Main, seorang pemuda yang lemah dan tak tahan pada sinar matahari. Suatu saat dia terpaksa kembali ke desanya karena sebuah misi untuk menghancurkan mustika ular hijau. Tapi langkahnya harus sering terhenti ketikan dia berhadapan dengan pengguna piranti mistik. Belum lagi beberapa konflik harus dia hadapi, baik depan manusia maupun makhluk lain. Berbagai cara dan informasi harus dia tempuh agar dapat mengetahui keberadaan mustika tersebut dan menghancurkannya.
Awan putih menghiasi langit. Menutupi cahaya sang mentari. Jalan aspal hitam menjadi teguh karenanya. Tiupan angin menambah kesejukan. Melintas sebuah bus dari luar kota. Berhenti ketika mencapai sebuah pasar. Para pemumpang mulai turun. isi di dalam bus berkurang drastis. Main, seorang pemuda yang turun dari bus tersebut. Sebuah tas dia gendong di bahunya dan yang satunya dijinjing di tangan kanannya. Terik mentari telah tak terhalang awan lagi, Terpaksa pinggir bangunan dia pilih. Kulit sawo matang yang dia miliki tak bisa menahan panasnya cahaya matahari.
Topi putih yang dia gunakan tak mampu menutupi hawa panas.
Setengah jam sudah Main menelusuri jalanan. Kini terpaksa dia harus menyeberangi sebuah sungai. Jembatan penghubung yang ada di sana tak mampu lagi menahan beban yang dia tanggung. Perkebunan nan lebat telah dia lewati. Disebuah rumah terpampang jelas di depannya. Seorang duduk di luar menjadi target untuk Main.
"Bu, aku mau tanya. Rumah Della dimana?" tanya Main.
"Maaf, kamu siapa?" tanya perempuan itu.
"Namaku Salamain. Aku saudara jauhnya Della," jawab Main.
"Silahkan kamu jalan kira-kira 200 meter lagi. Ketika ada rumah depan ornamen batu granit di depannya rumah Della putrinya Sembada berada di depannya," kata sang ibu.
"Terimakash, Bu."
"Sama-sama."
Main meneruskan kembali perjalanannya. 200 meter kurang sedikit telah dia lalui. Rumah hijau megah dia sambangi. Tapi Main malah berbelok ke rumah yang ada di depannya. Rumah nan sederhana dia ketuk pintunya. "Tok tok tok," bunyi daun pintu yang diketuk Main.
Berkali-kali Main mengetuk pintu tersebut. Tak berselang lama keluar seorang perempuan dari dalam. Kaos hitam tanpa lengan dia pakai. Rambut sebahu tanpa hiasan terurai begitu saja. "Mas, Anda mencari siapa?" tanyanya.
"Della Safitri, sudah lama kita tak bertemu. Ini aku, Salamain Rael," sapa Main.
"Oh Mas Main, silahkan masuk," ajak Della.
Rumah yang sederhana dimasuki Main. Sebuah kursi yang ada di ruang tamu tempatnya duduk. Minuman dingin yang disajikan Della menjadi pelepas dahaganya.
"Della, desa ini berubah total sejak aku terakhir ke sini. Sekitar lima belas tahun yang lalu," kata Main.
"Ini semua berkat bantuan dari Pak Badrun. Sejak sepuluh tahun yang lalu Pak Badrun membangun total desa ini. Tapi Mas ke sini ada perlu apa?" tanya Della.
"Aku ada sebuah misi yaitu mencari dan menghancurkan mustika ular hijau. Menurut petunjuk yang ada mustika berada di dekat desa ini," jawab Main.
"Mas, mengapa mustika itu harus dihancurkan? Dan dimana tepat keberadaannya?"
"Mustika itu memiliki kesaktian mampu membuat orang menjadi kaya. Kenapa harus dimusnahkan sebab jika mustika tersebut terisi darah yang cukup maka bisa berubah menjadi ular yang sangat berbahaya. Jika ular tersebut memangsa banyak orang bisa saja satu desa ini habis dimangsanya. Karena itu aku harus menghancurkannya."
"Mas punya alat untuk melacaknya?"
"Ada tapi tingkat ketelitiannya paling kecil radius 2 km. Untuk itulah aku akan menginap di sini, maksudku di bekas rumah ayahku."
"Mas beristirahat saja dahulu di sini. Nanti sore kita akan ke sana."
"Tapi ibumu dimana? Ayahmu juga tak ada."
"Orang tuaku mengantarkan masku untuk melamar calon istrinya. Jadi aku sendiri yang ada di rumah."
Dua jam sudah waktu berlalu. Rasa capek setelah sekian lama berjalan terbayar sudah. Kini Main dan Della menyambangi sebuah rumah. Rumput ilalang tumbuh mengelilingi rumah tersebut. Tembok dari bambu telah tak kuat lagi menahan angin. Para serangga membantu pelapukan kayu tersebut. Beberapa tiang penyangga telaah rapuh dimakan rayap. Tak puas sampai di depan saja, Main mulai membuka pintu rumahnya sendiri. Sayamh, pintu malah terjatuh ke lantai.
"Mas yakin mau tidur di sini?" tanya Della.
"Tentu, ini rumahku sendiri. Jadi akan aku tempati bagaimana pun keadaannya," kata Main.
"Tapi tak ada kamar mandi di sini," kata Della.
"Aku tahu."
Tiada kesanggupan Della untuk menahan Main. Pulang ke rumah menjadi pilihannya. Tapi beberapa dengan Main. Rumah yang penuh dengan sarang laba-laba itu dia tinggali. Sebuah kotak yang tertanam di dalam tanah dia ambil. Sepasang pisau belati tersimpan di sana. Meski telan puluhan tahun tak digunakan tapi pisau tersebut tak berkarat. Main membersihkannya dan bersiap untuk mencoba. Sebuah lemparan dia lakukan. Rumput yang dilewatinya sedikit terpotong. Dengan berkonsentrasi yang sungguh-sungguh pisau yang terlempar kini kembali ke tangan Main. Rasa penasaran main masih tinggi. Dengan konsentrasi yang penuh pisau tersebut bisa bercahaya. Kini pisau telah tertambah panjang dengan adanya cahaya. Sekali lagi pisau dilemparkan. Rumput yang terkena cahaya pisau terpotong dengan rapi. Berkali-kali main melemparnya hingga hati terasa puas. Ditaruhlah pisau di luar rumah hingga dia tak tahu keberadaan pisau tersebut. Dengan berkonsentrasi pisau kini secara tiba-tiba berada di tangan Main. "Wow, keren. Sekarang aku bisa menguasainya," katanya sendiri.
Dari balik dinding sejuta lubang terlihat sekilas ada yang aneh. Main melemparkan pisaunya ke arah sana. Tapi laju pisau terhenti dan kembali ke tangan Main. Berdiri dan melihat dengan mata kepala menjadi pilihan terbaik daripada harus menghancurkan dinding rumahnya. Ketika itulah muncul sesosok ular hijau. Rasa takut akan racun pada ular sempat menghinggapi hati Main. Perasaannya sirna setelah si ular memangsa hewan kecil di sekitarnya.
Tinggal di rumah reot menjadi momok menakutkan bagi Main. Segala barang bawaannya kembali dia ambil. Rumah Della menjadi tujuannya kembali. Sekali lagi pintu rumah Della dia ketuk, "Tok tok tok."
Sekarang yang membuka pintu sesosok laki-laki, umurnya sudah paruh baya. Baju bagus nan rapi dia kenakan. "Mas siapa?" tanyanya.
"Paman, aku Main," jawab Main.
"Wah, ternyata kau sudah besar. Sudah bekerja atau belum?" tanya sang paman, Sambodo.
"Aku belum bekerja. Aku masih menjalankan sebuah misi," jawab Main.
"Ceritanya nanti saja. Ayo masuk dulu."
Kembali lagi Main masuk ke dalam rumah Della. Kali ini lengkap sudah keluarga Della. Berbagai sajian ada di dalamnya.
"Main, bagaimana keadaan kedua orang tuamu?" tanya Sarinah, istri Sambodo.
"Ibu dan ayahku sudah berpindah dimensi. Kini aku sendirian di dunia ini," kata Main agak sedih.
"Main, kamu jangan begitu. Anggap saja kami ini orang tuamu sendiri. Sekarang sudah bekerja atau belum," kata Sarinah.
"Aku masih menjalankan semua misi. Kebetulan misinya ada di sekitar desa ini. Misiku untuk menghancurkan mustika ular hijau. Alat pelacaknya kurang canggih. Jadi aku harus bisa menemukannya dalam radius dua kilometer," kata Main.
"Saudaraku, rumahmu sudah tak layak huni. Bagaimana kalau kau tinggal di sini terlebih. Hitung-hitung menghemat pengeluaran," kata kakaknya Della, Raka Saputra.
"Tapi bagaimana dengan calon istrimu?" tanya Main.
Bab 1 Kembali ke Desa
26/10/2021
Bab 2 Melawan Bayangan
26/10/2021
Bab 3 Jangan Ganggu Della
26/10/2021
Bab 4 Kebangkitan Suro Amukti Karso
26/10/2021
Bab 5 Main vs Suro Amukti Karso
26/10/2021
Bab 6 Siapa yang Kalah
26/10/2021
Bab 7 Cengkeraman Manusia
26/10/2021
Bab 8 Jalan Della
26/10/2021
Bab 9 Perjalanan Menuju ke Ras Salwa
28/10/2021
Bab 10 Melawan Yaki
30/10/2021
Buku lain oleh Sangkan
Selebihnya