Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
HILANGNYA JASAD KEMBARANKU

HILANGNYA JASAD KEMBARANKU

PenSas

5.0
Komentar
509
Penayangan
20
Bab

Jasad kembarannya yang tak ditemukan membuat Mecca nyaris gila mencarinya. Kematiannya saja sudah membuat dirinya terpukul, apalagi dengan hilangnya jasad Micail.

Bab 1 Dia Ada di Dekatmu

Di satu malam yang kelam, semilir angin menggoyangkan dahan pepohonan, gesekan dedaunan mengeluarkan suara yang khas, remang cahaya bulan diiringi suara burung hantu yang bertengger di dahan pohon itu.

Dari sebuah rumah, di sebuah pedesaan terpencil, berdekatan dengan rumpun bambu terdengar teriakan seorang gadis, menjerit, memekik, menahan sakit.

"Ampuuun, Ibu, jangan, sakit-" Begitulah samar-samar terdengar rintihan gadis itu.

Semakin larut dan gelap sendu malam, semakin terdengar jelas hingga kejauhan jeritan tangis itu. Sudah bukan menjadi hal tabu, bagi warga sekitar. Warga pun seakan tak mau tahu lagi.

*

"Sial!" gerutu gadis yang sedang asyik di depan layar laptopnya.

Lantas, gadis berkuncir kuda itu, membenarkan kacamata yang melorot.

"Kenapa otak aku tumpul sekali, mentok terus." Lagi, dia bermonolog.

Tak lama kemudian dengan mata yang masih terpaku pada layar laptop gadis yang mengenakan kaos oblong longgar itu meraih cangkir yang ada di meja, dia mendekatkan cangkir itu ke bibirnya. Nahas, kopi di dalamnya telah tandas, dan membuatnya semakin kesal.

"Astaga, gini amat nasibku," rutuknya, lantas mengembuskan napas berat.

Gadis bermata bulat dengan manik cokelat muda itu meletakkan kembali cangkirnya, kemudian mengusap wajah dengan kasar. Tak lama kemudian, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan tempatnya tinggal.

Manik mata itu, tiba-tiba membesar menyadari kekacauan yang entah telah berapa lama dia buat. Sampah-sampah berserakan, lantai berdebu, bau tidak sedap pun begitu memenuhi ruangan tersebut.

"Apa!?" teriaknya seraya beranjak dari duduk.

"Astaga Mecca, udah berapa lama kamu mati sebenarnya?" umpatnya pada diri.

Dia masih terkesima melihat ruang tempatnya tinggal sudah seperti tempat pembuangan akhir dari satu komplek selama satu minggu. Tak ingin membiarkan kekacauan itu terus berlanjut, Mecca pun hendak membersihkan semuanya.

Dia mulai dari membuka gorden dan jendela, agar udara baru menggantikan udara lama yang telah terperangkap di ruangannya. Saat cahaya matahari menembus kaca jendela, merambat lalu kemudian mengenai wajah pucat itu, dengan spontan telapak tangannya menjadi perisai untuk menghalangi rasa silau yang dirasakan.

"Waaah, ternyata dunia masih berputar pada porosnya," decaknya, senyum simpul pun terulas dari bibirnya yang tipis.

Sejenak dia berdiri di tepi jendela, kebetulan kamarnya berada di lantai atas sebuah rusun. Mecca menghirup udara segar yang menerobos bebas ke lubang pernapasannya. Hal itu seakan membuat dia merasa mendapatkan energi baru setelah beberapa waktu mengurung diri.

Setelah itu, Mecca mencoba merogoh ponsel yang ada di saku celana jogger yang dikenakan. Lantas, dia mengaktifkannya. Setelah itu, Mecca meletakkan ponselnya di nakas dekat jendela. Sementara dia beranjak dan berniat untuk membersihkan kamarnya itu.

Bilah notifikasi pada ponsel Mecca terus menyala dan menampakkan beberapa pemberitahuan, baik pesan maupun hal lainnya. Banyak orang yang mencarinya, terutama sebuah kontak yang bernamakan Boy, puluhan pesan yang dikirim runtun selama beberapa hari terakhir ini.

Macca masih tak mengacuhkan ponselnya, gadis yang penampilannya sudah tidak karuan itu begitu fokus pada sesi bersih-bersih, dan membereskan kekacauan di kamarnya.

Hingga setelah seharian pertempurannya dengan sampah. Kini, ruangan itu layak disebut sebagai kamar tidur.

"Fyuh," lenguhnya, seraya tersenyum simpul.

"Akhirnya!" Gadis itu tampak lega, lantas dia meraih handuk dan bergegas ke kamar mandi.

"Sudah berapa lama aku tidak mandi, ya? Badanku sampai bau sampah." Lagi-lagi dia bermonolog.

"Ini, apa? Shampo? Conditioner? Ini makenya yang mana dulu? Duh, sampe lupa."

Mecca pun memilih untuk menggunakan shampo saja, lantas dia mulai membasuh seluruh tubuh dengan air yang mengalir dari shower, setelah seluruh tubuhnya basah dia mencoba meraih shampo yang ada di rak di sudut kamar mandi tanpa menoleh. Namun, tiba-tiba saja botol shampo itu tidak dapat diraihnya. Ternyata tidak ada botol apa pun di atas rak itu. Tanpa dia sadari botol-botol tersebut sudah berpindah tempat dengan sendirinya.

Mecca menoleh dan menyadari kejanggalan itu, tetapi dia memilih untuk acuh tak acuh dan tidak mau ambil pusing. Hingga dia pun menyelesaikan ritual membersihkan diri tanpa basa-basi lagi.

Drt! Drt!

Saat Mecca keluar dari kamar mandi, terdengar getar pada ponselnya, kali ini dia mencoba mengacuhkan dan menghampiri nakas tempat menyimpan ponsel tersebut.

"Sudah kuduga, Boy," desisnya.

Tak lama kemudian, dia membawa ponselnya ke arah tempat tidur. Mecca pun menelepon balik Boy, lalu menghempaskan badannya ke kasur dengan menempelkan benda pipih itu di telinga.

Sesaat setelah panggilannya dijawab, Mecca berucap, "Hei, Boy! Kau merindukanku?"

"Hei, Bodoh! Berhentilah membuat orang khawatir, kau ini selalu begitu, setiap menulis kau melupakan segalanya!" umpat seseorang bernama Boy di seberang telepon.

"Hahaha!" Mecca tergelak, mendengar kemarahan Boy.

"Dasar gadis gila!" umpat Boy sekali lagi.

"Berhentilah, memarahiku, kamu cerewet banget, seperti nenek-nenek," ledek Mecca.

"Sudahi saja novelmu itu, atau kau akan benar-benar gila dibuatnya!" tukas Boy di seberang sana.

"Baiklah, baiklah, aku mengerti." Tidak ingin berdebat lagi, Mecca pun memilih mengiakan apa yang dikatakan Boy.

"Tidak, kau tidak mengerti, aku yang harus selalu ngertiin kamu." Sekali lagi Boy meluapkan kekesalannya.

"Aish, ya udah, besok jemput aku, kita ketemu, oke!" ucap Mecca.

Setelah ucapan itu Mecca pun memilih menyudahi percakapannya, karena tidak ingin terus menerus mendengarkan umpatan Boy. Lalu, untuk mengisi kekosongan dalam otaknya dia mencoba membaca berita-berita di internet. Beberapa hari ini, Mecca memang hanya fokus pada dunianya.

Ketika dia menulis, dia akan pergi dari dunia nyata. Memilih mengurung diri di kamar dan mematikan ponsel, fokusnya benar-benar tersita. Hingga dia akan lupa merawat diri sendiri, seperti kali ini. Akan tetapi, saat dia mulai kehilangan ide, dia akan kembali menjadi manusia biasa yang hidup normal. Hanya Boy yang mengerti kebiasaannya itu.

Saat asyik membaca berita-berita faktual minggu ini, fokusnya tertarik pada sebuah judul berita yang mengabarkan kematian seorang jurnalis di desa terpencil yang ada di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Mecca membacanya dengan saksama, hingga rasa penasaran pun menghampiri.

Ketika dia sedang fokus pada layar ponselnya, tanpa dia sadari sesosok bayangan hitam mengawasinya dari sudut kamar.

Brugh!

Sejurus kemudian pintu kamar mandi terbuka dan tertutup kembali dengan sendirinya. Lagi-lagi, Mecca tak mengindahkan dan masih fokus pada layar ponselnya.

"Mereka terlalu dekat hingga kita mengabaikan. Padahal, bisa saja mereka peduli atau mungkin ingin mencelakai."

*

Setelah beberapa saat memikirkan tentang berita tersebut, Mecca memilih untuk beristirahat. Dia mengingat janjinya untuk bertemu Boy esok hari. Tepat sesaat sebelum mata Mecca terpejam sempurna. Bayang hitam itu kembali keluar dengan menembus pintu kamar mandi dan perlahan menghampiri Mecca yang sedang terbaring.

Bayang hitam itu duduk di tepi ranjang dan menatap lekat ke arah wajah gadis manis tersebut. Dengan mata yang hendak terpejam, Mecca seolah mampu melihat sosok tersebut.

Seulas senyum terukir, lantas dia bergumam, "Micail, maafkan aku ...."

Mecca pun terlelap, sosok hitam itu pun lenyap.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh PenSas

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku