Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ranjang Kakak Ipar

Ranjang Kakak Ipar

kris jully

5.0
Komentar
4.7K
Penayangan
12
Bab

Bagaimana jadinya kalau orang dari masa lalu dan masih menyimpan rasa untuknya, berubah menjadi Kakak Ipar? Antara bingung dan kecewa tapi juga cinta, menjadi satu saat Haidar Alvaro, lelaki yang sudah mengambil malam pertama Maora kini menjadi kakak iparnya. Belum lagi setiap hari dia harus dipertemukan karena Haidar tiba-tiba meminta Maora untuk tinggal bersama mereka. Akankah Maora mampu menahan hasratnya dan tidak mengkhianati Laura, kakaknya sendiri? Atau memilih untuk memperjuangkan cintanya dengan menghalalkan segala cara?

Bab 1 Pengkhianatan Riky

Siapa yang mengira, orang yang paling pendiam ternyata memiliki banyak topeng yang dikenakan, seperti Riky Suhendra. Kekasih Maora Salsabilla, pria itu tertangkap basah sedang bercumbu dengan Sinta, sahabatnya sendiri sekaligus teman kerjanya.

"Kamu Bajingan, Rik! Kamu lelaki nggak tau malu yang aku temui!" Maora memaki kedua orang yang saling tumpang tindih di atas ranjang.

Sorot mata Maora, yang selalu memancarkan cinta untuk Riky, kini tergantikan dengan rasa jijik untuk pria ini.

Riky mengambil pakaian yang berserakan di lantai, dia mulai mengenakan kembali bajunya satu persatu, sambil berusaha menjelaskannya pada Maora. "Kamu salah paham, Sayang. Aku di jebak oleh orang, pas kami lagi-i."

"Cuihh, bulshit!" Maora meludah ke arah Riky, baginya apa yang dikatakan pria ini tidak lebih dari sekedar pembelaan semata. Lagipula siapa Riky Suhendra? Hanya pria yang memiliki keberuntungan sedikit karena wajahnya yang elok. Sementara finansial pria itu, zonk! SPG pria di salah satu mall.

"Cukup, Rik! Kamu bukan CEO, apalagi anak Bupati. Kamu cuma orang biasa, siapa yang akan ngejebak kamu?! Nothing!" ujar Maora dengan emosi.

Sinta masih menutupi dirinya di atas ranjang, wanita itu seakan mentertawakan Maora dan itu terlihat dari raut wajah jalang ini.

Sial! Maora menghampiri Sinta, dia menatap tajam sahabatnya, atau mantan sahabat. Dengan emosi yang sudah di ubun-ubun, Maora melayangkan tamparan di wajah Sinta.

"Perempuan yang tidak punya harga diri kaya kamu itu, nggak beda jauh dari Jalang!" sungut Maora.

"Sialan! Berani kamu nampar aku, Ra?" Sinta beranjak dari duduknya, dia mulai menjambak rambut Maora yang panjang dan terurai dengan bebas.

Riky yang melihat dua wanita yang saling melerai itu hanya diam mematung. Dia seperti berada di atas angin, sebab merasa dirinya sedang menjadi bahan rebutan.

Maora yang dasarnya bar-bar, mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan menjadi semakin gila. Dia tanpa sungkan langsung menendang perut Sinta.

Sinta mundur beberapa langkah, dia memegangi perutnya yang terasa sakit, mual menjadi satu. "Itu pantas untuk wanita murahan seperti kamu!" ucap Maora, dan berlalu pergi begitu saja.

Hujan yang mengguyur ibu kota, seakan menjadi teman kemelut hati Maora, dia menumpahkan segala rasa sesak di dada.

"Riky bajingang! Brengsek!" teriak Maora, suaranya yang keras menyamai gemuruh di angkasa.

Satu tahun menjalin hubungan dengan Riky, siapa yang mengira akan berakhir dengan sangat mengenaskan.

Langkah kaki Maora yang begitu cepat, menimbulkan suara di koridor. Dia membuka pintu kamar kostnya dan langsung berhambur memeluk Ayu.

"Ada apa, Ra?" tanya Ayu heran. Dia juga tidak bisa menolak saat Maora menangis di dekapan, meskipun pakaiannya ikut basah.

"Riky ... dia selingkuh, Yu." Maora semakin terisak dalam bahu Ayu. Sahabatnya itu terus menepuk punggung Maora, mencoba memberi rasa tenang.

"Kamu udah yakin dia selingkuh?" Ayu berusaha bersikap bijak dalam mencerna ucapan Maora.

"Aku yakin! Orang aku sendiri yang mergokin dia selingkuh sama Sinta, mereka lagi wik-wik!" tukas Maora, sambil sesekali menyedot ingusnya yang menerobos keluar.

"Ihh, jorok, Ra. Astaga." Ayu seketika mendorong tubuh Maora ke belakang.

