Aisyah (Kisah Pilu Gadis tak Beribu)
an ke mana Aisyah?" Mbak Aira,
hu mau melanjutkan ke mana. Abah, bapaknya sama sekali belum membahas tentang hal itu. Jangankan
nyaan pun hadir sebagai pembanding. Misal, "Dari mana Aisyah membayar biaya hidup dan sekolahnya? Bagaimana dengan sekolahn
orang tua yang bisa dijadikan role model, itulah yang kini dirasakan Aisyah. Mustofa teramat sibuk dengan keluarga barunya. Jangankan berbicara periha
u tidak mau melanjutkan?" tanya
mikirkan perihal mimpi dan cita-citanya. Banyak hal yang ia inginkan untuk meraih sem
ingin membahagiakan Simbah dan Simbok. Wanita renta yang tak mengenal l
tanya Ai
u hanya menunduk, memelintir ujung baju kumalnya dan di s
a sembari menyentuh
mengg
mau se
tu pun mengan
desak Aira
da biaya, Mbak,
ya. Membuat tahu isi, bakwan, tempe goreng, dan aneka gorengan lainnya yang selain dititipkan di warung kecil-keci
coba menghibur gadis yang baru
ang paling minim biayanya. Bebas uang bulanan, bahkan bagi siswa baru akan diba
ati
ta berbinar, tapi sekaligus berkaca-kaca. Ada harap
an Mbak, gimana jika kamu s
ana itu, Mbak?" t
itu merupakan sekolah yang bebas dari uang bulanan, Syah. Di sana berada di bawah naungan pesantren. Pendidikan agamanya, k
i ke arah yang jauh lebih baik lagi. Pikiran positif kini berpihak padanya.
kan dengan biaya bulanan. Mbak mengajar di sana juga, kok. Guru-gurun
ah yang akan menjadi tangga untuknya meraih segala mimpi dan cita-cita
eberuntungan yang memang sangat aku idam-idam
dan Jamal juga sekola
nar
nganggu
g usianya terpaut tidak terlalu jauh dari Aisyah itu sama sekali tidak dekat dengan dir
ap hari Aisyah melihat mereka mengendarai sepeda ontel dengan mengenakan seragam biru-putih dan abu-putih, kh
mereka sekola
rtanyaan itu hanya t
i sini, kan, bisa numpang bonceng? Lumayan, lah,
mbali teringat tentang abahnya yang sama sekali tidak bertanggung jawab. Ia takut jika pendidikannya akan terus menjadi beban bagi Mbah Kakung dan Simbok. Ia takut akan
usi dengan Abah, Mbak
eraba seperti apa rupa orang tua
ki dalam lubuk hati Aisyah memang ingin berdiskusi dengan abahnya, tapi keinginan itu hanya ada dalam angan. Aisyah sama sekal
uk berbicara dengannya. Bagai anak ayam kehilangan induknya, Aisyah terdampar dalam belenggu rindu yan
u temperamental. Ia sangat membenci Aisyah. Tak peduli Aisyah memiliki salah atau tidak, kebencian itu seakan tertanam begitu
alan kenangan. Mungkin ini yang sering orang bilang, "Mau sama bapaknya, tapi tidak mau sama anaknya. M
mu, ya?" ucap Aira seolah mengert
ung menyahut, masih berusaha menc
ya
i, membuat gadis kecil itu terkejut
inya dilanda kepiluan. "Biar Aisyah sendiri yang akan b
ak
enganggu
yah. Apa pun keputusannya nanti
a sekan melihat cerminan dirinya di masa lalu. Namun, nasibnya tidaklah seburuk Aisyah. Ia juga an
ya. Kehilangan ibu kadang memang lebih menyakitkan daripada kehilangan ayah. Ibulah tempat kasih
Mbak?" pinta Aisyah me
gnya," ucapnya seraya memberikan beberapa uang
Mbak. Aisyah
jalan, Syah. Mba
k, M
kse
rjalan pelan menyusuri lorong kecil di desa Sumber Anom. Terik mentari yang menyengat membuat tubuhnya berkeri
ah, seorang gadis tak beribu yang begitu kuat dan tegar menghadapi kenyataan.
pun hina, itu sudah hal biasa. Setelah ini, Aisyah akan menjajakan tahu isi dan b
aman, betapa terkejutnya ia saat melihat Si
uat tenaga. Gadis itu begi
k! U
dung dari almarhumah uminya A
? Mok tidak a
tahu isi di sembarang tempat. Air mat
Perempuan renta itu memegang da
mari mencari bala bantuan. Keringatnya b
ekitar rumahnya. Biasanya juga ada Mba
entang Simbok semakin menjadi. Mbah Kakung terlihat sedang
panggil Mb
dari tempatnya berada sebab kondisi Simbok sedang ge
ah terjepit!" teriaknya membuat Aisyah tak
ra bersamaan Simb
rah kembali kelu
dengan Simbok?" raung
ak apa, Nduk. Mbahmu kak
i, M
dia. Dia pasti s
pentingan suaminya. Karena sudah dipinta seperti itu, Aisyah pun
Mbah!" pekik A