icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Love of My Life

Love of My Life

Suzy Wiryanty

4.8
Komentar
11.6K
Penayangan
48
Bab

Pandan Wangi Aditama Perkasa--designer lulusan Parson, The New School For Design, melamar pekerjaan sebagai OG di PT. INTI GRAHA ANUGRAH, demi sebuah misi khusus. Untuk mencari tahu siapa penghianat yang akhir-akhir ini melakukan switch dengan ADITAMA GROUP. Perusahan properti milik keluarga besarnya. Di tengah-tengah misi yang sedang dijalankannya, Denver Delacroix Bimantara--teman sekaligus musuh masa kecilnya, muncul sebagai sahabat baik sang atasan, sekaligus diduga sebagai sang penghianat. Dalam situasi yang rumit dan serba terjepit, mampukah Pandan menyelesaikan misinya? Sementara akibat kekeraskepalaan dan harga dirinya, ia kini telah berbadan dua. Bagaimana kisah mengharu biru Pandan berjuang mempertahankan kelangsungan perusahaan keluarganya? Dan bagaimana pula akhir kisah asmaranya, yang selalu saja berlabuh pada orang yang salah? "Walaupun cinta gue selalu nyasar dan tersesat di hati orang yang salah, tapi kali ini gue yakin kalau cinta gue akan berhenti di titik yang benar. Soalnya hati gue, udah gue unduh pakai aplikasi waz*." -Pandan Wangi Aditama Perkasa-

Bab 1 Chapter 1

Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang diraciknya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGRAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi kompetitor kakaknya. Bayangkan, ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York, bekerja menjadi seorang OG.

Dan semua ini ia lakukan demi kakaknya, Putra Lautan Aditama Perkasa. Lautan akhir-akhir ini mengeluhkan tentang masalah tender yang selalu kalah di akhir. Jikalau masalah presentasi, perusahaan mereka selalu memukau. Para client kerap memberi applause atas ide-ide inovatif kakaknya yang luar biasa. Hanya saja apabila sudah dilaga dengan masalah budgeting yang ditawarkan, perusahaan kakaknya selalu dikalahkan oleh PT. INTI GRAHA ANUGRAH ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain di sini. Karena angka-angka yang mereka tawarkan hanya berselisih tipis di atas kompetitornya ini. Mereka seolah-olah telah mengintip terlebih dahulu, berapa harga-harga yang mereka tawarkan. Baru perusahaan kompetitor ini menambahi sedikit angka di atasnya.

Untuk itulah, Pandan Wangi menyamar dengan melamar sebagai seorang OG di perusahaan kompetitor ini. Dan ide ini sebenarnya ia dapat dari Vanilla. Sahabatnya yang kini sedang bahagia-bahagianya menjadi seorang ibu baru. Menurut Vanilla, menjadi seorang OG adalah jalan pintas untuk bisa mendekati semua jajaran di perusahaan tanpa kentara. Karena dari mulai staff kelas teri sampai kelas piranha, semua akan bersinggungan langsung dengannya tanpa ada yang curiga secara berlebihan. Ya, apa berbahayanya seorang OG bukan? Pasti begitulah pemikiran orang awam.

Oleh sebab itulah ia sekarang ada di sini. Menukar semua gaun glamournya dengan kemeja putih dan rok hitam sederhana khas OG demi, tercapainya misi besarnya. Ia ingin tahu, siapa yang telah ini menyabotase perusahan kakaknya yang sudah diwariskan secara turun temurun itu. Ayahnya, Revan Aditama Perkasa memang sudah pensiun sekitar setahun lalu.

Ayahnya kini lebih suka melanglang buana menemani bundanya menikmati hari-hari tua mereka dengan berpetualang ke negara-negara lain. Mereka juga kerap kali tinggal di Kerajaan Siam, Thailand. Tanah kelahiran bundanya. Bundanya ini sebenarnya adalah seorang cucu raja Siam. Hanya saja karena bundanya memutuskan untuk mengikuti suaminya di Indonesia, maka konsekuensinya adalah bundanya harus kehilangan haknya sebagai seorang cucu raja. Begitulah peraturan protokoler di kerajaan sana. Tetapi dalam hubungan kekeluargaan, mereka semua tetap baik-baik saja.

"Eh anak baru, lo kalo kerja yang bener dong? Dari tadi gue lihat lo cuma ngaduk-ngaduk kopi doang. Cepetan anterin semua minuman ke meja masing-masing staff. Setelah itu lo buatin lagi segelas kopi untuk anak Pak Darwis yang baru mulai ngantor hari ini. Ruangannya juga yang biasa dipake Pak Darwis ya? Inget jangan salah!" Pandan nyaris menjatuhkan gelasnya karena mendengar kecemprengan suara Mbak Nanik. Salah seorang OG senior di kantor ini. Pandan mengelus dada. Memang nasib anak baru di mana-mana sama saja walau apapun tingkat jabatannya. Baik itu seorang manager atau OG sekalipun, kalau masih new comer pasti akan ditindas.

Sabar, Ndan. Ini kan demi misi perusahaan. In hale exhale, sabarrr...

Pandan menyusun masing-masing minuman enam di sisi kanan, dan enam lainnya di sisi kiri agar seimbang. Ia kemudian mengangkat dua belas gelas di atas baki dan mulai bergerak membagikan minuman. Suitan nakal dan gombalan dari para karyawan yang masih single hanya ditanggapi Pandan dengan seulas senyum tipis dan sopan. Laki-laki di mana-mana sama saja. Tidak bisa melihat kening yang mulus sedikit, pasti mereka sudah sibuk menggoda. Beberapa staff wanita memperlihatkan ekspresi tidak suka melihat kehadirannya. Pandan tahu, mereka merasa kalah saing dengan dirinya yang hanya seorang OG. Tapi Pandan menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Ia tidak mau memusingkan hal-hal yang tidak penting untuk di pikirkan. Buang-buang tenaga saja. Haters gonna hate 'kan kata Mbak Taylor Swift?

Pandan menyisakan satu gelas kopi di baki dan bergegas ke ruangan yang bertuliskan Presiden Direktur. Ia mengetuk beberapa kali, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Karena pekerjaannya masih banyak, ia bermaksud meletakkan kopinya di meja anak Pak Darwis saja. Dengan begitu urusannya selesai. Pandan mendorong pintu dengan siku kanan, karena tangan kirinya sedang memegang baki minuman.

Pandan terpaku saat masuk ke dalam ruangan. Ia dihadiahi konten 17 tahun ke atas secara live. Pandan hanya mematung saat melihat seorang pria berpakaian formal sedang berciuman ala french kiss dengan seorang wanita muda yang pakaiannya sudah acak kadul tidak karuan. Kedua orang ini sama-sama tidak dikenali oleh Pandan. Tetapi pemuda yang sedang sibuk menukar salivanya dengan seorang wanita yang duduk di atas pangkuannya itu, wajahnya sebelas dua belas dengan wajah Pak Darwis. Pasti pemuda inilah anak Pak Darwis yang akan menggantikan posisi ayahnya mulai hari ini. Kinerja hari pertama yang luar biasa.

"Apakah Anda tidak diajarkan sopan-santun oleh orang tua Anda, untuk tidak masuk ke dalam ruang pribadi seseorang tanpa mengetuk pintu lebih dulu? Anda ini sungguh tidak sopan!" Saat melihat kehadirannya, pemuda itu segera menurunkan wanita yang ada di pangkuannya. Sang wanita buru-buru membetulkan penampilannya. Sepertinya si wanita malu karena kepergok sedang melakukan adegan yang tidak senonoh di kantor. Pandan mengernyitkan keningnya saat memperhatikan wanita ini lebih dekat. Astaga! Wanita ini adalah istri dari seorang pengusaha ternama yang baru saja menikah beberapa bulan lalu. Pantas saja wanita ini terkejut. Takut skandalnya terbongkar barangkali. Cuih!

"Kedua orang tua mengajari saya dengan amat sangat baik, Pak. Makanya sebelum masuk tadi, saya telah mengetuk pintu berulang-ulang kali. Karena tidak mendapat jawaban barulah saya membukanya. Mungkin saat itu Bapak sedang sibuk." Sahut Pandan dengan wajah sopan namun dingin. Dia memang hanya seorang OG. Tetapi ia tidak akan terima jika ia disalahkan atas sesuatu yang meman bukan salahnya.

"Kalau tidak mendapat jawaban, kenapa Anda malah masuk saja. Bukankah Anda tahu kalau ini kantor? Sopan santun Anda di mana, heh?" Bentak anak Pak Darwis lagi. Kesabaran Pandan habis sudah.

