Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bukan Rahim Istriku

Bukan Rahim Istriku

Wafa Farha

5.0
Komentar
1.3K
Penayangan
15
Bab

Seorang pria beristri yang terjerat perawan tua hingga perempuan itu hamil. Tidak ingin kehilangan istrinya, Aryo pun memindahkan janin selingkuhannya pada rahim sang istri. Semua itu menimbulkan banyak masalah dalam kehidupannya dengan sang istri.

Bab 1 Prolog

Ada rasa senang, tapi juga perasaan bersalah pada Risa, istriku. Setelah dihantui sesal, akhirnya kuputuskan untuk memberitahunya hari ini.

"Ma, tau Nia?" tanyaku membuka percakapan. Aku yang tengah melahap makanannya yang lezat berusaha bersikap setenang mungkin.

"Ya. Perawan tua teman kerja Papa itu kan?" Istriku menjawab sambil menguleni adonan donat pesanan customernya.

"He'em."

"Kenapa emangnya? Mau nikah?"

"Dia hamil."

"Apa? Wah gila. Nikah aja belum," ucapnya terkejut. "Tapi luar biasa pria yang menghamilinya, Pa. Kita yang udah nikah 15 tahun aja belum punya anak." Risa melirikku sekilas. Yah, aku tahu dia tengah menyalahkanku karena dipikir suaminya ini mandul. Tapi, kupastikan dia akan lebih terkejut ketika tahu siapa ayah dari janin di rahim Nia.

"Apa Mama setuju kalau kita adopsi anaknya, Ma?"

"Apa, mengadopsi anak hasil zina? Mama gak salah denger, Pa? Gimana kalo nanti anaknya perempuan, kita bakal tersiksa menjelang akad nikahnya. Lagian selama ini, mama minta adopsi satu dari ponakan-ponakan kita, Papa nolak. Padahal orang tuanya ikhlas, nasabnya lebih jelas dan tidak akan mempersulit kita di kemudian hari."

"Iya, betul! Semua yang Mama ucap itu benar. Tapi papa keukeuh karena papa nunggu anak papa sendiri, Ma. Kamu gak tau rasanya jadi lelaki yang tidak punya keturunan." Nada suaraku menekan dan meninggi. Jujur saja selama ini aku merasa minder karena semua orang mengira aku pria yang tidak bisa punya anak. Tidak jantan dan lemah.

"Tunggu!" seru Risa tampak sejenak berpikir diletakkannya adonan yang dipegang. Sambil menyipitkan mata ia berjalan ke arahku.

"Maksud Papa nunggu anak Papa?" Telunjuknya mengacung pada tubuhku seolah menjudge sesuatu.

"Em. Itu ... itu ...." Haiss pakai keceplosan segala. Kalau gini bisa runyam masalahnya.

"Papa ada main sama Nia?"

"Maafkan Papa, Ma," jawabku akhirnya dengan lesu. Hanya itu yang bisa kuucap.

Wajah Risa seketika pucat pasi, terduduk lemas di kursi yang persis ada di sebelahnya.

"Papa harus tanggung jawab, Ma."

BERSAMBUNG

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Wafa Farha

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku