Pesona Suami Kedua
kulkas. Dari Khanza. Dia ada panggilan operasi. Keenan jadi tersadar suatu hal. Khanza masih sibu
a dan hanya berdiam diri di rumah. Tidak. Keenan harus tetap menjaga marwah sebagai laki-laki, terlebih saat ini dia
ofa. Sekitar satu jam kemudian, Keenan terbangun mendengar
Khanza tersenyum dan memegang tangan Keenan. Hal itu malah membuat Keenan sem
? Kok melengos gi
eristighfar seketika ingat
n kerudung. "Maaf, ya, Khanza. Aku cuma lagi suntuk aja.
etul apa yang sedang Keenan p
i aku? Aku ini cuma laki-laki miskin. Sedangkan kamu seoramg d
membuatnya jatuh cinta pada Keenan. Lelaki itu memang
kamu karena akhlak kamu, Mas. Kalau harta itu bisa dicari. Lagi pula, ha
ik Khanza dengan baik. Namun, masih ada onak yang mengganj
oa, Mas. Ya udah yuk makan. Aku udah masakin cumi asem manis buat Mas. Ibuk bilang Mas paling senen
g. Sebentar lagi ya mak
buat jantung Khanza berdebar-debar. Pandangan Khanza beralih ke kemeja putih Keenan yang terbuka dua kancingnya. Pasti tadi Keenan tid
kan wajahnya ke wajah Keenan. "Mas...." bisik
alu. Hal itu membuat Khanza terkikik geli. "Mas belum
a polesan make up. Wajah Khanza merona seperti mawar yang bersiap dipetik. Bibir ranum merahnya sedikit terbuka menunggu res
dari duduknya. Keenan menuruti langkah Khanza yang
nya. Keenan merasa jantungnya berdetak semakin kencang. Buru-buru ia mengunci pintu kamar, hingga tidak sengaja kakinya tersandun
eka. Khususnya bagi Keenan. Hanya Khanza, satu-sat
anza di masa lalunya. Huh! Tiba-tiba saja sosok Roman berkelebat. Sungguh tidak
ri melamun di dekat pintu. Khanza lalu bangkit berdiri dan mendekat
n menyentuh wajah Khanza lembut dan langsung kagum dengan mulusnya kulit wajah
entuh ubun-ubun Khanza dan mengucapkan doa lalu perlahan mencium bibir Khanza, mengisi ruang kosong yang diberi
ambut Keenan, semakin menekan Keenan agar menciumnya lebih dalam. Keenan mulai m
detik, di hadapannya ia melihat kulit bening mulus Khanza. Keenan mengecup bahu lengan Khanza
apa saat. Khanza sangat cantik. Mulus, bersih, lembut, dan tubuhnya p
uhnya. Dengan tatapan sayu ia menatap Keenan. Menunggu s
nyingkap pakaiannya. Terlihat tubuh Keenan yang begitu kokoh dan a
enggeliat. Desahan demi desahan keluar dari bibir Khanza, tak sanggup ia tahan. Bahkan beberapa kali ia berteriak kenikmatan dan memukul-mukul pelan bahu Keenan. Ternyata bukan hanya sangat tampan, Keenan juga begitu kokoh perkasa. Bobot tubuh Keenan terasa begitu berat, membuat Kh
sam