Secara tak sengaja, Nayaka Kusuma menemukan buku kecil milik seorang gadis di tribun basket sekolahnya. Penasaran, Nayaka lalu membaca isinya. Di sana tertulis jelas "Bucket List Arshilla." Nayaka tahu soal Arshilla Palaka. Gadis itu satu kelas dengan saudara kembarnya –Narenda Kusuma. Hampir satu sekolah membenci Arshilla karena jabatannya sebagai Ketua Osis SMA Cakra Utama. Selama ini Nayaka tak pernah peduli dengan kehidupan lain selain basket dan sastra. Namun, kini Nayaka menemukan ketertarikan lain. Ya, pada Arshilla. Bagaimana jika Nayaka yang akan memenuhi bucket list yang ditulis Arshilla?
Sorak gembira memenuhi indoor basket SMA Cakra Utama. Final dari pertandingan classmeeting basket berakhir. Kelas XI jurusan Bahasa menjadi pemenangnya. Tim cheerledears langsung heboh.
Tak jauh darisana Shilla memperhatikan interaksi antara anak basket dan anak cheerleaders. Mereka tampak serasi saat di lapangan. Sebenarnya Shilla hanya datang untuk melihat jalannya acara. Bukan bermaksud memantau, ia percaya bahwa hari ini kegiatan classmeeting berjalan sukses. Andrea sudah mengatur sedemikian rupa.
"Tuhkan, Nayaka gitu-gitu basketnya jago tahu, Shill!"
Di sebelahnya Carla memukul lengan Shilla dengan gemas. Sedari tadi sahabatnya itu sangat berbisik. Sedikit-sedikit berteriak Nayaka.
"Ya terus?" sahut Shilla tak acuh.
"Iya keren 'kan adik ipar gue?"
Dasar halu.
"Carla!" tegur Shilla. Ia tak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya itu.
"Apa, sih?" Carla tak peduli. "Aamiinin kek, Shill!" protesnya.
"Lo mau naik ke kelas dua belas, Car. Hari gini masih nge-crush-in Rendra?" Itu pertanyaan kesekian dari Arshilla Palaka untuk Carla Nasution.
"Hm ... habis gimana dong, gue suka banget sama dia." Bagi orang yang ada di posisi Carla pasti paham rasanya seperti apa.
Shilla tahu bagaimana selama ini Carla menaruh rasa pada Rendra. Sementara laki-laki itu sama sekali tak meliriknya. Mungkin belum. Padahal mereka ada di kelas yang sama selama dua tahun. Rendra bagaikan makanan yang banyak dikerubuni lalat oleh para gadis-gadis.
Tak hanya Rendra, Nayaka –kembarannya tak kalah populer. Keduanya memiliki kelompok kecil bernama 'HERO'. Kedengarannya memang lucu dan menggemaskan. Tapi, nama itu tak cocok bagi mereka.
"Kenapa nggak suka sama Nayaka aja? Dia kayaknya nggak sebrengsek Rendra."
Beberapa orang mulai membubarkan diri. Sebagian sibuk berfoto-foto. Shilla sesekali melihat ke arah lapang untuk melihat apa yang terjadi. Pun, dengan Carla.
"Nggak bisa. Gue suka cowok brengsek kayak Rendra, Shill," ucap Carla sambil mengepalkan kedua tangannya.
Di lapangan, Rendra baru bergabung untuk menemui saudara kembarnya. Keduanya kembar identik. Meskipun Rendra adalah kakak, tapi Nayaka lebih tinggi darinya. Nayaka juga memakai kacamata. Itu secara fisik yang bisa membedakan keduanya.
"Bego banget 'kan gue, Shilla," lirihnya pelan. Bersamaan dengan Rendra yang merangkul salah satu anggota cheerleaders.
Shilla meringis. Pasti Carla patah hati melihatnya. Belum sempat membalas ucapan Carla, gadis itu buru-buru bangkit dan berlari meninggalkan tribun.
"Lo sendiri yang bilang suka cowok brengsek," cibir Shilla mengembuskan napas berat. Itulah risiko menyukai laki-laki semacam Narendra.
Sejujurnya, Shilla juga sedikit penasaran bagaimana rasanya menyukai seseorang yang berkelakuan brengsek. Kepalanya menggeleng. Shilla ingin berpacaran dengan laki-laki baik saja. Sayangnya saat ini Shilla sedang tak jatuh cinta pada siapa pun.
Gadis itu berdiri dan segera menyusul Carla sebelum sahabatnya itu pergi terlalu jauh. Shilla tak menyadari telah menjatuhkan buku kecilnya yang tadinya berada di pangkuannya. Kakinya berlari-lari kecil. Karena jalanan disesakki oleh orang-orang, Shilla berusaha agar menerobosnya.
Tak sengaja bahu Shilla bertabrakan dengan seseorang. Tangan gadis itu memegangi bahunya yang sedikit ngilu. "Sorry."
Tanpa melihat siapa yang telah ditabraknya itu, Shilla melanjutkan langkahnya. Kali ini ia lebih hati-hati. Sementara Nayaka yang baru saja ditabrak oleh gadis itu geleng-geleng kepala. Laki-laki itu berjalan ke arah tribun yang diduduki Shilla dan Carla tadi.
Tempat itu cukup jauh dari keramaian. Nayaka harus mengumpulkan energinya setelah bertemu banyak orang. Bermain basket melelahkan sekaligus menyenangkan.
Matanya menyipit saat melihat buku kecil berwarna navy itu tergeletak begitu saja di bawah. Tangan Nayaka terulur untuk mengambilnya. Kepalanya celingak-celinguk.
