Daily Nathan
Buku Daily Nathan(1)
(Not) a Perfect
Anak muda Menjadi seorang yang banyak dibenci dan tidak disukai oleh orang-orang ternyata se-menyakitkan itu ya? Aku contohnya.
Dari dulu aku selalu mendapatkan perilaku tidak mengenakan dari orang-orang sekitar. Ah iya, apa itu namanya Bullying? Iya itu adalah kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan kondisiku dari dulu hingga sekarang.
Kalaian pasti bertanya-tanya mengapa aku mengatakan hal demikian kan?
Dulunya aku adalah gadis ceria yang dikelilingi oleh orang-orang yang sangat sayang kepadaku. Tapi itu dulu, sebelum peristiwa menyakitkan yang menghantarkanku kepada Cowok Brengsek ini.
Aku Ingin merasakan kebahagiaan seperti orang lain, Tidak selalu terbelenggu oleh kesedihan yang mendalam.
Aku ingin kembali tersenyum seperti sediakala.
Memberikan senyuman ku kepada orang-orang yang aku sayangi.
Sayangnya harapan itu hanya tinggal harapan. Sampai kapanpun aku tidak akan merasakan semua keinginanku.
Berharap setidaknya satu saja harapanku itu bisa terwujud nyatanya tidak akan bisa.
Mustahil jika harapan-harapan itu akan terwujud dalam kenyataan.
Yang aku lakukan sekarang hanyalah pasrah kepada keadaan.
Keadaan yang tidak pernah sekalipun terbersit dalam benak dan pikiranku.
Yaitu menjadi budak seorang cowok yang bernama Raditya Abizar.
Cowok tengil dengan segudang kelakuannya yang amat sangat menyebalkan.
Mengapa aku bilang begitu? Contohnya saja sekarang, dia menyuruhku untuk berdiri di sebelahnya pria ini memintaku untuk mengipasi nya, persis seperti seorang Raja yang sedang di kipasi oleh datang.
"Woy Perkedel, yang kenceng dong ngipasin gue nya. Nggak ada tenaga lo sampai ngipasin gue aja kayak lemes banget? Badan aja yang gede tapi tenaganya nggak ada!" cemoohnya secara beruntun.
Jika kalian pikir aku akan sakit hati lalu menangis karena perkataan pedas yang keluar dari mulut Radit, itu salah besar.
Aku sudah terbiasa mendengar segala ucapan dan cemoohan dari mulutnya yang ditunjukkan kepadaku.
Mengapa begitu? Aku sudah bersama dengan Radit sudah hampir 3 tahun sejak pertama kali masuk Sekolah Menengah Atas hingga sekarang.
Tak heran jika aku sudah terbiasa dengan ocehan-ocehan pedasnya.
"Yang kenceng dong!" perintahnya lagi.
Aku hanya diam tidak bersuara, Ku tambah gerakan tanganku agar menimbulkan angin yang lebih besar seperti permintaan Radit.
Disela-sela kegiatanku yang sedang mengipasi Radit, tiba-tiba harus terhenti ktatkala Pemuda itu berkata, "Del, jangan pernah Bahagia ya? Gue sakit kalau ngeliat lo Senyum."