(bukan) Telepati Cinta

(bukan) Telepati Cinta

Reiyana

5.0
Komentar
958
Penayangan
20
Bab

"Telepatiku tidak pernah bekerja untuk cinta!" Hyura Anastasya tidak pernah menduga bahwa, obsesinya dalam mencari reinkarnasi dari sosok Fino dalam buku kuno milik kakeknya malah membuatnya hampir kehilangan sahabat dan cinta sejatinya. Siapa juga yang menyangka jika sosok hantu laki-laki yang selalu mengikutinya adalah kunci dari semua teka-teki yang mendera hidupnya selama ini. Bermodalkan kekuatan telepati yang selalu bisa dia andalkan, bisakah Hyura memecahkan seluruh masalahnya?

Bab 1 Sebentuk Hati untuk Yura

"Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba? Bikin kaget saja," rengek Yura pada Fino yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu.

"Kau melamun, makanya jadi kaget! Sebenarnya aku sejak tadi sudah ada di sini." Fino mengingatkan Yura yang tidak menyadari keberadaannya sejak tadi.

"Ada yang mencinta tapi orang lain tak mampu membalasnya, ada yang hidup bersama tapi tak saling cinta, sedangkan kita? Kita saling cinta, tapi tak bisa bersama," keluh Yura diikuti setetes air yang keluar dari ujung matanya.

Fino tersenyum. "Bukan tidak bisa bersama, tapi kita hanya takut! Takut pada Tuhan kita!" seru Fino yang berusaha tegar supaya Yura tidak sedih.

"Sudahlah! ini buatmu," sambung Fino seraya menyerahkan sebungkus pelastik kecil kepada Yura.

Yura mengerutkan keningnya. "Apa ini? Kau memberiku hadiah?" tanya Yura yang tersenyum pada Fino.

"Tadi di jalan aku tidak sengaja melihatnya, sepertinya cocok untukmu," jawab Fino.

"Hijab? Tapi aku 'kan tidak memakai hijab," sahut Yura yang langsung membentangkan hijab itu dan mengalungkannya di leher.

"Tapi ini cantik sekali, motifnya bagus, aku suka! Terimakasih yaaa, Fin," ujar Yura lagi seraya tersenyum menghargai pemberian Fino.

"Kau seorang muslim, kenapa tak mau pakai hijab?" Fino menatap Yura yang sedang mengamati hijab itu.

"Bukan tidak mau, tapi aku belum yakin." Yura memberi alasan.

"Aku non muslim, tapi aku suka wanita berhijab. Entah mengapa, kain hijab yang menutupi rambutnya justru membuat wajahnya menjadi semakin menawan." Fino menatap tajam ke arah Yura.

"Kalau aku jadi mu'alaf, apa kau mau memakai hijab?" Fino kembali bertanya pada Yura.

Yura berhenti berfikir dan menatap tajam mata Fino, ia tidak menyangka kekasihnya ini akan berbicara seperti itu.

"Yura, kau dengar ini baik-baik yaaa!"-Fino meraih tangan Yura dan melanjutkan kata-katanya- "Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah, Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

Hati Yura meleleh mendengar lafadz dua kalimat syahadat yang keluar dari mulut Fino, bak ribuan jarum es menusuk ke dalamnya. Syarafnya seketika membeku semuanya.

Perlahan dengan bibirnya yang bergetar, Yura berkata, "Finnnooo, apa kau sadar terhadap apa yang kau lakukan? lafadz dua kalimat syahadat bukan untuk main-main!" seru Yura.

"Aku memang sedang tidak main-main Yura! mulai sekarang, aku muslim!" seru Fino untuk meyakinkan Yura.

Yura tersenyum menatap wajah Fino, dalam hatinya masih merasa kejadian ini hanyalah mimpi. Tapi kenapa perasaannya begitu tidak enak seperti mencemaskan sesuatu.

"Yura, coba kau lihat disebelah sana!" Fino menunjuk ke arah belakang Yura.

Yura langsung menoleh ke belakang dan melihat Adi yang sedang berlari tertatih-tatih dan menuju ke arahnya.

"Yuraaa ...!" sahut Adi dengan terengah-engah.

"Adi, ada apa?" Yura langsung bangkit dan mendekat ke Adi, sahabat Fino ini.

"Yuraa ..., Fiiinnn - Fiiinn, Finoo kecelakaan Yura!" Adi terbata-bata karena nafasnya masih memburu.

"Apa kau bilang? Adi, carilah candaan yang lain, ini tidak lucu!" Yura sedikit tersinggung dengan Adi yang kelewatan itu.

"Yura? Aku tidak bercanda, Fino kecelaan! Sekarang dia ada di rumah sakit! Ayo ikut aku!" ajak Adi semakin tidak karuan.

"Cukup Adi! Bercandamu keterlaluan! Jelas-jelas Fino ada di-" tiba-tiba Yura menghentikan pembicaraannya saat melihat Fino telah sirna dari tempat duduknya.

"Fiiinnnn ... Finoo ... Finoooo ...! Kau dimana? Finoo? Kau kemana?" Yura berjalan kesana kemari mencari-cari Fino.

"Astafirullohal'azim ... Finooo ... kau dimana?" Yura tersungkur, menangis ketika sadar Fino tidak ada lagi di hadapannya.

"Yura, sudah Yuraa ...! Kau ini kenapa? Ayo kita ke rumah sakit, Fino kritis sekarang." Adi merebut tangan Yura dan menariknya.

"Tidak mungkin Fino kecelakaan, tidak mungkin Di ... barusan dia ada disini bersamaku, lalu dia memberiku-" Tanpa menyelesaikan dialognya, Yura langsung menangis sejadinya.

"Yura cukup! Fino butuh dukungan kita sekarang, ayoo!" Adi berusaha menenangkan Yura dengan menggenggam erat kedua lengan Yura.

"Sumpah Diiii! Fino tadi di sini bersamaku, lalu dia memberiku hijab berwarna cream dan sekarang aku tidak tau Fino di mana dan hijab itu juga di mana?" Yura menangis terisak.

"Yura, kau harus tenang dulu! Kita pergi ke rumah sakit sekarang! Fino sedang berjuang melawan rasa sakitnya! Kau harus sabar! Ayo kita temui dia dulu!" Adi dengan sabar membantu Yura berdiri dan menuntunnya.

***

Setibanya di rumah sakit, ternyata semua orang sudah berkumpul disana. Yura berlari menemui seseorang yang tengah berdiri menundukkan kepalanya.

"Nini, bagaimana keadaan Fino?" tanya Yura pada Nini, neneknya Fino. Tapi Nini tak memberikan jawaban apapun.

"Kenapa kalian semua diam? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Fino? Nini, Fino kenapa?" Yura melutut dan menangis di depan keluarga Fino.

Tiba-tiba adik kecil Fino mengusap air mata Yura dan berkata dengan polosnya, "Teteh jangan nangis yaaa! kata Nini, Bang Fino baik-baik saja, dia sudah pergi kelangit untuk bertemu bidadari."

Yura merasakan seluruh tubuhnya lemas tidak berdaya, ia jatuh dan semakin bertekuk lutut di hadapan semuanya. Yura tidak pernah membayangkan, bahwa orang yang berbicara dengannya beberapa saat tadi hanyalah arwah Fino. Tak menyangka Fino akan secepat itu tiada, dia berlari menerobos masuk ke ruang IGD itu dan menggila di hadapan jenazah Fino. Semua orang masih terpaku dalam diam, airmata yang sejak tadi membanjiri pipi-pipi itu kini berangsur kering dengan sendirinya.

***

Beberapa hari setelah pemakaman Fino, Nini menemui Yura yang masih duduk dengan pandangan kosong di ruang tamu rumahnya.

"Cucuku Yura, Abangmu Fino sangat mencintaimu. Dia meninggal dalam keadaan muslim. Pagi itu sebelum kecelakaan terjadi, Fino telah memutuskan untuk memeluk Islam demi dirimu. Kami semua tidak lagi menentangnya, kami ikhlas jika Fino harus meninggalkan keyakinannya. Tapi takdir sekali lagi menjalankan sekenario menyedihkan ini. Terima ini nak, ini adalah barang terakhir yang dibawa Fino untukmu."

Setelah Nini pergi, Yura membuka bungkusan pelastik itu. Ternyata isinya adalah hijab yang sama dengan hijab yang dibawa arwah Fino saat menemuinya beberapa hari yang lalu. Ada surat kecil keluar dari dalamnya, pesan singkat dari sang pujaan hati,

'Aku takut membuatmu jatuh cinta terlalu dalam kepadaku! Aku takut tak bisa membimbingmu karena aku orang baru dalam agamamu.

Tapi, hadirmu telah memberiku banyak pelajaran. Kau mengenalkanku tentang agamamu hingga membuatku yakin untuk itu.

Setidaknya kebersamaan denganmu tidak membuat lafadz Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah menjadi sia-sia, karena Allah telah menuntunku untuk mengucapkannya dengan sangat lancar.

Terimakasih Yura, berkatmu saat ini aku bisa tidur dengan damai dalam pangkuan illahi.

Yura, jika suatu saat nanti akan ada kesempatan kedua untukku, jika nanti akan ada kehidupan setelah kematian, maka aku memilih untuk terlahir kembali sebagai seorang muslim. Aku akan memperdalam pengetahuan agamaku untuk menjadi imammu.

Tangis Yura langsung pecah setelah membaca tulisan Fino dalam surat itu, dia memeluk erat hijab itu. Dan kemudian memakai hijab itu di kepalanya

Yura terus hidup dalam kesenjangan perasaan. Cinta Fino terus mengikatnya, membuatnya enggan mencari yang lain. Yura menutup dirinya dari siapapun, menyendiri, dan terus menyendiri.

Yura mengalami depresi yang sangat berat, sehingga membuatnya kehilangan sebagian besar kesadarannya. Orang-orang menganggapnya telah sakit jiwa, hingga ia harus dipasung agar tidak mengacau.

Tapi Yura terus menunggu Fino bereinkarnasi sampai waktunya akan tiba. Sekarang, esok, bahkan dalam keadaan tua renta tak berdaya Yura akhirnya menyusul Fino.

"Tamaaaaat!" Hyura melompat turun dari kursi taman itu setelah menyelesaikan ceritanya dan meminum jus orange yang diberikan Fino.

Ternyata kisah yang tadi itu hanya cerita yang sedang disampaikan Hyura pada Fino.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku