Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hutan Bayangan
5.0
Komentar
97
Penayangan
5
Bab

Kisah cinta dan peperangan antara bangsa manusia, Penyihir, Elf, Peri Hutan dan Srigala Putih. Ketika buku merah membuka catatan takdirnya, klan terkuat di muka bumi tidak akan mampu lepas darinya.

Bab 1 Terkurung Di Hutan Bayangan

Penyihir tua Marton dengan tulang hidung panjang dan mata tajam yang menjorok ke dalam tulang tengkoraknya menatap marah pada Emily yang berdiri ketakutan.

Emily merasakan udara kemarahan Marton mengisi seluruh ruangan. Benda-benda di sekitar mereka bergerak seolah kutub magnet utara dan selatan sedang terguncang.

"Membantu penyihir yang bersekutu dengan bangsa srigala hanya akan membuatmu menjadi pengkhianat. Para tetua kita sudah memutus hubungan kita dengan penyihir yang tersesat itu sejak lama."

Tersesat adalah kata yang sering dipakai Marton untuk muridnya yang membangkang, diam-diam tidak mentaati peraturan dan tidak menghafal mantra sebelum tidur.

"Tapi dia hanya seorang anak kecil keturunan penyihir yang tersesat. Lagi pula aku hanya menunjukkan jalan pulang. Tidak ada yang salah dengan itu." Emily membela diri.

Marton yang marah segera melemparkan tongkat sihirnya ke arah Emily, namun gadis itu menangkisnya dengan cepat.

"Tuan Marton, aku hanya berniat membantu," kata Emily dengan lembut. Gadis itu mencoba bersabar menghadapi amarah gurunya. Amarah yang menurutnya sama sekali tidak masuk akal.

"Tidak ada toleransi! Kau akan tetap kuhukum dengan menjadi tahanan di hutan bayangan dan kau tidak akan pernah bisa keluar dari sana sampai ada seorang laki-laki keturunan Elf yang mencium bibirmu."

Splash!

Setelah mengucapkan kalimat panjang itu, Marton membaca mantra singkat dan Emily menghilang. Gadis cantik itu harus menghadapi takdirnya sendirian terkurung dalam hutan bayangan. Hutan yang tidak pernah di huni manusia dan binatang kecuali rusa emas langka yang merupakan jelmaan dari peri hutan.

****

Dalam beberapa detik, Emily sudah mendapati dirinya berada di antara pohon pinus yang menjulang tinggi. Gadis itu menghela nafas panjang. Penyihir Marton benar-benar tidak pernah bercanda soal hukuman. Tapi Emily tidak akan pernah menangis. Dia bukan gadis cengeng. Sepanjang penyihir tua Marton memiliki murid, hanya Emily yang sangat keras kepala. Bahkan Emily menambah tahun pendidikan sihirnya karena selalu gagal dalam ujian praktik sihir dan itu membuat Marton merasa jengkel.

Sinar matahari yang begitu cerah, menunjukkan musim panas di dunia manusia. Sinar matahari menembus di antara dedaunan lebat pohon pinus sehingga Emily bisa melihat sekitar. Emily sangat takjub ketika seekor rusa emas melintas di hadapannya. Emily berniat menyapa, tapi rusa itu lari melesat meninggalkannya secepat anak panah.

"Baiklah. Mungkin para peri hutan tidak terbiasa dengan penyihir sepertiku," kata Emily dengan sedih. Emily merasa benar-benar kesepian. Tidak ada lagi burung hantu Sady yang bisa diajaknya bicara seperti ketika dia ada di rumah sihir milik Penyihir Marton. Hanya bunyi hembusan angin yang membunuh kesepian di sekitar Emily. Juga kakinya yang menimbulkan suara berisik ketika menginjak semak belukar.

Emily terus berjalan. Inchi demi inchi hutan hutan bayangan membuat Emily takjub. Di mata Emily, pohon pinus yang tersusun rapi seperti menggambarkan keteraturan, seperti yang disukai Penyihir Marton.

"Keteraturan dan keseimbangan adalah aspek penting yang diperlukan dalam dunia sihir. Semua penyihir harus memiliki dua hal itu dalam jiwanya." Emily mengingat lagi ucapan penyihir Marton.

Emily terus berjalan. Sekitar lima puluh meter ke depan, pandangannya menemukan sebuah tanah terbuka dengan rumput yang menghijau. Emily ingin mencoba kekuatan sihir berpindah tempat, tapi gadis itu lupa mantranya.

"Baiklah, aku akan berjalan kaki. Bahkan manusia juga tidak pernah mengeluh ketika mereka tidak memiliki sihir sama sekali dan mereka baik-baik saja. Ya, semuanya akan baik-baik saja untukku." Emily menghibur diri.

Emily berjalan lambat. Sesekali berhenti ketika kakinya tersangkut semak berduri. Lalu mengasihani diri dan berjalan kembali. Tanah terbuka hampir di depan matanya.

Satu langkah lagi! Emily akan sampai. Ketika Emily mencoba keluar dari hutan, tubuhnya tersengat listrik. Gadis itu mundur sambil merintih. Rasanya tubuhnya seperti terbakar.

"Kau tidak akan pernah bisa keluar dari hutan, Emily. Berhenti menjadi keras kepala atau tubuhmu akan terbakar jika bersikeras untuk keluar dari hutan bayangan. Tunggulah laki-laki keturunan Elf datang padamu. Atau jika dia tidak datang, kau akan menunggu seumur hidup." penyihir Marton bicara pada Emily lewat telepati.

Emily mendengarnya, tapi dia mencerna kalimat penyihir Marton dengan marah. Emily merasa murka, menyalahkan penyihir Marton yang terlalu berlebihan menghukumnya hanya karena menyelamatkan seorang anak perempuan yang sedang tersesat. Emily bahkan tidak tahu kalau dia adalah keturunan penyihir yang berkhianat.

Tidak ada yang bisa di lakukan. Emily hanya bisa duduk di pinggir hutan, melihat tanah terbuka hijau sendirian. Matanya yang tajam bisa melihat beberapa ratus meter ke depan. Di sana ada sebuah perkampungan kecil. Emily melihat orang-orang yang sedang berkumpul di alun-alun saat musim panas untuk menonton balap kuda. Ah, sepertinya hanya ini hiburan kecil untuk Emily.

Srek!

Bunyi semak-semak yang berisik di belakang mengejutkan Emily. Gadis itu menoleh ke belakang, mencari-cari lewat mata tajamnya. Barangkali ada sesuatu yang bersembunyi di balik semak-semak.

Tidak ada apa-apa.

Emily berbalik. Menikmati lagi lomba pacuan kuda yang berjarak ratusan meter dari dirinya. Tiba-tiba suara berisik itu kembali terdengar. Emily mengabaikannya.

"Hai." sebuah suara lembut mengejutkan Emily.

"Apa kau peri hutan?" tanya Emily menelisik makhluk di depannya. Dia sama sekali tidak seperti gambaran peri dalam bayangannya. Dia seperti manusia sama seperti dirinya, hanya saja tubuhnya berwarna hijau.

"Ya. Aku rusa emas yang tadi kau sapa. Perkenalkan, namaku John." peri hutan mengulurkan tangannya pada Emily.

Emily membalas uluran tangan John canggung. Di dalam dunia sihir miliknya, perkenalan tidak dilakukan dengan jabat tangan, melainkan langsung adu kekuatan.

"Aku Emily. Senang bertemu denganmu, John," kata Emily sambil tersenyum.

"Jadi, apa yang kau lakukan di sekitar sini? Sepertinya kau bukan manusia. Aku tadi melihatmu muncul tiba-tiba di dekat tempat kesukaanku," jelas John.

"Ya, aku bukan manusia. Aku di beri hukuman oleh guruku, penyihir Marton tua. Sepertinya aku akan terus berada di sini sampai laki-laki dari keturunan Elf menciumku. Entahlah, sepertinya itu jalan keluar mustahil. Tidak mungkin ada mahkluk yang ketika bertemu, mereka langsung berciuman."

John mendengarkan cerita Emily dengan prihatin. "Sayang sekali, tapi hutan bayangan ini tidak pernah di kunjungi oleh manusia bumi sejak puluhan tahun lalu. Terakhir, sembilan puluh tahun lalu ketika seorang wanita membuang bayinya di sini dan kami memakannya. Tapi itu sudah sangat lama."

Emily bergidik mendengar cerita John. Memakan bayi? Ah, yang benar saja. Mengerikan sekali.

"Apakah peri hutan semengerikan itu?" tanya Emily, tidak percaya dengan apa yang baru di dengarnya.

John tertawa melihat wajah pias milik Emily. Peri hutan itu akhirnya berkata "tentu saja, tidak. Aku hanya bercanda."

"Syukurlah. Aku pikir kalian semengerikan itu. Aku hampir saja ketakutan mendengarnya," kata Emily.

Tapi, ketika Emily sedang melihat ke arah lain, senyum di wajah John berubah menjadi seringaian lebar.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Li Kasuarina

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku