Kabut Cinta Riana
eha
tak seharusnya memberikan luka. Mungkin waktu da
. Apalagi ia masih saja diam dan bermuka masam.
sinar matahari pagi menorobos melalui tirainya, terasa hangat serta memberikan tidak hanya ketenanga
ik pun aku bisa memejamkan mata. Terlebih bila mengingat kejadian kemarin. Bulir hangat itu masih saja mengalir membasahi wajahku yang kian
ng sudah menjadi tanggung jawab, Jovan," ucap ibu dengan suara l
engeluarkannya perlahan melepask
n hati dan pikiran yang ka
ang kau ke sini. Tapi pergi meninggalkan su
Riana. Menuduh tanpa tahu kebenara
pada diri sendiri. Ia akan begitu cemburu bila miliknya diganggu apalagi dimiliki orang lain. Untuk menutupi rasa ke
rna perkataan ibu. Mencoba mem
yang dikatakan ibu?' Tiba-tiba muncul pertanyaan
ja tak terkecuali dengan Jovan. Ibu menyadari, kalian masih muda dengan ego yang sama. Penyesu
sudah tidak tahan dengan sikapnya,"
belajar dari pasangan, Ibu yakin, semua akan indah pada wak
kan agar aku kemba
irimu. Bukankah sudah seharusnya seorang w
bu .
u bisa melihat dari sorot kedua mata
*
ucapku pada sopir pribadi ayah. Dia
Jaga kesehatan!" jawabnya terse
kopernya. Berat ini," pi
cuma beberapa potong pakaian saja. Lebih baik pak
Saya pamit," uc
yang dikemudikan pak
*
ucapku pada sopir pribadi ayah. Dia
Jaga kesehatan!" jawabnya terse
kopernya. Berat ini," pi
cuma beberapa potong pakaian saja. Lebih baik pak
Saya pamit," uc
yang dikemudikan pak
*
Sprei tempat tidur masih nampak berserakan. Rupanya, seja
yang sedang mereka lakukan? Tentu saja bersenang-senang. Apalagi yang bisa mereka lakukan selain itu. Ah, masa b
tersenyum bahagia saat menatap dan memasukkan sebentuk cincin bertahtakan berlian putih ke jari manisku. Kubalas tatapan lel
telapak tangan kekar mendarat di bahu, membelai lembut pipi dengan menghapus airmataku dan menangkup sisa bulir hangat yang berada di bingkai foto pern
n, ak
au jangan menangis dan pergi.
nya. Rasa damai segera menghampiri dan aku pun membenamkan wajahku di s
uar dari kamar tidur kulihat Jovan keluar dari kamar tamu yang letaknya bersebelahan dengan kamar tidur. Ia terkejut mel
. Aku kira sudah tak ingat,"
rdebat denganmu. Aku lelah dan
lan ini? Menemui Nazran, kekasi
a peduli, kemana dan dengan siapa a
ana. Ingat itu!" Wajahnya seket
lembar tisu, sekali pakai lalu dibuang dan pergi begitu
nik kelam netranya menatapku
hanya berharap akan janji-Mu. Memberi hujan setelah pelangi, senyum
sam