Mengejar Cinta Ustaz Tampan
antunkan oleh ustaz tampan ketika salat subuh tadi. Suaranya begitu merdu
ata wanita paruh baya bernama Jamilah, yang tadi duduk di sebelah Dian. Dialog itu tercipta k
gat dengan nama Fajar. Seperti baru saja d
kening sendiri saat berd
antor lecet. Mana gue lupa lagi telepon gara-gara kebanyakan
ngat belum menyimpan nomor pria itu di
mesin cuci berada. Pandangan Dian berhenti ketika melihat keranjang pak
jeans sudah berendam bersama dengan pakaian lain di dalam genangan air
eketika melihat celana jeans sudah berputar ria di dalam sana. Dia tidak bisa mengeluarkan celana t
?" Suara Royati tiba-tiba
nongol dadakan. Bikin jantung mau copot
uduk di sono kayak or
ringan dengan raut menyedihkan. "Habisan Nya
h ngomong juga, pan. Emang ade ap
i saku. Aye lupa
nama
ai menuju kursi meja makan. "Kemar
jadi lecet?" Royati jadi ikut-ikut
atas dan bawah. Dalam hitungan detik sebuah tepukan langsun
dengerin, kagak kaburan kayak kemarin. K
lagi, karena nggak bisa tagih ke yang nabrak," sungut Dian nyaris menangis. Dia
lu lagi ngomong," pungkas Royati berlalu meni
keluhnya seraya merebah
kemudian mengeluarkan celana. Semoga saja kartu nama tersebut tidak
*
kartu nama yang sudah lusuh, karena ikut tercuci oleh Royati tadi pagi. Alhasil nomor ponse
ib gue apes terus ya?" k
banyak ibadah, Di." Terdenga
ding ketika ingat tidak ada lagi orang di ruang kerja, karena sudah menyeba
da sendiri saat mendapati rekan kerjanya duduk di sana. Peremp
a?" sambung Di
ihatin itu
ama yang ada di tangan. "Batal deh beli han
perempuan itu sesekali meng
lakang tergores. Nah, si pengendara cuma tinggalin kartu nama. Katanya sih dese (dia)
an?" Perempuan tersebut menegakka
daripada ke
i merebahkan kep
sih kartu nama ini," saran senior yang su
kan kartu nama yang sudah tidak berbentuk. "Kala
kel depan. "Beneran deh, Di. Lo harus p
atap sengit seniornya. "Apaan sih, Mbak?
menyela percakapan dua o
n menoleh ke arah pi
berdiri seraya merobek kartu nama yang sudah tidak berarti apa-apa lagi, lanta
ini." Gatot meletakkan map co
rut bingung ketika ing
a dulu." Perkataan Gatot menyurutkan niat Dian membuka
sekarang, 'kan? Ada sensitivitas terhadap ulama yang memberikan ce
Islam dan politik. Sejauh mana keduanya berkaitan." Pria itu melirik map yang ada di tangan. "Dia oran
jid sebelumnya, tapi ia mendengar bagaimana pemerintah mulai sensitif dengan ceramah sekaran
gangkat jari telunjuk ke atas ketika menatap serius Dian. "Ingat! Jangan melakukan kesalahan
Dian sebelum menganggukkan kepala. "Pah
eng tegas. "Saya beri kamu waktu yang lama untuk menyelesaika
teng map yang ada di tangan. "Kalau gitu saya per
sebelum mempersilakan D
akan ia buat benar-benar sensitif. Apalagi saat ini banyak perdebatan baik di media sosial dan nyata terj
la hidung yang tidak mancung dan berukuran sedang itu. Seperti yang dilakukan sebelum mewawancarai narasum
tamnya bergerak terlebih dahulu ke atas, melihat foto berukuran 3x4 berada di sudut kiri
ana ya?" gumam Dian berusaha mengingat waj
bagian bawah, Fajar Faizan MSc., Ph.D. Kelopak mata auto m
onal Studies - Politics of Conflict, Rights and Justice). S3 SOAS University of London
a bacaan surahnya bagus dan jelas." Perkataan yang perna
atas pembatas kubike
hut wartawat
ama Fajar yan
nya
Fajar yang lulusan S1 di Madina
ng Indo ya. Kenapa emang?" Perempuan itu kembali mendon
kan Fajar yang telah membuat dinding mobil kantor lecet. Jantungnya kembali berdebar
gue bertemu dengannya,
nita berambut panjang
staz tampan," cetus Dian tersen
ambu