Aku Tidak Butuh Belas Kasihanmu!
i menembus jendela kaca, menyinari ruang tunggu ICU anak. Kania duduk memanda
Kania mengizinkan dirinya tersenyum. Arka membaik. Meski belu
mbawa dua gel
biasa," ujarnya sambil m
an senyum kecil. "Pak
ya belajar dari Ibu. Perh
ningan. Hanya suara alat medis yang
ania akhirnya
Y
aya tidak sanggup lagi, bole
ke mata Kania. "Ibu tidak per
tar. Kalimat itu terdengar le
Itu, di
m amplop berisi bukti transfer senilai lima juta rupi
am. Setiap kali membaca komentar netizen yang menyindir dirinya, ha
h memanggilnya "pahlawan" karena berhasil membetulkan main
ahnya. Rasa bersal
juh di Ru
il Kania ke ru
sa menunda MRI dan CT Scan terlalu lama. Kami
pelan. "Kami masi
tapi hasilnya baru akan keluar seminggu
g, Reza
rita?"
s MRI dan CT dalam dua hari,
panjang. "Kita aka
di Taman
membelai rambutnya yang tak lagi terikat rapi. Raut
r mendekat. Ia menoleh
eh d
api Bagas tetap duduk
at dari terakhir kali ak
harus," jawa
e tanah. "Kamu
awab. "Aku kecewa. Itu
lalu takut. Aku pikir... kalau aku lari dari semua i
," kata Kania tajam. "Da
lirih. "Dan itu men
ni
Sisanya... aku akan cari.
pa
.. walau sedikit.
a mudah. Tapi sebagian dirinya ingin Ar
Berik
dministrasi untuk jadwal MRI. Tak bany
iga duduk di ruang tunggu
eka bukan karena benci, tapi ka
au Arka sembu
" tambah Reza. "Ini ten
"Terima kasih suda
engangguk, t
Peme
n, hasil MRI dan
katup jantung. Tak fatal, tapi butuh tindakan operasi
a takut, tapi karena lega.
a sembuh?" tanya Ka
n yang tepat, iy
uba
ni dokumen, bahkan membantu membacakan cerita saat Arka mulai sad
" bisikn
Kania melihat air
annya sebagai relawan bukan untuk mengisi ruang yang
lik
icara empat mata de
t minggu depan,
rkejut.
i. Yayasan akan ki
rasa seperti pergi
akut perasaan saya tak lagi netral. Say
pak bukan beban. Bapa
a bukan a
ukan istri
iam. Malam te
utu
n ke ruang rawat biasa. Wajahnya mulai berseri, pipinya ta
inya, menggenggam
ggu di luar, dan Reza
asa lalu yang mencoba berubah, dan mas
nti, yang pasti... perj