/0/26732/coverbig.jpg?v=b10477bf140865faa7afc81fe0f09913&imageMogr2/format/webp)
Kania tengah berjuang mati-matian demi kesembuhan putranya, Arka, yang terbaring kritis di ICU. Di tengah cobaan berat itu, ia harus menelan pil pahit perceraian. Mantan suaminya menceraikannya, dengan alasan tak masuk akal bahwa Kania telah melahirkan anak yang "penyakitan". Tekanan tak berhenti sampai di situ. Mantan mertuanya, yang seharusnya menjadi pendukung, justru menghalangi setiap usahanya. Bahkan, saat Kania berhasil mempertemukan Arka dengan seseorang yang sangat membutuhkan bantuan, mantan mertuanya tega memblokir akses mereka. Kania merasa sendiri, berjuang melawan dunia yang seolah bersekongkol melawannya. Namun, takdir memiliki jalannya sendiri. Sebuah kejadian tak terduga akhirnya membuat Bagas, mantan suaminya, tak berkutik dan harus menghadapi kenyataan pahit yang selama ini ia hindari.
Lorong rumah sakit itu sepi, hanya suara langkah kaki Kania yang terdengar menggema saat ia bergegas menuju ruang ICU. Wajahnya pucat, napasnya terengah. Matanya sembab, namun sorotnya tajam-seorang ibu yang tak bisa membiarkan anaknya kalah.
Di balik kaca tebal ICU, tubuh mungil Arka terbujur dengan selang dan kabel medis menempel di tubuhnya. Usianya baru lima tahun, tapi tubuhnya sudah akrab dengan suntikan, obat-obatan, dan ruang steril.
Kania menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang sudah nyaris pecah sejak pagi.
"Bu Kania?"
Suara lembut suster Nila menyadarkannya.
"Saya sudah siapkan dokumen untuk rujukan rumah sakit luar kota. Tapi... biayanya tidak sedikit."
Kania mengangguk pelan. "Saya tahu. Tapi saya akan cari caranya. Saya cuma minta satu hal... jangan berhenti berjuang untuk anak saya."
Suster Nila menatapnya penuh simpati. "Kami akan lakukan yang terbaik."
Belum sempat Kania menjawab, ponselnya bergetar.
Bagas (Mantan Suami)
"Kania, kamu gila? Mau pindahin Arka ke rumah sakit swasta? Kamu pikir duit datang dari mana?"
Kania
"Aku akan cari. Aku nggak minta bantuan kamu. Aku cuma kabari karena Arka anakmu juga."
Bagas
"Anak itu lemah dari lahir. Aku udah capek. Kamu aja yang masih kekeh mikirin dia. Aku punya hidup sendiri sekarang."
Kania
"Kamu bisa punya hidup sendiri karena aku yang urus semua sendiri selama ini!"
Bagas
"Kalau kamu nggak bisa bayar, urus aja sendiri. Jangan harap aku bantu!"
Panggilan terputus. Kania menatap layar ponselnya lama, lalu menghela napas. Tangannya bergetar, tapi ia cepat menyembunyikan itu di balik tasnya. Ia tahu, tak ada waktu untuk rapuh.
Tak lama kemudian, seseorang mendekatinya. Lelaki berjas rapi, wajahnya asing namun penuh empati.
"Maaf, Bu... saya dengar dari suster, Anda butuh rujukan dan biaya bantuan?" tanyanya hati-hati.
Kania menatap lelaki itu curiga. "Anda siapa?"
"Nama saya Reza. Saya relawan yayasan kesehatan. Kami biasa bantu pasien anak yang butuh penanganan segera. Boleh saya tahu kondisi Arka lebih jauh?"
Untuk sesaat, dunia Kania yang sempit sedikit terbuka. Tapi ia tahu, ini belum selesai. Bahkan mungkin baru dimulai.
Bab 1 Lorong rumah sakit
30/07/2025
Bab 2 Suasana ruang tunggu rumah sakit
30/07/2025
Bab 3 membantu suster memindahkan Arka
30/07/2025
Bab 4 Untuk pertama kalinya setelah bermalam-malam menahan tangis
30/07/2025
Bab 5 Bocah kecil itu tertidur pulas
30/07/2025
Bab 6 Hari itu rumah sakit tampak lebih ramai
30/07/2025
Bab 7 Hari ini Arka makan banyak
30/07/2025
Bab 8 Seminggu menjelang operasi Arka
30/07/2025
Bab 9 Hari yang mereka tunggu akhirnya tiba
30/07/2025
Bab 10 Ibu bersedia memperkarakan perwalian anak
30/07/2025
Bab 11 Kehidupan mereka mulai berangsur tenang
30/07/2025
Bab 12 Suasana rumah Kania terasa lebih sunyi
30/07/2025
Bab 13 Satu bulan setelah keputusan
30/07/2025
Bab 14 Hidup setelah pernikahan
30/07/2025
Bab 15 Kehidupan keluarga kecil Kania
31/07/2025
Bab 16 Pindah ke rumah baru
31/07/2025
Bab 17 membawa Kania dan keluarganya
31/07/2025
Bab 18 Kania memeriksa satu per satu rak buku
31/07/2025
Bab 19 masih pagi tapi udah sibuk
31/07/2025
Bab 20 kecemasan seperti dulu
31/07/2025
Bab 21 Arka datang dari arah dapur
31/07/2025
Bab 22 Anak itu tampak jauh lebih ceria
31/07/2025
Bab 23 Setelah itu kita siap-siap ke taman baca!
31/07/2025
Bab 24 lihat aku bisa tinggi banget
31/07/2025
Bab 25 Kita sudah lakukan yang terbaik
31/07/2025
Bab 26 Malam di Rumah Pelita
31/07/2025
Bab 27 Sudah membuat perjanjian
31/07/2025
Bab 28 kamu terlihat capek hari ini
31/07/2025
Bab 29 Wortelnya buat siapa
31/07/2025
Buku lain oleh Candra Kirana
Selebihnya