Lalu Nayaka membolak-balik buku kecil tersebut. Penasaran, Nayaka juga membuka isinya. Tertulis nama Arshilla Palaka.
"Punya ketos Uta?" gumamnya dalam hati.
Fyi, Uta adalah sebutan singkat untuk SMA Cakra Utama.
Mata Nayaka bergerak mengikuti tulisan yang ada di buku. Tulisan Shilla sangat rapi. Isinya juga lebih ke arah pribadi. Apa ini buku harian Arshilla?
Begitu membalik satu halaman lagi, tertera tulisan besar-besar dengan judul "Bucket List Arshilla". Nayaka memelotot dan bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
Satu menit berlalu, Nayaka lamat-lamat memperhatikan tulisan itu sekali lagi hingga seseorang merangkul bahunya dari belakang. Cepat-cepat Nayaka menyembunyikan buku tersebut dibalik lengannya.
"Ngapain lo, Na?" tanya Raihan. "Bukannya bilang mau istirahat? Kok malah bengong?"
Akhirnya Nayaka memutuskan duduk yang diikuti oleh Raihan. Laki-laki itu menyodorkan sebotol minuman pada Nayaka.
"Thanks," ucap Nayaka.
Raihan mengangguk santai. "Main lo keren banget tadi," pujinya.
"Kayak biasa 'kan?" Nayaka menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum lebar.
Alih-alih terpesona, Raihan malah ngeri sendiri. Kalau saja gadis-gadis yang menyukai Nayaka mengetahui tingkah Nayaka yang seperti ini, pasti sudah merasa ilfeel.
"Cari cewek sono lo!" titah Raihan serius.
"Mager," jawab Nayaka dengan santai.
Raihan mendengus. "Kapan lo nggak mager, sih, Na?"
"Sikap ekstrovertnya si Rendra nggak mau ditransfer ke elo gitu?"
Nayaka itu bagaimana bisa mencari pacar jika kerjaannya adalah malas bergerak alias susah diajak ke mana-mana. Kalau saja Rendra tak mengajak Nayaka bergabung dengan HERO, kehidupan SMA Nayaka tak akan seru. Dia introvert parah.
Secara kepribadian, Nayaka dan Rendra tak sama. Rendra si ekstrovert dan Nayaka si introvert. Teman-teman Rendra otomatis menjadi teman Nayaka. Hal itu sudah berlaku sejak kecil hingga sekarang.
"Langsung cabut?"
Haidar menghampiri keduanya. Disusul oleh Rendra di belakangnya. Keempatnya adalah HERO: Haidar, Rendra, Raihan, dan Nayaka. Di antara keempatnya, Nayaka adalah penyelamat kelompok mereka untuk tak disebut bebal. Nayaka cukup berprestasi. Dia bahkan berpartisipasi dalam pengelolaan mading di sekolah.
"Cabut ajalah. Acaranya juga udah beres." Raihan setuju. "Lagian kasihan nih adik lo, batrenya tinggal 5%," tambah Raihan sambil merangkul Nayaka.
Hari ini yang bertanding hanya Nayaka dari kelas bahasa. Raihan tadi pagi final melawan kelasnya Haidar. Yup, keempatnya memang berbeda kelas.
"Besok dibagi raport. Males banget njirr, pasti diomelin emak," ucap Raihan membuka topik pembicaraan saat ke luar dari indoor basket. Sekolah sudah mulai sepi.
"Mana ada? Bukankah Raihan begitu baik?" Bukan Rendra namanya kalau tidak iseng.
"Sialan lo!" umpat Raihan.
"Kagak bareng ayang beb lo, Rai?" tanya Haidar penasaran.
"Kinan nggak akan mau kali pulang bareng gue," keluh Raihan.
"Heran, ngapain pacaran," cibir Rendra.
Seketika Nayaka teringat sesuatu yang baru dibacanya dari bucket list-nya Arshilla. Dia meneguk ludahnya susah payah. Jantungnya mendadak berdebar ketika matanya menangkap presensi gadis tersebut tengah ada di bawah pohon dekat lapangan upacara.
"Noh, Kinanti!" tunjuk Haidar.
Di bawah pohon itu, Kinan terlihat menenangkan Shilla yang tengah menangis. Carla menggendong tas Shilla di depan sambil mengeluarkan isinya. Hera ikut membantu.
"Pada ngapain, sih? Rusuh amat."
Jarang-jarang melihat Shilla menangis. Rendra yang pertama sampai dan berniat mengganggu gadis itu. Perlu kalian ketahui bahawa Rendra sangat tidak menyukai Shilla.
"Ibu negara kenapa, oy!?" Dengan gaya songongnya Rendra bertanya.
"Diem lo!" seru Hera dengan galak.
"Yee siapa tahu kita bisa bantu. Ye nggak?" Rendra melirik ke belakang ke arah teman-temannya.
Yang lain menggeleng. Rendra harus banyak-banyak bersabar. Teman-temannya memang lucknut.
"Jadi, Shilla kenapa?" Kali ini Rendra bertaya dengan serius.
Shilla tak peduli jika musuh bebuyutannya melihat dirinya sedang menangis. Padahal selama ini mati-matian Shilla tak menangis jika tak dijaili oleh Rendra.
"Lo 'kan orangnya?!"
Tiba-tiba Shilla menunjuk seseorang. Gadis itu yakin bahwa dialah yang mengambil buku miliknya.
****
Buku lain oleh catatanintrovert
Selebihnya