Kabut Cinta Riana
di at
buhku ke tempat tidur di ruang tamu. Lamat-lamat pandanganku masih bisa melihat tangan Jovan yang membuka beberapa kancing baju blues atasku untuk melonggarkan dan memberi jalan napas, karena memerlukan asupan oksigen lebih banyak untuk melonggarkan dada. Kurasakan getaran tangan, bibir tipisnya naik turun menelan saliva dan peluh bercucuran membasahi dahi. Sesekali ia mengusapnya dengan membuang napas kasar. Se
ping
u kamar yang begitu terang mengenai wajah, perlahan aku membuka mata sambil telapak tangan berusaha menutupi muka dan tangan
ter saja, ya?" ucapnya lembut dengan tanga
pa. Mungkin hanya kelel
biar kau dapat penanganan," ajaknya seraya dengan tatapan t
ba-tiba mengusik kalbu diiringi gelenyar aneh yang menjalar ke
ik. Aku minum obat saja dari d
u ke dokter? Kok, aku gak
ak kunjung datang. Akibatnya tubuh terasa lemas, kepala pusing dan perut terasa mual. Lalu, a
dengan kondisimu yang seperti
lau sudah baikan kau akan beritahu," balas
Aku akan membelikan sesuatu agar kau m
bubur ayam menggoda indra penciuman. Jovan sengaja membauiku dengan semangkuk bubur hangat yang diletakkan di ta
apat kutangkap, bahwa benar yang dikatakan ibu, kalau ada cinta yang besar ia persembahkan untukku. Meski tatapan tajam dari manik kelamnya seolah mampu
hubungan kami yang baru saja dimulai, mung
" ucapku dengan menyorongkan send
dok di atas nampan yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Jovan meraih tisu dan memberikannya padaku. Sesaat kemudian, l
sampaikan. Bisa kau duduk sebentar?"
ndengarkan," sahutnya da
eck dan hasilnya dua garis merah. Karena gak yakin aku periksa ke
menjadi seorang ayah." Lalu katanya lagi,"Gugurkan saja kandunganmu itu! Aku tak sudi menjadi ayahnya. Dia bukan darah dagingku, tapi anak
bersumpah atas nama Allah," jawabku menahan rasa sakit yang luar biasa di dada. Seperti gunung batu yang seakan senga
an ayah. Tidak lebih! Pernikahan kita hanya pernyataan status pada selembar kertas dan bagiku itu tidak berarti ap
wanita itu." Tanpa terasa sepasang bulir hangat lolos membasah
na!" teriaknya dengan kedua rahang mengeras dan gigi bergemelatuk. Tangannya terkepal dan menghantam na
elah membenamkanku ke dalam jurang
icambuk, tetapi tidak meninggalkan bekas, hingga lara terasa dalam melanda. Adakah rasa yang lebih sakit sela
kehamilanku. Namun, ternyata aku salah. Justru tak mengubah apa pun. Bahkan, gunung es
sam