Jodohku Seorang Janda Kaya Raya
Tok
uh baya, berdiri angkuh di depan pintu rumah sed
mbun sambil mengerenyitkan dahi. Kebetulan saat itu, ia sedan
rupan kali," jawab seorang wanita
ak. Bis
kuh, dan sok kaya," sahut seorang ibu yang mengenakan kerudu
nya, itu merupakan kediaman Lintar yang berdiri kokoh di antara deretan r
umah tersebut seorang diri, karena kedua orang
u kembali berteriak dengan sua
ngar suara teriakan dari Rasti-seorang wanita paruh b
u, yah. Buka pintunya! Saya mau bicara penting dengan kamu." Suara teriakan Rasti semakin terdengar keras, tangannya pun tak mau
gun dari tidurnya, karena merasa tergan
itu?" desisnya masih
elangkah keluar dari dalam kamar. "Iya, Bu. Tunggu sebentar!" Lintar
idak dapat tidur. Siang itu, ia baru saja memejamkan matanya, karena bar
ah berdiri angkuh di depan pintu rumahnya. Raut wajah Rasti tampak memerah,
ntar langsung mempersilahkan tamunya itu untuk duduk di sebuah
u!" jawab R
ya itu sedang dilanda kegusaran. Namun, Lintar tetap menu
ntak Rasti penuh emosi, suaranya keras terdengar sangat nyaring. Napasnya pun te
wajah Lintar penuh kebencian. Seakan-akan,
aya tidak mendengar teriakan Ibu, dan tidak bermaks
erus menatap wajah Lintar penuh kegusaran. "Saya ingi
ya, Bu?" tanya
ah terhadap tamunya tersebut. Karena walau bagaim
hadapan saya!" bentak wanita paruh bay
nanggapi sikap kasar dari tamunya itu. Lintar berpikir, walau bagaimanapun Rasti ad
, ia pun kembali membentak, "Kamu punya kesalahan besar terhadap a
sangat keterlaluan. Tiba-tiba datang dan langsung memaki-maki dirinya. Meskipun demikian, Lintar tetap bersikap sa
Bu. Kenapa Ibu tiba-tiba memarahi saya? Ada persoalan a
u harus bertanggung jawab. Karena ulah kamu anak saya kabur dari rumah!" bentak Rasti. Di
u tidak seharusnya bersikap s
di hadapan saya?"
ika memang ada persoalan, sebaiknya kita sel
dengan harapan amarah dalam jiwa dan pik
jari saya!" bentaknya sambil
ga yang tidak suka terhadap dirinya, karena keangkuhan dan sikap sombong yang
, saya tidak pernah melakukan hal buruk terhadap putri Ibu. Hubungan sa
lasan Lintar seperti itu, ia malah semakin geram saja, dua bola
anak saya. Lantas, kamu bilang tidak a
nghela napas dalam-dalam. Tidak sepatah kata pun terlontar
ini bersyukur. Karena anak orang ter
itu. Lintar tampak bingung dan harus berkata apa lagi, supaya Rasti dapat memahami penjelasan darinya. Sehingga, Lintar mulai mengambil se
berkata lagi, "Baik, Bu. Saya akan mencari