Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Zina adalah Hutang!!! Kisah kasih Dzikra

Zina adalah Hutang!!! Kisah kasih Dzikra

wiwin sumi

5.0
Komentar
4K
Penayangan
46
Bab

Setibanya di tanah air Dzikra harus di hadapkan dengan kenyataan bahwa ia adalah anak yang di lahirkan di luar nikah. Ia ke negeri jiran Malaysia menjadi tulang punggung setelah ayahnya meninggal. Ratih adiknya pun hamil di luar nikah sebelum ia lulus dan depresi berat. Terpaksa Dzikra membesarkan Bayu seorang diri karena adiknya meninggal pasca melahirkan dan ibu nya Dzikra meninggal di tabrak lari orang yang tak bertanggungjawab. Sanggupkah Dzikra menjadi single parent untuk Bayu yang hijrah dari kampungnya karena di usir, di anggap pembawa sial. Di tengah keputus asaan Dzikra bertemu ibu Diah pemilik sekolah daycare terbesar di bekasi dan menampung Dzikra dan Bayu. Dzikra juga bertemu ustadz Wahyu sebagai guru spiritual bu Diah dan teman anaknya Sultan. Benih cinta mulai muncul namun tiba-tiba bu Diah meminta Dzikra menikah dengan Sultan anaknya yang dingin dan sombong yang telah menjalin kasih dengan Sherin. Sherin pun hadir sebagai saudara tiri dan sekaligus musuh Dzikra. Siapakah yang akan memenangkan hati Dzikra?? Rian pun mulai mencari Bayu dan tertarik dengan kakak Ratih tersebut, Dzikra. selamat membaca..

Bab 1 Kejutan untuk Dzikra

Jangan pernah membuat keputusan dalam kemarahan dan jangan pernah membuat janji dalam kebahagiaan.

**Ali bin Abi Talib**

3 tahun sudah lamanya Dzikra di merantau ke negri jiran ya Malaysia. Dzikra lillah itulah namanya, kulitnya kuning langsat karena di Malaysia, Dzikra hanya bekerja. Dibenaknya tidak terbesit sama sekali untuk jalan-jalan apalagi pacaran. Ia bertekad ingin melunasi hutang yang menggunung untuk pengobatan ayahnya sebelum tiada, apalagi ia masih memiliki adik yang bersekolah di SMK, Ratih namanya.

"Alhamdulillah sudah sampai Giwangan, tapi kok malam banget ya.." Batin Dzikra

Jam sudah menujukan pukul 1 dini hari. Terminal ini tak banyak perubahan, hanya catnya yang terlihat baru. Begitu turun angin semilir menyeruak ke rambut Dzikra yang tertutup kerudung. Begitu turun dari bis Dzikra sudah di sambut 2 orang tak di kenal.

"Sini mbak saya bantu! " Kata pak berkumis main rebut tas Dzikra.

"Ets jangan dong pak, biar saya saja" Tolak Dzikra

"Monggo mbak nithi taksi mawon? " Tanya pak sopir taksi yang lebih rapi dengan batiknya.

Perdebatan sengit mereka tak terelakkan, tanpa pikir panjang Dzikra memilih naik taksi karena sedikit takut sikap pak ojek.

"Mau buat surprise ah buat simbok dan Ratih" Batin Dzikra senang tak sabar lagi.

"Niki ajeng teng pundi mbak? (Ini mau kemana mbak?) " Tanya pak sopir sudah siap membukakan pintu taksi.

"Putren Sriharjo Bantul pak, deket SMK Akuntasi Yogyakarta" Jawab Dzikra

"Nggeh mbak, bismillah. " Katanya sambil menginjak gas mobil.

Radio pun diputar memecah dinginnya malam bertabur bintang.

"Saking pundi Niki mbak??(dari mana ini mbak?)" Tanya pak sopir menasaran

"Dari Surabaya pak" Jawab Dzikra singkat. Memang Dzikra naik pesawat turun di Surabaya, entah kenapa prosedur tidak bisa landing di Yogyakarta, mungkin karena status Merapi yang masih waspada.

"Niki pun SMK mbak, belok pundi nggeh?? (Ini sudah sampai SMK mbak, belok mana??) tanya pak sopir

" Haduh beda banget ya, pelan-pelan ya pak soalnya pangling ini. " Kata Dzikra sambil menajamkan bola matanya yang sudah mengantuk.

"Itu ada pom bensin belok kanan ya pak, terus ikuti jalan ini nanti. " Perintah Dzikra sambil menunjuk jalan di depan.

"Nah depan belok kiri terus ke kanan nah ada kuburan tuh pak ke kanan nanti 200meter berhenti. " Kata Dzikra penuh semangat

"Nggeh mbak. " Jawab pak sopir

"Stop pak sini saja, berapa ya? " Tanya Dzikra

"Lima puluh enam ribu mbak. " Jawab pak sopir

Dzikra pun menarik dompetnya dari tas jinjingnya, selembar uang merah ia serahkan ke pak sopir. "Ambil kembaliannya pak, Terima kasih ya. " Kata Dzikra sambil menundukkan badannya.

Jam menunjukan pukul 01. 40 Wib, suara jangkrik nyaring bernyanyi memecah sunyi.

Dzikra perlahan mengetuk pintu rumah yang tak usang terlihat warna hijau mulai mengelupas.

"Assalamu'alaikum.. " Masih tidak ada jawaban

"Assalamu'alaikum.. Mbok.. " Lirih Dzikra lebih lantang.

"Wa'alaikumussalam.. Siapa ya kok jam segini..?? " Tanya simbok penasaran.

Kreettt. Suara pintu tak bisa di sembunyikan.

"Dzikra.. Ya Allah anakku nduk.. Iki kowe??(ini kamu??) tanya simbok sambil memeluk Dzikra, air matanya tak bisa di bendung.

"Nggeh mbok, apa kabar mbok? Ratih dimana mbok kangen banget. " Kata Dzikra sambil mengusap mata simbok yang basah bercucuran dan mencium tangan simbok.

"Lagi tidur nduk, istirahat dulu pasti capek banget tho? " Tanya simbok

Simbok menuntut Dzikra ke kamar nya. Ya rumah kecil ini hanya memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi dan dapur tak ada yang berbeda dari rumah ini bahkan boleh di kata tak terurus karena tidak ada laki-laki di rumah itu. Bulan tersenyum riang menyapa dari atap genting yang melorot, dipastikan jikalau hujan pasti menari masuk ke kamar tepat di bawahnya ember tergeletak. Simbok sudah meluncur ke dapur, terdengar gemericik sendok beradu gelas dari kamar. Penasaran Dzikra menengok kamar sebelahnya, ia singkap tirai tak berpintu itu dengan mudah. Betapa terkejutnya Dzikra melihat keadaan Ratih, rambutnya kusam panjang tak terurus, badannya kurus tapi perutnya buncit dan kakinya terikat rantai dengan ranjangnya. Dzikra menahan mulutny dengan kedua tangannya, ia berusaha tak mengeluarkan suara agar Ratih tak tebangun tidurnya. Dzikra menutup tirainya, ia tak berani mendekat tak terasa matanya sudah menganak gunung.

"Duduk sini nduk. "Ajak ibu Dzikra

" Mbok.. Apa yang terjadi sama Ratih mbok..?? " Kejut Dzikra

"Panjang nduk ceritanya, ini di minum dan dimakan dulu. " Rayu simbok

Dzikra tak bisa menahan tangisnya lagi. Betapa tidak, ia ingin memberikan kejutan untuk keluarga nya tapi justru Dzikra yang lebih terkejut. Singkat cerita, Ratih hamil di luar nikah dengan pacarnya sebelum ujian sekolah. Ratih pernah cerita ke simbok kalau orang tua pacarnya kurang suka dengan Ratih yang miskin. Tak di sangka mereka melakukan hubungan terlarang untuk mendapat restu. Bukan restu yang di dapat, pacarnya setelah lulus sekolah justru pindah ke luar kota.

Sedangkan Ratih harus menahan malu karena tidak bisa ikut ujian sekolah ketahuan hamil.

Agustus bulan kemerdekaan, tapi bagi Dzikra bulan ini awal kehidupan yang baru. Sebentar lagi Ratih melahirkan dalam kondisi hilang akalnya. Semenjak di tinggal pacarnya Ratih mulai murung pendiam, depresi hingga akhirnya terbesit bunuh diri. Lidah tak bertulang memang, tapi sakitnya tak kan hilang hingga ujung usia. Ya tetangga banyak mengunjing, Ratih semakin down dan berulang kali terbesit bunuh diri. Pernah tangannya bersimpah darah sambil menangis alhamdulillah simbok pulang dari sawah cepat tertolong. Semenjak itu simbok menyimpan gelas dan pisau. Ratih mulai mencari tali, ia pernah ketahuan sudah naik di kursi dan tertawa riang. Simbok membujuk Ratih turun dengan memanggil nama Adrian. Ratih mau turun tapi justru ia mogok makan hingga kurus seperti orang cacingan, badan kurus tapi perut besar. Semenjak itu Ratih harus di tali di ranjang kamarnya.

Pantas saja selama hampir setahun Dzikra hanya bisa menelepon simbok tanpa suara Ratih. Hanya Dzikra yang telepon karena simbok termasuk gaptek (gagap teknologi). Dzikra merenungi kata demi kata yang keluar dari simbok. Sungguh ironis kehidupan, ayah Dzikra tiada semenjak Dzikra kelas 6 SD dan Ratih masih 3 SD. Dzikra terbiasa sekolah sambil berdagang malamnya membantu simbok membuat besek buat hajatan. Setidaknya rumah Dzikra sekarang berlapiskan tembok hasil dari merantau.

"Aaaahhhh... Sakit.... " Teriak Ratih dari bilik kamarnya. Dengan sigap Dzikra berlari menyibak kain penutup. Dilihatnya darah mengalir segar dari selakangan Ratih.

Terima kasih sudah Subscribe dan mampir di cerita ku ini...

Ambil baiknya dan buang buruknya..

Ingat selalu taat perintah Allah dan jauhi laranganNya

Salam kenal..

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh wiwin sumi

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku