikut mendukung sekolah ini. Aku tidak mau kalau pendukung sekolah Lorne lebih banyak daripada sekolah kita. Nanti pangeran kita sedih."
Noura dan Joule memutar bola mata secara bersamaan. Jasmine, selain suka berteriak, sikapnya juga paling narsis.
"Ayolah! Cukup duduk manis, dan kamu dapat novel incaranmu. Gratis!"
"Jangan menipu!"
"Aku serius!"
Noura menyunggingkan senyumnya. "Oke, deal! Besok harus ada."
"Iya, apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Jasmine Baldwin?"
"Menghitung kalkulasi," jawab Noura dan Joule serentak, membuat Jasmine cemberut seketika.
"Kalian paling mahir menindasku!" Jasmine berlalu sambil menghentakkan kakinya. "Ayo cepat! Jangan membuatku mengurungkan niat dan membatalkan perjanjian kita."
"Tunggu!" Noura segera membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas, lalu berlari menyusul teman-temannya.
***
Lapangan sekolah Arthur's senior high school sudah penuh oleh para penonton, wartawan, bahkan beberapa pejabat yang terlihat di tempat yang sudah disediakan khusus.
Jasmine menggeret tangan Noura sambil menerobos mencari tempat duduk yang kosong. Di tengah-tengah kursi penonton, seseorang melambaikan tangan pada Jasmine.
Jasmine memberikan selembar uang 100 pound pada orang itu. "Terima kasih, Jo!" Joshua mengacungkan kedua jempolnya.
"Kenapa kamu memberi dia uang? Kamu punya hutang sama dia?" tanya Noura sambil bersiap untuk duduk.
Jasmine memukul tangan Noura. "Enak saja! Uang itu upahnya karena sudah menjaga kursi kita."
Mata Noura membelalak. "Apa? Kamu gila? Cuma menjaga tempat duduk ini, kamu bayar 100 pound?"
"Ck, jangan seperti orang miskinlah!" Jasmine menggigit bibirnya-dia salah bicara. "Maksudku, kamu jangan meremehkan tempat duduk ini. Kalau aku tidak menyuruh Joshua menjaga tempat duduk kita, aku jamin pasti kita tidak kebagian tempat."
"Masih ada tuh!" tunjuk Noura ke belakang.
Jasmine memutar bola matanya. "Kalau dari sana, bagaimana pangeran William akan mendengar teriakanku? Terlalu jauh, yang benar saja!"
Suara riuh bergemuruh menghentikan keduanya dari berdebat soal uang 100 pound yang bagi Jasmine itu tidak ada nilainya, sementara untuk Noura itu begitu berarti. Entahlah, bagaimana bisa dua gadis ini bisa jadi sahabat, sedang derajat kehidupan mereka sangatlah berbeda. Jasmine putri dari orang kaya raya, sedang Noura hanya seorang putri petani biasa.
"Aaa .... Pangeran William!" teriak hampir seluruh siswi di sana, termasuk Jasmine. Bahkan gadis itu sudah seperti cacing kepanasan-tak bisa diam sambil terus berteriak memanggil seseorang yang baru saja masuk ke dalam arena lapangan.
Noura langsung menutup telinganya yang terasa langsung berdengung. Melotot pada Jasmine yang masih berteriak-teriak di dekat telinganya, kemudian melirik Joule yang ada di samping Jasmine. Gadis itu tidak terganggu dengan kebisingan di sekelilingnya, hanya tersenyum sambil ikut bertepuk tangan dengan tenang.
Jika melihat sikap kedua sahabatnya, Noura berpikir jika yang pantas menjadi putri keluarga Baldwin adalah Joule. Sikap Joule jauh lebih anggun dan tenang, seperti seorang putri bangsawan. Sedangkan Jasmine begitu ceroboh dan tidak bisa diam.
Noura berdecak beberapa kali, lalu mengembuskan napasnya. Setelah itu dia kembali duduk dengan berusaha senyaman mungkin, menatap lurus ke lapangan di mana sudah ada para pemain basket yang akan bertanding. Matanya tiba-tiba terpusat pada seorang pemuda yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Pria yang baru saja tiba di lapangan dan langsung disambut dengan teriakan para gadis yang ada di sana. Siapa lagi kalau bukan Pangeran William. Putra paling kecil dari pasangan Raja Henry dan Ratu Julia dari kerajaan Al-Bany, atau sering dipanggil pangeran ketiga.
Noura mengakui jika Pangeran William benar-benar sosok yang sempurna. Tubuh tinggi dan atletis, hidung mancung dan sedikit kecil, bibir tipis, dan warna mata hijau yang mampu menghipnotis semua yang menatapnya. Bahkan Noura cukup terpaku saat bibir tipis pangeran itu sedikit menyunggingkan senyuman. Noura ikut tersenyum di bawah riuhnya teriakan di sekelilingnya.
Ini kali pertama Noura melihat wajah pangeran ketiga secara dekat, dan apa yang dikatakan Jasmine benar adanya. Pria itu benar-benar tampan dan memesona.
Teriakan kembali menggema, saat pangeran ketiga mereka mengedutkan bibirnya dua kali, sedang di kedua sisinya ada dua sahabatnya yang tengah melambaikan tangan sambil sesekali memberi ciuman jauh pada para penonton.
Tak lama, datang dua pria bersetelan hitam menghampiri pria itu, memberikan sebuah paper bag padanya. Terlihat pangeran William tidak mengambilnya, melainkan dengan santainya dia membuka baju seragamnya di tengah lapangan.
"Aaa ...!" Teriakan itu tidak bisa terelakkan lagi. Semua menjerit melihat perut sixpack pangeran ketiga mereka.
"Pangeran William. Aku cinta kamu ...!" teriak ratusan penonton saling bersahutan.
Di saat semua orang berteriak, Noura malah mematung di tempatnya. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat matanya menatap tubuh atas Pangeran William yang polos, membuat wajahnya merona seketika.
Noura buru-buru memalingkan wajahnya dan menangkup kedua pipinya. "Gila! Mataku tidak suci lagi!" gumamnya meracau.