"Aku-aku tadi nggak sengaja ngeliat dia sama Sinta, masuk Hotel Berlin. Aku kira mereka ada perlu di sana, tau-taunya mereka malah nganuuuu." Maora semakin kencang menangis, mata dan hidungnya juga mulai memerah. Ingus yang terus saja keluar dia lap dengan bajunya sendiri.

"Astaga, Maora. Kenapa jorok banget sih!" Ayu memilih beranjak dan mengambil kotak tisu di atas meja dan melemparnya pada Maora. "Pakai ini!" sambungnya lagi.

Maora mengambil lembaran tisu sebanyak-banyaknya, dia mengelap cairan ingus dan juga air matanya, sambil terus sesenggukan.

Seketika Ayu teringat akan undiannya yang memenangkan liburan ke Bali. Dia mendapatkan itu dari Giveaway di Instagram. Beruntung bukan, tetapi sayang, seribu sayang dia tidak bisa pergi. Mendadak kakaknya yang di kampung akan mengadakan hajatan, keponakannya akan di sunat.

"Ra, daripada kamu galau begini, mending kamu gantiin aku aja. Aku ada tiket buat ke Bali, dapat Giveaway, kamu mau nggak?"

Maora yang sedari tadi hanya menangis, dan menghabiskan puluhan lembar tisu untuk menghapus sisa air mata. Dia mendongak ke arah Ayu yang membelakanginya.

"Ke Bali? Serius, Yu?" Maora bertanya dengan nada tidak percaya.

"Iya, berangkat besok pagi. Aku cari tiketnya dulu, kayaknya aku taruh di sini." Ayu terus mencari-cari selembar kertas tersebut.

"Ketemu!" pekik Ayu setelah mendapatkan sesuatu yang ia cari.

Ayu dan Maora sedikit mengobrol tentang rencana sahabatnya ini yang batal ikut, dan menghubungi panitia penyelenggara untuk menggantikan dia.

Setelah semua beres, Maora mengganti pakaiannya, dan terlelap di ranjang empuknya. Saling berpelukan bersama Ayu.

Keesokan paginya, Maora sudah bersiap di bandara hanya tinggal menunggu keberangkatannya. Menurut waktu tempuh dari Jakarta ke Bali menghabiskan sekitar dua jam pernerbangan.

Menunggu cukup lama, Maora akhinya dapat duduk dengan tenang, saat pesawat mulai Take Off meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta.

Dua jam berlalu di dalam pesawat, kini Maora sudah menginjakkan kakinya di Pulau Bali.

Maora segera menuju hotel tempat dia menginap nantinya, melepaskan rasa lelah di sekujur tubuh.

Semoga saja dengan menghabiskan dua hari di pulau ini, Maora dapat melepaskan rasa sakit hatinya tentang Riky.

***

Haidar Alvaro menatap nanar kelopak bunga mawar yang bertaburan di ranjang, seharusnya besok adalah hari bahagianya. Namun, Vivian malah pergi meninggalkannya begitu saja demi karier di Negeri Paman Syam.

Terkadang Alvaro berpikir, apa cinta Vivian tidak sama besar dengan dirinya? Mengapa wanita itu lebih memilih bekerja keras, dan merusak tubuhnya hanya untuk pujian dari para wartawan.

Sementara Alvaro mampu memberikan segalanya untuk Vivian, dia bisa menjamin kehidupan wanita itu akan mengalahi Luna Maya.

Alvaro mengembuskan napas kasar, dia berjalan keluar kamar, mencari kesenangan untuk melupakan masalah hatinya.

Bar Adrena menjadi tujuan Alvaro ketika dia dilanda masalah seperti ini, hiruk pikuk anak manusia yang bergoyang di bawah lampu disko, dan bau alkohol yang memenuhi tempat tersebut. Mungkin saja dia bisa mendapatkan sesuatu yang Amazing nantinya.

"Mas, wine satu," pinta Al kepada bartender.

"Oke." Bartender mulai meracik pesanan Alvaro, menuangkan segelas wine dan juga beberapa potong es batu. "Silahkan, Pak." Bartender menyerahkan segelas wine pada Alvaro.

"Thanks," ucap Al.

Alvaro mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, matanya menangkap sosok bidadari yang telungkup di meja. "Mabok berat kayaknya."

Alvaro menghampiri wanita tersebut, wanita asing yang tidak sama sekali dikenal. "Hai," sapanya seramah mungkin.

Wanita tersebut mengangkat wajahnya, tatapan matanya sayu dan tanpa babibu, wanita ini mencium Alvaro begitu saja.

Bau alkohol menyeruak di bawah pangkal hidungnya, saat sang wanita mengembuskan napasnya.

Shit! Bukan ini yang diinginkan Alvaro, dia hanya mengajaknya berkenalan, dan tidak mengharapkan ciuman. "Maaf, Nona." Alvaro mendorong pelan kepala wanita ini, akan tetapi, perempuan ini malah berteriak kencang.

"Tolong! Tolong, saya mau diperkosa!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku