Aisyah (Kisah Pilu Gadis tak Beribu)
gsung main hakim sendiri seperti itu," bujuk Musto
di tangannya dan Silvi yang sama sekali tak mengerti atas apa yang terjadi den
a dengan raungan
ya ia berkata, "Diam! Jangan menangis. Kita akan per
sana tak tinggal diam. "Pergi ke m
an Abahmu sama saja. Diam! Ti
mendengar bentakan tersebut. Rasa penasarannya semakin membuncah. Ia sebenarnya sedih, tak enak hati, juga takut. Namu
lesaikan segalanya dengan kepala ding
arus tenang-tenang saja, gitu?" Karmila menggeleng, "tidak!" imbuhnya tegas. "Aku tidak sebodoh yang kamu kira. Aku di
bentak Mu
gitu emosi. "Memang seper
i tak menyangka jika istrinya
hanya bisa menyusahkanku, tidak pernah membahagiakanku. Aku ikut mengarit, ikut panas-panasan membuat batu-bata demi bisa membangun
itu sudah ada yang mengatur? Jangan terlalu takut berlebihan, Dek. Jangan kufur nikmat. Aisy
ipada aku dan Silvi. Jadi biarkan aku pulang ke rumah Emak. Aku masih punya orang
lotot. Tangannya gemetar, he
amu mau memukulku?" tanyan
eredam emosinya yang se
ti kamu sering memukul Ibu dari anak itu! Bukan
n, Karmila! Kamu sema
ah aku pelajari dari sikapmu selama ini. Mantan ist
ia
erkejut hingga tanpa sa
ilan dari putrinya itu dan l
us kemudian ia segera berlalu begitu
" panggi
Mustofa. Semua yang didengarnya ba
k memiliki seorang Abah rupanya bukan hanya sekadar ummi tirinya yang membencinya, melaink
ukuli Ummi? Bena
gubur segala keinginannya untuk tinggal bersama sang A
panggil
sya
terus b
ngg
bertekat untuk tidak akan lagi peduli dengan abah
aih tangan Aisyah dan kini memeluk erat
!" Aisyah
bah tidak akan
tuk waktu Abah yang sudah terbuang sia-sia. Aisyah tidak akan pernah muncul lagi di kehidupan Abah. B
angan pernah berkata seperti
ali tidak diinginkan
a meng
sering memukuli Ummi? Apa benar selama ini Abah tidak peduli pad
seperti itu!" Musto
itu tidak benar. Dia memang sering
kan, beralih memegang pipi Aisyah dengan lembut dan menatap taj
mau tinggal sama Abah, 'kan?" tanya begitu lembut
rnah terjadi," sahut Aisyah s
fa me
mengurus keluarga. Tapi, Abah mencintai Ummimu. Abah juga mencintaimu. Ab
bersama mereka. Mereka baik, tidak pernah jah
sangat mengerti, Nak. Maka dari itu beri
h tergetar. Ia menatap manik sang Abah. Ada
ada Aisyah. Benar katamu, Nak. Simbok dan Simbah sudah sepuh. Sudah saatnya kamu kembali kepada Abah. Abah akan mempe
erpaksa ia melakukan semua
t ketersediaan Aisyah un
e dalam dulu, ya, Nak? Nanti Ab
erbalik badan lalu berjalan denga
n sang Ummi tirinya selanjutnya, Aisyah hanya m
di saat itu ia pura-pura tegar, tersenyum seolah tidak pernah terjadi ap
tanya sudah sembab karena terlalu lama menangis, ia pun berbelok arah m
panggil Aisyah lirih sembar
danya bergemuruh. Napa
Ummi ap
nduan mendadak menyergapnya.
saja, 'kan? Aisyah ingin bercerita
di tenggorokan saja. Gadis kurus itu menunduk de
.," isak