"Justru karena ini kantor dan bukan kamar pribadi Bapaklah makanya saya berani masuk, saat pintu ruangan sudah terbuka sedikit. Sudah menjadi tugas saya setiap pagi untuk mengantarkan kopi dan meletakkannya di meja masing-masing staff sekalipun mereka belum ada di tempat. Saya hanya melaksanakan tugas saya. Bukan urusan saya melihat apa yang sedang berlangsung di dalam ruangan yang Bapak sebutkan sebagai kantor tadi. Karena pengertian kantor di sini menurut saya adalah tempat untuk bekerja. Tapi kalau menurut Bapak saya bersalah, saya minta maaf. Karena bagaimanapun Bapak adalah bossnya. Permisi." Pandan meletakkan segelas kopi di meja dan berlalu begitu saja dari ruangan anak Pak Darwis. In hale, ex hale... sabarrrr...

"Tunggu dulu! Anda ini hanya seorang OG tapi sudah berani menyindir-nyindir saya. Anda benar-benar tidak tahu diri? Anda mau saya pecat?" Raungan pria pemarah ini seketika menghentikan langkah Pandan. Begini amat ya rupanya jadi orang kecil? Tidak ada sedikitpun keadilan yang di dapatkannya. Dari sudut mata Pandan melihat si wanita lawan laga bibir atasannya tadi menghampiri atasannya sambil berbisik pelan. Atasannya tampak mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Si wanita kemudian bergegas pergi seolah-olah tidak melihat Pandan dan tidak ada kejadian apa-apa. Luar biasa!

"Bapak mau memecat saya? Tidak masalah. Tetapi Bapak harus bisa membuktikan kalau saya memang melakukan kesalahan fatal sehingga saya layak untuk dipecat." Jawab Pandan tegas.

Atasannya tiba-tiba saja berdiri dari kursi dan menghampirinya yang sedang berdiri di tengah-tengah ruangan.

"Anda masih berani menyahuti kata-kata saya?" Atasannya sekarang menunjuk-nunjuk wajahnya dengan geram. Pandan woles saja. Ia ini kan putri Revan Aditama Perkasa yang sangat jago jika disuruh berargumen. Selama ia benar, sampai mana pun akan ia ikuti apa maunya anak pemilik perusahaan ini.

"Saya bukannya menyahuti kata-kata, Bapak. Tapi saya menjawab pertanyaan, Bapak. Bedakan. Soalnya Bapak tadi mengancam akan memecat saya? Saya hanya bertanya apa kesalahan saya? Wajar kan, Pak? Maaf jika kata-kata saya menyinggung perasaan Bapak." Pandan membungkukkan sedikit tubuhnya. Ia pura-pura mengalah demi untuk menaikkan ego atasannya. Ia sedang mempraktekkan ilmu tarik ulur yang kerap kali dipraktekkan ayahnya.

"Ingat Nak, kalau menghadapi lawan yang keras, jangan ikuti kekerasannya. Kita harus lentur dan menarik ulur. Tapi beri tekanan pada poin-poin penting yang harus diwaspadainya."

"Oh ya, kalau tidak salah ibu tadi itu menantunya Pak Hendrawan bukan? Mudah-mudahan saja Pak Hendrawan tidak tahu kalau menantunya sering main ke sini ya, Pak?" Timpal Pandan kalem.

Pandan juga memberikan tatapan lugu-lugu mengancam pada atasan barunya ini. Wajah atasan barunya seketika memucat mendengar kalimat ambigunya. Sepertinya atasannya ini baru sadar akan konsekuensi memiliki affair dengan istri orang. Rasain lo! Hehehe.

"Anda ini..."

Tok... tok... tok...

Kalimat atasannya diinterupsi oleh ketukan pelan di pintu.

"Siapa?" Auman sang atasan sampai membuat telinga Pandan berdenging.

"Saya Verina, Pak. Di depan ada teman lama Bapak yang ingin bertemu katanya." Pandan mendengar suara Mbak Rina menjawab takut-takut. Mungkin Mbak Rina jiper karena mendengar bentakan atasan barunya, yang bahkan belum ia ketahui namanya ini.

"Oh Pak Denver Delacroix Bimantara kan? Suruh beliau masuk saja." Pandan yang mendengar nama Denver disebut beserta nama Delacroix Bimntara di belakangnya seketika gugup. Putra sulung Om Arkansas rupanya teman lama atasannya ini. Ai mak jang, bisa ketahuanlah ini samarannya. Pandan dengan cepat memasang maskernya. Sebisa mungkin ia menutupi wajahnya agar tidak dikenali. Misinya bisa gagal di tengah jalan kalau Denver sampai membuka penyamarannya.

Suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali membuat Pandan berkeringat dingin. Ia bermaksud keluar ruangan dan menyelipkan tubuhnya di samping Mbak Verina.

"Mau kemana kamu OG? Urusan kita belum selesai. Buatkan segelas kopi untuk tamu saya. Setelah urusan saya dengan teman saya selesai, baru kita akan menyelesaikan semua masalah kita. Mengerti kamu?" Pandan hanya menganggukkan kepalanya dan buru-buru ngacir ke pantry.

Masalah kita? Lo aja kali. Cuih!

"Selamat." Ucapnya lirih saat berhasil mencapai pantry tanpa dikenali oleh Denver.

"Selamat apa? Kamu disuruh mengantarkan segelas kopi saja ke ruangan Pak Darwis malah nyangkut lama di sana. Kamu berniat menggoda anak Pak Darwis ya? Jangan mimpi kamu. Si Arsene itu pacarnya berganti setiap minggu. Kamu jangan kege-eran kalau dirayu-rayunya tadi. Dia itu tidak pernah serius dengan perempuan. Apalagi yang kelasnya jauh di bawahnya seperti kamu. Nanti habis manis sepah dilepehin kamu. Mengerti?" Pandan mengangguk.

Peringatan ini berlaku untuk lo juga, Mbak Nanik? Batinnya.

Walaupun di ucapkan dengan kalimat yang sadis, tapi apa yang di katakan oleh Mbak Nanik itu benar. Orang-orang seperti Pak Arsene, yang namanya baru saja ia ketahui dari Mbak Nanik ini, pasti merasa seperti Tuhan karena memiliki segalanya. Mereka suka mempermainkan perasaan orang sesuai dengan keinginan mereka. Orang-orang seperti ini sangat jarang mengenal kata cinta. Bagi mereka cinta itu adalah saat para wanita beramai-ramai berusaha meraih perhatian mereka. Mereka tidak tau saja bahwa yang dicintai oleh wanita-wanita itu bukan dirinya, tapi uangnya. Mereka menganggap orang lain bodoh padahal ia sendiri juga bodoh. Kebodohan tidak mengenal status bukan?

"Kopi saya masih sama seperti dulu ya, OG yang namanya nyontek nama beras. Hitam pekat tanpa pemanis buatan. Jangan seperti waktu dulu. Kamu mencampurkan garam alih-alih gula." Sebuah suara bariton menyapa pendengarannya. Denver Delacroix Bimantara. Sepertinya Denver sudah mengenalinya dan mengikutinya hingga ke pantry ini. Kepalang basah, nyebur aja sekalian.

"Tenang saja Bapak yang namanya nyontek nama kota di Amerika sana. Saya tidak akan mencampurkan garam lagi dalam kopi, Bapak. Saya hanya akan meneteskan sedikit saliva saya di dalam kopi Bapak, agak Bapak menjadi sedikit penurut pada saya." Sahut pandan kalem. Kadung ketahuan, mau bagaimana lagi?

"Ah, kalau begitu saya ingin mencicipi saliva kamu langsung dari sumbernya saja." Pandan membelalakkan matanya saat Denver memajukan tubuhnya dan semakin mendekati tubuhnya. Denver ini memang gila. Kalau sudah punya mau, apapun akan ia terabas. Sifatnya sebelas duabelas dengan ayahnya, Om Arkanas. Pandan mundur-mundur risih hingga punggungnya membentur bak pencuci piring. Namun Denver malah makin dekat dan terus mendekatinya. Tepat pada saat wajah Denver menunduk dan hanya berjarak beberap senti meter dari wajahnya, sebuah suara menginterupsi.

"Eh Den, lo ngapain mepet-mepetin OG gue begitu?" Pandan menarik nafas lega. Untuk pertama kalinya ia bersyukur saat melihat wajah atasan songongnya. Dengan cepat ia segera berkelit dan kembali meracik kopinya.

"Mata OG lo kelilipan makanya gue bantu niupin matanya. Ia kan OG? Eh nama kamu siapa?" Denver pura-pura bertanya.

"Nama saya Pandan Wangi, Pak." Jawab Pandan hati-hati. Ia tentu saja tidak menyertakan nama Aditama Perkasa di belakangnya.

"Apakah mata kamu sekarang sudah lebih baik? Kalau belum apa perlu saya bantu untuk meniupnya lagi barangkali?" Tanya Denver sambil tersenyum iblis. Manusia mesum akut ini memang menyebalkan!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Suzy Wiryanty

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku