The Mystery of Love
perti pertama kali aku memilikinya, tak ada yang berubah sama sekali. Dari kepala, tanganku beralih menyentuh gaun selutut. Laksana gaun peri di negeri dongeng yang juga kudapatkan di wakt
epertinya tak akan pernah ada gaun terbaik di d
asa. Tak boleh terlambat sedikit pun. Aku memakai sepatu kaca dan bersiap keluar. Orang yang sudah biasa menjemputku--lelaki berambut
Sudah sejak lama aku mendapat perlakuan manis seperti ini. Skenario dari semesta. Hal yang sebetulnya tak pernah aku
lalu lalang di samping kami. Beberapa muda-mudi sedang kasmaran di pinggir jalan maupun di kafe-kafe kecil. Malam Minggu, malam yang sempurna untuk berbagi cinta. Saat yang sempur
h sampai di kafe itu. Sejenak aku kembali menghela napas. Perlahan turun dari mobil itu. Tentu saja
kukunjungi setiap tahunnya. Aku menatap lelaki di sampingku yang bel
n sampai kau keluar tepat tengah malam." Lel
a ini terasa jauh lebih berat dari benda mana pun. Aku menahan napas begitu sampai di sana, dan
yang lalu. Selalu didekorasi dengan gaya klasik favoritku. Ruangan yang selalu
sedikit pun. Semua bagian dari ruangan ini dibuat dengan bahan kayu. Diukir de
h berubah." Gadis berambut pirang itu meletakkan kue cokelat tepat di depanku
ligus menatap sendu ke arahku itu. Seperti biasa, dia
. Gadis itu menatap ke arah pi
mbali menatapku. Aku menahan napas sebelum kemudia
seperti biasa. Dan aku a
sebut pun berlalu dari hadapanku. Meninggalkanku send
orang itu masuk ke ruangan ini dan memberi sebuah kado untukku. Anggaplah sebuah harapan di level tertinggi saat ini. Aku menunggu dalam satu ka
Kumatikan kembali layar ponsel itu, membiarkan hanya cahaya lilin yang menerangiku saat ini. Cahaya lilin itu diam tanpa di
, mengajak lilin itu berbicara. Berharap dia mendadak hidup sepert
tkan siapa pun. Semuanya sepi. Suara berisik di lantai bawah sama sekali t
ku." Kutatap sendu ke arah jendela yang memperlihatkan pemandangan bulan dan taburan bin
ku dari belakang. Aku menatap seluruh ruangan itu. Tak ada kehidupan. Tak ada nyawa. Semuanya sudah
pi
menuju
menuju
tas kue itu mati meski tak ada angin di sini. Ruangan itu gelap gulita,
ekosongan. Tak ada yang datang. Sampai pada titik aku bosan menun