Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Problematic Daddy

Problematic Daddy

Seo Raven

5.0
Komentar
29
Penayangan
9
Bab

Hamil di saat SMA buat Naela harus mengurus empat anak di umur muda. Abin putra seorang putra sulung yang menolak meneruskan bisnis keluarga. Sein si putra kedua dan gamenya, dan duo kembar yang amat usil - Yona dan Hana. Zeyn Stuart suami Naela teerpaksa menikahi Naela yang telah hamil meski tak mendapat restu keluarga. Banyak rintangan yang terlewati bersama, bahkan keluarga Zeyn mengancam untuk mengusir Naela jika perempuan itu sampai hamil lagi. di tengah semua masalah, Zeyn mulai ragu. Apakah semua anak itu adalah darah dagingnya? Apakah Naela adalah perempuan yan tulus atau sekedar memanfaatkan kekayaannya? Bersama ke empat anaknya, Naela akan membuktikan ketulusan cintanya pada Zeyn, juga buktikan pada keluarga mereka bahwa mereka pantas diakui sebagai keluarga. Lantas dapatkah Naela dan anak-anak mencapai tujuan itu?

Bab 1 Dugaan Pertama

"Kamu tidak bisa egois, Mas! Aku juga ingin bebas. Pikirmu mudah, hanya mengurus anak-anak! Anak kita ini beda. Abin, Yona, Hana, dan Sein! Kamu kira mudah mengurus mereka?" Neala mentatap Damian dengan jantung menggebu-gebu, mata menatap nyalang dengan rahang mengeras. Semua kemarahan yang selama ini tertahan, pada akhirnya tertumpah bersamaan tetes air mata.

Naela mengepal erat, memandang pada sang suami yang tak kalah kesal, menatap tajam kearahnya. Berpura-pura baik di depan anak bukanlah pilihan terbaik, karena selain butuh energi ekstra, anak-anak akan sangat kecewa saat mengetahui kebenaran bahwa keharmonisan keluarga mereka adalah bohong.

"Kau pikir aku juga hanya enak-enakan di kantor? Aku bekerja demi kalian!"

"Ck, demi siapa? Demi perempuan jalang yang kamu ajak jalan ke sana-sini, sedangkan waktu untuk keluarga saja kamu tidak punya, Mas," protes Naela.

Plak!

Manik mata Naela terbelalak, memegangi pipi kiri yang memerah. Terisak, menatap sang suami yang tak menunjukkan sedikitpun rasa sesal. Ini pertama kali setelah pernikahan mereka enam belas tahun lalu-dan kini Damian menampar dirinya.

"Dia sekretarisku, asal kau tau! Kau juga, saat aku butuh perhatianmu, kau malah sibuk dengan grup reuni. Mau cari selingkuhan?"

"Daddy!"

Tak hanya Damian, Naela pun kaget mendengar pekikan anak pertama mereka yang menatap marah di depan meja makan. Masih memakai seragam, juga ransel di bahu, dengan wajah lelah sepulang sekolah. Pemuda itu berdiri memegang kedua adik kembarnya di samping kiri-kanan.

Tergesa, Naela mendekat, peluk si kembar yangbersembunyi di balik si sulung-Abin-yang baru berteriak dengan suara lantang.

"Sayang, tidak apa-apa. Mommy dan Daddy tidak apa-apa," lirih Naela.

Bukan hal mudah, di usia muda, Naela sudah harus menjadi seorang ibu untuk empat buah hati kebanggaannya. Memang salah, dahulu saat di SMA Naela berpacaran dengan Damian dan melakukan hubungan hingga terlahir Abin, dan pernikahan digelar dengan sangat mendadak, hampir tanpa persiapan. Setelah menikah, mereka dikaruniai putra lucu yang kemudian dipanggil Sein. Beberapa tahun setelahnya, karena sebuah kecerobohan, Naela kembali hamil dan melahirkan si kembar Yona dan Han.

"Tadi Ddy tampar Mmy, apa itu sakit?" parau Sein yang mengusap pipi Naela, memeluk sang mommy. Dia adalah anak kedua, tetapi lebih cengeng daripada si kembar yang justru bersifat tomboi, pemberani, dan keras kepala.

Naela menggeleng pelan, lalu Han dan Yona ikut memeluk dirinya dari belakang. Perlahan Damian mendekat, menyadari kesalahan, tetapi Abin menghalangi, menatap marah.

"Jangan dekat-dekat dengan kami! Jika mau menyakiti Mmy, lebih baik pergi saja."

"Ck, kalian memang sama, ya!" Damian mengurut kening, frustrasi. "Tidak pernah bisa menghargai waktu yang udah Daddy luangin untuk bekerja, banting tulang demi kalian."

Seolah tak mau mendengar, Yona memegang pergelangan tangan sang Mommy, membawa perempuan itu ke kamar nya dan Han.

Naela menyesal, ini pertama kalinya anak-anak melihatnya menangis, tetapi dengan perhatian mereka menanyai dan memeluk hangat, kini senyumnya kembali terlihat.

"Maafin Mmy, belum bisa jadi Mommy yang baik untuk kalian."

"No," ucap Han, si tukang usil yang mendadak diam di samping sang mommy. "Mmy adalah mommy terbaik. Han bangga punya Mmy."

"Kita semua juga bangga. Mmy selalu ada buat kami," tambah Abin.

"Pokoknya, apapun yang dilakukan Ddy, kami akan selalu ada buat Mmy. Jadi Mmy jangan takut lagi," Yona memeluk Naela dari samping.

****

Damian berdecak sebal, saat kini mansion mewah keluarga nya kembali menjadi tujuan akhir. Sang ibu menyambut dengan sangat senang, apalagi kedatangannya kali ini tak membawa Naela atau anak-anak pembuat onar itu.

"Hei, kenapa anak Mommy muram sekali, ada apa?" Sang ibu membawa Damian duduk di ruang tengah, tak lama pelayan datang membawa teh dan kue kering.

"Bertengkar dengan Naela." Damian berucap lemas.

Perempuan paruh baya itu tertawa lepas, buat sang anak semakin murung. Memang, sejak pertama, Nyonya Stuat tak menyetujui putranya menikah dengan perempuan dengan status biasa seperti Naela. Namun, mau bagaimana lagi saat putranya telah menghamili Naela dan memutuskan untuk menikah di akhir kelas XII.

"Sudah Mama bilang, kan! Kau tidak cocok dengan anak norak itu."

Damian menghela nafas, ia sangat mencintai Naela. Sangat. Hanya sedikit lelah. Saat ia mengharap perhatian lebih, sang istri justru disibukan pertemuan dengan teman lama dan perkumpulan teman.

"Mmy, ayolah. Aku sangat mencintai Naela. Hanya saja ... aku takut kehilangan dia, dan gak sengaja aku menjadi posesif."

"Kamu itu Buta, Damian!" Perempuan berambut lurus keluar dari ruang tengah, duduk dihadapan Damian dan nyonya Stuart.

"Benar apa yang dikatakan Karin. Cintamu untuk Naela sudah membutakan segalanya. Tentu saja kamu kelelahan bekerja, banting tulang untuk anak-anak yang sebenarnya bukan anakmu."

Manik mata Damian membulat, kedua tangan mengepal, tak terima. "Apa maksud kalian. Anak-anak tentu saja anakku dan Naela!"

"Bodoh! 4 anak di usia 35? Itu tidak masuk akal, Kak! Dia pasti sudah melakukan hubungan dengan pria lain dan menggunakanmu sebagai tameng."

Damian terdiam, kemarahan buatnya tak mood untuk menjawab atau sekedar menentang orang tua dan adiknya, seperti biasa. Tak bisa berpikir jernih, tetapi cukup masuk akal apa yang selalu mereka gosipkan.

"Sebaiknya kau melakukan tes DNA, bukannya Mmy sudah ingatkan kamu berkali-kali. Mmy tidak mau dia hanya memanfaatkan kekayaan keluarga kita."

"Hentikan!" Damian beranjak, kesal. "Aku kesini untuk mencari ketenangan. Dan aku tidak pernah meragukan Naela, sama sekali."

Damian melangkah keluar rumah dengan kesal, sementara Karina tersenyum miring. Gadis itu masih menyimpan dendam pada sang kakak yang mengacaukan bisnis keluarga, memilih menikah dengan si miskin yang terlanjur hamil.

Dalam perjalanan, Damian memikirkan kembali tentang ucapan Sang Mommy dan adiknya. Benar, mereka masih sangat muda, tetapi sudah memiliki empat anak. Sementara kerabat lain baru mempunyai satu atau dua anak. Dahulu, saat SMA, mungkin cinta yang terlalu menggebu buatnya buta dan mempertanggungjawabkan perbuatan tanpa melakukan pemeriksaan. Apakah Abin benar-benar anaknya?

"Ck, mikir apa aku ini. Tidak mungkin Naela melakukan hal kotor seperti itu. Lagipula dia perempuan polos, akulah yang sudah merusaknya. Tapi ... waktu itu, hubungannya dengan Sam juga belum berakhir, kan?"

Dahulu, saat SMA, Damian bisa dibilang tergila-gila pada Naela. Bahkan saat ia tau gadis itu telah memiliki kekasih, Damian memaksa agar mereka berpacaran, sampai melakukan hubungan badan. Entah bagaimana, semua telah terjadi.

Begitu sampai di rumah, keadaan sudah sangat sepi. Tak ada suara, bahkan televisi ruang tengah pun tak terdengar. Mencurigakan.

Menapak semakin jauh memasuki ruang demi ruang, biasanya Yona dan Han berkejaran di ruangan khusus untuk mereka belajar dan bermain. Sementara di ruang tengah, Abin tengah berebut chanel televisi dengan Naela. Begitu berisik.

"Apa mereka sedang pergi?" Gumam Damian yang berjalan memasuki ruang laundry kecil di sudut dapur, tepat di samping toilet.

Damian menghela nafas, menguatkan diri dan tekad, meraih pakaian kotor ke empat anaknya yang semula berada di sebuah bak. Pria itu erbalik, langkah Dterhenti, meneguk ludah kasar. Di ambang pintu, berdiri Naela dengan tatapan polos dari manik mata yang berkaca-kaca, serta wajah sembab.

"Mas, mau apa? Kenapa bawa baju anak-anak?"

"Oh, ini." Damian menatap beberapa kain itu, lalu kembali pada manik gelap sang istri. "Ini ... bukan apa-apa, tidak usah kamu pikirin."

Damian melangkah pergi dengan persiapan untuk ocehan panjang Naela. Namun, hingga beberapa langkah, tak terdengar suara sang istri. Penasaran, Damian menoleh, didapatinya wajah menunduk Naela yang penuh kesedihan.

"Jelas kamu meragukan aku, Mas. Kamu pikir, aku ini perempuan macam apa? Ku kira kamu udah mengenalku karna kita sudah lama menikah, tapi ... aku masih orang asing untukmu, dan keluargamu."

"Naela ... aku harus memeriksa ini, aku harus memastikan bahwa mereka benar-benar anakku."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku