Amazing World
akan terlihat cahaya jingga di barat kali ini. Guntur menggelegar walaupun tidak ada guntur. Itu karena dia melihat wajah Abi di dep
odoh melambaikan tangan. Kakinya dengan bera
Abi yang tidak b
canda Fraya dan menarik
inya sambil mengangguk sebentar, "Ad
a semester kamu untuk ikut. Akan ada arahan rektor
seakan kesal bercampur malas. Dalam hati Fraya berdecak dan m
uman rektor, kenapa cuma semester saya
al kelas kamu besok setelah seminar. Jangan membant
delik, "B
ng salah sama wajah gue? Kayak ogah ba
yang ngasih tau saya? Bukannya kaprodi at
edang buruk hari ini. Dugaannya benar, Abi memutar bola mata je
rtemu kamu di sini,
tarkan jiwa Fraya. Bulu kuduknya merinding diterpa angin. Rambutnya yang terikat satu pun terayun sedikit. Tidak ada perbincangan di antara mereka. Tanp
nas, tiba-tiba hujan. Jangan-jangan besok badai, hah
an. Abi mengernyit, kemudian tertawa pelan. Sebisa mungkin mengatur
ak? Apanya
bukanlah dosen yang dia maki selama ini. Abi meng
u." ujar Abi kejam, tetapi
i dahinya pun hilang. Senyum it
,' lirih Fra
-lagi angin berhembus sesuka hati. Genangan air kecil sampai bergel
Kalau nggak bermutu Bapak tinggal nggak usah
an tegas orang itu mengganggu Fraya. Ini reaksi yang be
kin. Tapi kalau boleh jujur, dia ganteng banget! Mata tajamnya itu ... astaghfirullah, nggak boleh begitu, Fraya! Inga
Apa mau terus
edari tadi dia memandang Abi. Fraya menggeleng
tadi ngelamun bentar. Kalau gitu makas
dak memperhatikan jalan. Hingga
teriakn
Abi terkejut. Tanga
t sekujur badan terlebih lagi wajah. Dia meren
lambat, Bapak!" pekik Frey
k tega, "Astaga
dengan kondisi kotor nan tertatih. Abi hanya menahan tawa agar tidak mentertawakan kesengs
t Abi yang tak beranjak dari depan ruang dosen. Ingin sekali Fraya meremas wajah sok dosennya yang terlihat jelas bahagia di atas
ersen si tembok retak terus ngetawain gue! Kalau sampai diceritain ke orang-orang, habislah r
ebih dewasa dari Fraya. Gadis itu seolah sudah berada di usia tiga puluh tahun. Bayangkan saja, saat ini sudah berhasil menjadi penulis muda yang novelnya memenuhi laman penjualan buku online terlaris. Fraya patut iri padanya. Beruntung Chika
a? Tolong buat gue menghilang dari
a menginap di rumah Chika malam ini. Kebetulan orang tua Chika sedang dinas
lo. Diam, deh! Gue lagi mikir p
i meja kerjanya. Sedangkan Fraya mengacak-acak ranjang Chika. Ram
diri sendiri di depan dia! Mana nggak nolongin gue lagi! Pokoknya gue malu, malu, dan malu!" Fraya
h dalam sekali teguk. Fraya
malahan, haha. Nggak apa-apa, anggap aja itu ujian. Lagian pak Abi nggak bakalan cerita ke orang-orang. Dia bukan tipe
mbok retak gangguin otak gue mulu. Sekarang malah makin
ulai. Seketika ingat pesan
ngan. Gantian sama fakultas lain soalnya," ujar Fraya. Dia mengambil sisir Chika dan mul
o nggak bilang dari tadi, Bego? Harus
ampaikan pesan itu ke semua temannya. Dia me
ya gue sibuk sama rasa malu gue. Harg
oal materi yang dia ajarkan. Kalau menurut gue, cuma mata kuliah pak Abi yang bisa masuk ke otak gue,
. Gue nggak kayak lo, tuh. Sekalinya nyebelin, ya, tetep nyebe
h yang tiada duanya. Lo nggak normal kalau nggak sepemikir
ue peduli?" Fr
ti? Perasaan ditutup mulu. Jangan gitu, Ya. Lama-lama lo bis
butnya. Dia menyeringai, "Gue, mah,
lihat reaksi lo ke pak Abi gimana. Bakal jadi berita seru, nih.
getin gue lagi, sih?! Gue sebe
ngah-tengah orang-orang berbakat itu sangat menyiksa batin. Walaupun posisi seorang mahasiswa, seharusnya tidak memungkiri baginya untuk berkarya. Hinaan Abi
hkan ikat rambutnya berwarna putih. Gadis itu berangkat lebih awal ke kampus. Meninggalkan
annya setelah berselancar di lautan internet. Semuanya tentang akuntan yang berpengalaman kerja paling sedikit selama satu tahun. Pupus sudah harapan Fraya. Sudah tidak terlalu panda
n boleh melamar, tapi apa gue bisa? Coba c
oy
meja Fraya membuat
ni masih pagi, Woy!" Fraya ikut berteriak
af. Lagi ngapai
i anak-anak. Dia lah satu-satunya pengangguran selain Fraya, walau tidak bisa dikatakan sepenuhnya. Ar
karena Fraya segera memasukkan ha
agi. Kenapa? Pasti belum sarapan." menunjuk hidung Arya c
Ntar gue traktir nasi goreng." Arya meringis. Senyuman khas yang
g waktu dibutuhkan. Yaudah, ayo, tapi gue nggak ikut makan, y
ng harus lo tau, gue itu sekarang super sibuk. Ada pameran foto
, bagus, deh, kalau gitu! Udah nggak trauma lagi lo?" Fray
lu biar berlalu, hehe. Sek
meletakkan jaket dan tas-nya di mej
a dunia kerja. Jadi, gue nggak boleh kalah. Sem
ga. Semua itu ulah fakultas pertanian. Mereka ingin menghias kampus dengan tanaman segar sampai
sosok yang dia wanti-wanti agar tidak melihat wajahnya hati i
a ini, Ya Tuhan?!' pik
sangat jelas dia ingin sembunyi dari dunia. Bahkan sudah
ut satu, ya. Kasih telur mata hancur diatasnya." Arya membe
. Makasih banyak, ya. Kalau begini terus jadi makin manis senyum
a kasih kembali, Bu ...," belum selesai bica
l. Entah dibuat-buat atau m
sakit?!" Arya panik. Mencoba menghadapkan wajah Fra
i mau muntah sendiri. Ish, otak gue udah
dur beberapa langkah. Langsung kembali berlindung di belakang Arya, "Eh, e
bukanya terlihat dari tempat pemesanan.
ri ancaman si tembok retak, Ar. Jangan sampai dia lihat gue. Bisa han
epalanya, "Lo ng
sambil mengaduk kopi. Mulut
pekik Fraya tak sengaja. S
hadiran Fraya tidak bisa disembunyikan oleh badan Arya. Terlebih la
duk kopinya, "Oh?
n diri untuk menampakkan diri. Dengan datar dan dinginnya
Dipikir kita hama?!" des
enyapa ramah, "Pagi,
kasih." Abi
raya. Dia melototi Arya
sih salam? Mana si tembok retak ngangguk
nggak jelas. Kalau mau gue traktir bilang aja nggak usah geng
uh! Susahnya kalau sama lo, Ar.
l membawa kopinya. Dia keluar dari kantin, tetapi berhenti di de
"Kenapa berhenti
a memukul punggung Arya sambil melotot, melompat-lompat tak karuan sampai A
lo itu! Dia kebangetan banget, '
dalam perihal kemarin sore. Sungguh memalukan yang tidak bisa dihempas. Fraya sudah menduga hal ini akan terjadi. A
a gila apa minta traktiran?!" Arya masih saja berpikir Fraya lapar sehingg
Lupakan kejadian pagi tadi, Fraya sudah mati-matian menahan wajahnya agar tidak m