Amazing World
elah habis. Ruangan ber-AC tidak mampu menghilangkan d
nggak?" tanya
leh polos
i kirinya. Dia nampak melongo seriu
k membuat Fraya
eran paham isi seminarnya ini. Pematerinya ngoceh mulu t
terkesan. Lalu, Chika menoleh dan me
ow
bu rektor sama pak ketua yayasan yang
ya menger
engusap dagunya dengan telunjuk. Matanya kembali tertuju pada dua kursi
ilas. Karena tingkah Fraya, Arya me
bersebelahan? Kalau duduk sama kita, mah, bisa repot ceritanya," bis
gomongin siapa?" Arya bic
kit menjauh. "Heh, nggak usah deket-deket.
p kekeh. Lugunya saat berked
kembali. Fraya sampai menekuk ketiga jariny
gi. Bahasa tubuh emang ngg
raya yang bertanya, melainkan Arya. Dia mendahului
alu dekat, Bego!" desis Fraya pada Arya. Memukul pun
coba lihat, deh. Tangan mereka selalu ngetuk-ngetuk meja. Seolah-olah bicara pakai simbol di sana. Isyarat yang sulit dikatakan sebagai isyarat
asinya. Fraya dan Arya saling pandang.
tanya Fraya baik-baik. "Gue nggak
Itu terlalu berat buat dicurigai
aling cuma pikiran lo d
eng. "Enggak, enggak, ini beda. Jangan-
aya saling
karang? Lama banget nggak kelar-kelar," Fraya celingukan m
mendengarkannya. Dia tahu kalau Chika men
a dari belakang membuat Chika menoleh. Arya me
u jauh. Nggak usah dila
utnya dan memudarkan kerutan di da
apa bisa manis lo?"
g selalu manis. Mata lo
tetap memandang Arya. Itu sudah biasa. Gadis itu sering sekali kagum pada sifat Arya
perhatikan gerak-gerik mereka lebih teliti. Sampai akhirnya seminar itu selesai dan rektor berdiri memberi sambutan. Ternyata tentang bursa kerja di kota sebelah. Berharap dari mahasiswa faku
ang Fraya perhatikan, melainkan mimik wajahnya. Rektor terlihat sangat senang. Satu lagi yang mengganggu benak Fraya, Reno Abraham sang ketua yayasan yang masih duduk terus memperhatikan bu Iv
ika sepenuhnya. Dia benar. Mereka punya bahasa
a yang langsung pulang. Berbeda dengan Fraya yang sibuk mengikuti bu Iva dan pak Reno. Instingnya mulai bekerja. S
pasin gue!" masih ber
an. Seketika Fraya sadar dan ikut berdeham. Tersenyum
bali berta
bilang tersugesti sama omongannya Ch
. Bicara dalam hati, 'K
nggak kepo? Lo pasti juga mikir ha
-enggak beneran tau. Udah, lo nggak usah ikut-ikutan si Chika. Ayo pulang!" a
endekat. Sebelumnya Arya mendelik, tetapi tetap
rlebih dulu selagi masih sempat. Lo nggak lihat anak-anak jurnalistik di sekitar kita tadi? Pasti mereka menyadarinya lebih cepat daripada Chika. Teru
narkan ucapannya seratus persen benar.
tak, sih?" Fraya m
yang buat semuanya jadi bahan gosip, Fraya! Perhatiin ucapan lo. Sadar kalau itu bisa timbul fitnah! Jangan diulangi la
emannya ini. Arya memang punya banyak sifat di segala m
r rektorat, "Iya, iya, gue bakal hati-hati. Tet
r sampai ke rumah baru tau rasa lo." tanpa basa-
sih mau di sini, Arya! Lepasin tangan g
uat baik. Fraya mendengkus kesal selama di perjalanan. Arya bahkan rel m
nya di sana ketika Arya meninggalkannya. Mengeringkan beberapa piring yang te
apa? Marah sama Arya?"
udah diantar aja. Pokoknya habis ini Fraya mau balik lagi. Kalau eng
Itu piring mahal ibumu yang belikan. Dia bisa ma
emperlakukan piring itu deng
ucapkan semua. Panas telinga Ayah sampai panas! Bilangin ibu ka
enghias kue. Stroberi berpadu dengan
g dari ibu buat Ayah, hehe. Fraya senang kalau ibu cer
rharga, jangan sampai pecah
g menindas lawannya begitu? Ayah yakin seyakin-yakinnya lawa
ing dan ukuran. Lalu, kembali menghias lagi. Nampak san
ayahnya jika sang ibu sangat cerewet. Mungkin
rektor dan ketua yayasan beredar disertai kalimat bodoh yang mencuci otak seluruh mahasiswa. Terjerat uang dan pesona, keduanya saling bersama. Itu satu kalimat yang tertulis di baris paling atas. Selebihnya jauh lebih parah. Mengatakan ji
n gemetar. Otaknya dipenuhi hal-hal buruk sekarang. Andai saja dia menye
kan? Gue harus ke kampus sekarang. Apapun y
menancap gas motor menuju universitas tercinta. Dia yakin dua orang itu masih ada di kampus lantar
Reno pertama kali. Namun, rasanya tidak mungkin. Fraya mengusir pemikiran buruk itu. Pasti semua ini ulah dari anak jurnalistik. Tidak, dia juga tidak bisa
angnya tidak ada satu pun orang di sana. Fraya celingukan di lorong tiap ruangan. Mengecek handphone yang selalu b
h aja! Kalau tersebar sampai
dari pintu belakang.
atuh!" Fraya hampi
hayaan kurang. Hanya ada sinar rembulan yang menerangi.
pada satu titik. Di mana ada cahaya yang bergerak-gera
ya, "Ha! Ada maling! Maling
ya yang mau diambil coba? Pasti itu de
perlahan-lahan dan mengendap-endap
egera bersandar di tembok. Serius terus
jar hantu? Gue, 'kan mau cari bu Iva sama pak Reno. Ah, mas
Dia menuju aula auditorium yang luas disebelahnya. Sontak cahaya itu me
tu, melainkan manusia. Melihat Fraya berlari menggunakan pakaian
mencoba membukanya dengan tangan kosong, tentu saja ti
nget, sih? A
aa
menjerit ketakutan. Suaranya menyangkut di tenggorokan. Dia s
rusan! Hantunya ngejar gu
kira. Sampai sekarang pun masih berteriak. Hingga seseoran
ajah Fraya lekat-lekat. Dia
ng tidak asing, Fraya la
mbali memekik, hanya saja lebiraya dengan sesuatu yang
mengelus dah
hantu!" orang i
Fraya te
a, nampaklah wajah kesal itu. Seketika mulutny
K A
i. Dosen itu mencebikkan bibirnya
ghilangkan kesan tegas sembari menaruh telunjuknya di bibir.
di sini? Malam-malam lagi! Ngagetin aja kayak hantu. Saya sempat ngira ma
tung mau copot aja. Bisa-bisanya dia ngag
wajahnya frustasi, "Astag
diri menantang. "Saya masih t
ng patut dikira hantu! Makanya saya kejar kamu kemari. Sekarang jawab, kenapa kamu
macam apa ini? Terus yang Bapak bawa itu apa?" Fraya
nter handphone, Fraya! Hanya handphone!" memegang benda
bodoh, "Oh, handphone. Hehe, bilang dong dari t
rapa kali lagi? Lupakan! Ada kamu justru
santai. "Huft! Untung aja itu Bapak, kalau orang lain bisa mati gaya saya.
" Abi ingin sekali memukul kepala Fraya lagi dengan handphone. Tangannya sudah terangkat, te
hadiran Abi. Bisa-bisa rencananya gagal. Perasaannya masih mengatakan bahwa kedua orang i