Ibuku Kuyang?
Mata ini tak mungkin salah lihat. Lekukan di atas bibir Ibu memang tida
il menyentuh lekukan di atas bibir, "tap
papa, itu normal. Ada juga kok yang gak punya lekukan
nan," kataku dengan nada ber
a saja, sering dikira kakak adik. Awalnya aku mengira karena umur dan tinggi badan. Namun, kata ora
ntar makanan atau berbincang ringan. Itulah yang kad
an. Apa Ibu gak khawatir
ir, Ibu udah jenguk dia tadi," jawabnya sambil m
sih, Bu? Dia sa
cil. Jadi, imajinasinya luas. Mungkin dia habis non
ia pernah baca buku Biologi punya
ah
bu di pasar tadi. Dua ciri yang mereka sebutkan ada di Ibu, maknanya ia adalah kuyang. Sebelum
in pernah orang bercerita, tapi kuanggap angin lewat saja. Toh, setahuku hantu
rahnya lagi, dia adalah ibu kandungku sendiri. Aku
*
pun membuka jendela dan menengoknya. Melirik jam dinding, masih pukul tiga pagi.
ngsung sekaligus mencari tahu. Namun, baru sa
Gak usah nengok ke
kenapa di luar berisik ba
unci pintu! Awas ketahuan nekat," ucap Nenek mengancamku. Mau t
u kamar. Seperti biasa,
di luar? Sahur, ya?" tanya
Kakak mau ngecek,
rang pukul-pukul panci, tandanya ada kuyang," jelas Dinda
ha
elahirkan di daerah situ," kata Dinda l
ayi dari tetangga. Orang-orang yang ber
ilang juga apa. Ad
u
di atap. Karena takut, aku dan Dinda meringkuk di balik selimut sembari memohon perl
*
kolah pukul delapan tepat. Di depan rumah tetangga subuh tadi masih ramai orang mesk
tanya bapak-bapak itu. Aku dan
ayi baru lahir gak di da
adik saya ini," jawabku sa
." Ia terlihat men
kenapa
a kejadian hilang janin dari rumah bidan," jelas bapak itu. "Kemarin ada warga yang lihat, tapi keburu h
an? Ditangkap? Tidak, aku harus melin
*